Sabtu, 16 Januari 2016

KESETARAAN GENDER DALAM PENERAPAN ATURAN DI PONDOK PESANTREN AL BAROKAH YOGYAKARTA

KESETARAAN GENDER DALAM PENERAPAN ATURAN DI PONDOK PESANTREN AL BAROKAH YOGYAKARTA
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Farida Hanum


 









Di Susun Oleh :
Rini Arofah Nurjannah (14413244006)


Pendidikan Sosiologi A
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2015

KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan penelitian yang berjudul “Kesetaraan Gender dalam Penerapan Aturan di Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta” ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada kami, diantaranya :
1.      Prof. Farida Hanum selaku dosen pengampu mata kuliah sosiologi gender
2.      K.H Rosim Al Fatih selaku pengasuh Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta
3.      Ayah dan Ibunda tercinta yang telah bersusah payah memberi motivasi dan
dukungan tanpa kenal lelah, ridhamu adalah semangat hidupku.
4.      Keamanan santri putra dan santri putri yang telah bekerjasama dalam memperlancar penelitian ini
5.      Teman-teman santri putra dan santri putri yang telah bekerjasama dalam penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis, sangat memohon masukan yang konstruktif demi perbaikan laporan penelitian ini ini. Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.





Yogyakarta , 10 Desember 2015



DAFTAR ISI

HALAMAN  JUDUL      .....................................................................................................          i
KATA PENGANTAR     .....................................................................................................          ii
DAFTAR ISI   ................................................................................................... …… ……             iii-iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah     .......................................................................................      1-2
B.     Identifikasi Masalah .................................................................................................          3
C.     Pembatasan Masalah  ................................................................................................          3
D.    Rumusan Masalah  ....................................................................................................          3
E.     Tujuan Penelitian   ....................................................................................................          3
F.      Manfaat penelitian   ..................................................................................................          4

BAB II KAJIAN TEORI
A.    Konsep Gender   .......................................................................................................          5
1.      Gender dan Jenis Kelamin ..................................................................................          5
2.      Kesetaraan Gender   ...........................................................................................          6
B.     Penerapan Aturan   ...................................................................................................          6
1.      Peraturan  ............................................................................................................          7
2.      Hukuman  ...........................................................................................................          7
C.     Pondok Pesantren   ...................................................................................................          9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian  .............................................................................................                    10
B.     Setting Penelitian  .........................................................................................                    10
C.     Teknik Pengumpulan Data  ...........................................................................                    10
D.    Teknik Analisis Data  ........................................................................................             11
E.     Teknik Validasi Data   ......................................................................................             13
BAB  IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Lokasi dan Informal  ........................................................................             14
1.      Deskripsi Lokasi   .......................................................................................             14
2.      Deskripsi Informal  .....................................................................................             24
B.     Analisis dan Pembahasan  .................................................................................            24 
1.      Kesetaraan Gender dalam Penerapan Aturan  di Pondok Pesantren
Al Barokah Yogyakarta  .............................................................................             24
2.      Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Penerapan Aturan di Pondok
Pesantren Al Barokah Yogyakarta  .............................................................            27 
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan  ........................................................................................................          30
B.     Saran     ...............................................................................................................          30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN









  
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Kaum perempuan seringkali kurang mendapatkan kesempatan yang cukup untuk berkiprah dalam kehidupan sosial bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terjadi karena masih lekatnya ketidakadilan gender dalam masyarakat yang terjelmakan dalam marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan yang bersifat menyepelekan (tidak penting) kepada kaum perempuan, bahkan kekerasan (violence) termasuk pekerjaan yang lebih banyak . Mengapa terjadi perbedaan gender? karena oleh banyak hal diantaranya : dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Bentuk ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lain, karena saling berhubungan, serta saling mempengaruhi secara dialektis.Misalnya marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi karena stereotipe tertentu atas kaum perempuan bahwa perempuan itu lemah dan tenaganya murah, yang semuanya itu justru ikut mendukung kepada subordinasi, kekerasan kepada perempuan, yang akhirnya tersosialisasikan ke dalam keyakinan, ideologi dan visi kaum perempuan itu sendiri.

Saat ini perkembangan zaman semakin modern dan menuntut semua masyarakat untuk hidup berkembang begitu pula dengan perempuan. Ajaran tentang kesetaraan gender menjadi hal yang penting agar perempuan juga mampu memiliki posisi yang tidak terdiskriminasi. Kesetaraan dapat diartikan sebagai keadilan. Keadilan secara umum didefinisikan sebagai “menempatkan sesuatu secara proporsional” dan “memberikan hak kepada pemiliknya”. Definisi ini memperlihatkan kesetaraan gender selalu berkaitan dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya. Kesetaraan gender sendiri dapat diartikan sebagai keadilan atau persamaan antara hak kaum perempuan dengan laki-laki. Ketidakadilan gender ini timbul karena adanya ketidakpuasan oleh pihak perempuan. Para perempuan merasa ditindas dan termarjinalisasi oleh kaum laki-laki. Mereka tidak diberi tempat atau kesempatan di area publik. Saat ini masih saja banyak anggapan dari masyarakat yang menganggap perempuan berada di posisi rendah. Perempuan memiliki posisi yang jauh dibawah laki-laki dan perempuan dianggap tidak mampu untuk berperan banyak dalam kehidupan bermasyarakat.
Fenomena yang terjadi di pondok pesantren pada umumnya menerapkan bahwa laki-laki dan perempuan mengalami pembedaan dalam masalah penerapan aturan padahal sesungguhnya antara laki-laki dengan perempuan memiliki kedudukan dan hak yang sama dimata hukum. Apalagi di dalam lembaga pendidikan, dalam lembaga pendidikan secara umum penerapan peraturan antara laki-laki dan perempuan disamakan atau tidak memihak salah satu. Sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan potensi diri, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, namun pada kenyataannya sebagian masyarakat berpendapat bahwa peserta didik laki-laki memiliki tingkat peraturan yang rendah dibandingkan dengan perempuan yang diberlakukan seperti mengekang atau menindas. Masyarakat beranggapan bahwa perempuan merupakan makhluk lemah yang harus dijaga dan diketati dalam peraturan, sedangkan laki-laki merupakan makhluk yang kuat, yang dimana dia bisa menjaga dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Konsep inilah yang menyebabkan ketidakadilan atau ketidaksetaraan gender dalam penerapan aturan dalam lembaga pendidikan. Salah satu contohnya yaitu fenomena yang terjadi di Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta yang dimana  santri laki-laki memiliki penerapan aturan yang berbeda dengan santri perempuan. Seperti penerapan aturan dalam meninggalkan pondok yang dimana santri laki-laki diperolehkan untuk meninggalkan pondok tanpa kabar selama tiga hari, namun perempuan dilarang meninggalkan pondok tanpa kabar walaupun hanya sehari semalam. Padahal dalam hal ini status perempuan dan laki-laki itu sama yaitu sebagai seorang santri (peserta didik) dan pondok pesantren berfungsi untuk melindungi dan mengendalikan santri serta memiliki tanggung jawab penuh akan semua santri tanpa membedakan santri putra dan putri karena sebenarnya tidak semua santri putra bisa menjaga dan mengendalikan dirinya sendiri.

Bertitik tolak dari fenomena tersebut, perlu kiranya dikaji secara mendalam untuk mendapatkan hasil obyektif dengan memakai pendekatan ilmiah. Untuk itu penulis mencoba mengkaji persoalan diatas secara sistematis, dengan membuat penelitian yang berjudul Kesetaraan Gender dalam Penerapan Aturan Di Pondok Pesantren (studi kasus : Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta).
2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diIdentifikasi beberapa masalah, antara lain :
a.       Perempuan masih dianggap lemah
b.      Aplikasi kesetaraan gender masih rendah
c.       Terjadi kesenjangan penerapan aturan dalam pondok pesantren

3.      Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka peneliti perlu membatasi masalah penelitian yaitu dengan memfokuskan pada kesenjangan penerapan aturan dipondok pesantren al barokah Yogyakarta.

4.      Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut diatas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
a.       Bagaimana kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren Al Barokah Yogyakarta?
b.      Apa faktor penyebab terjadi pembedaan penerapan aturan di pondok pesantren Al Barokah Yogyakarta?
5.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren Al Barokah Yogyakarta.
b.      Untuk mengetahui faktor penyebab pembedaan aturan di pondok pesantren Al Barokah Yogyakarta.

6.      Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a.       Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan teori yang telah didapat didalam perkuliahan serta mampu melihat realita permasalahan sosial dan serta bermanfaat untuk menambah pengetahuan dalam pengalaman sebagai bekal untuk terjun ke dalam lingkungan masyarakat.

b.      Pembaca
Melalui penelitian ini diharapkan pembaca memperoleh informasi mengenai kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren.

c.       Masyarakat umum
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren dan dapat memberikan perhatian terhadap fenomena sosial yang terdapat dalam lingkungan sosial.

d.      Pengasuh pondok pesantren
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap pengasuh pondok untuk menerapkan peraturan sesuai dengan penerapan aturan didalam lembaga pendidikan pada umumnya.









BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

1.      Konsep Gender

1.1  Gender dan Jenis Kelamin (Seks)

Untuk memahami konsep gender harus dibedakan terlebih dahulu antara kata gender dan kata seks (jenis kelamin). Sebab sering sekali terjadi kekeliruan pemahaman dan pencampuradukan kedua konsep tersebut sebagai sesuatu yang tunggal, yang akan melanggengkan ketimpangan dan ketidakadilan. Pengertian seks (jenis kelamin) merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma dan perempuan memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan mempunyai alat untuk menyusui. Alat-alat ini secara biologis atau sering disebut sebagai ketentuan Tuhan atau "kodrat". Sedangkan gender mengacu pada identitas sosial yang mengandung peranan yang harus dilakukan oleh seseorang karena jenis kelamin mereka, dimana peranan tersebut sesuai dengan konstruksi sosial maupun cultural. Gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan, yang dimana perubahan cirri-ciri dan sifat dapat terjadi dari satu waktu ke waktu yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain, dan dari kelas sosial yang satu ke kelas sosial yang lain. Konstruksi sosial dalam masyarakat memandang bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus dan lain-lain dari wacana tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian gender adalah perbedaan perlakuan dan peranan terhadap laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial yaitu perbedaan yang bukan karena kodrati atau ciptaan Tuhan. Melainkan diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial budaya yang panjang



1.2  Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,. Laki-laki dan perempuan juga sama-sama dapat menikmati perkembangan itu. Kesetaraan gender ini sebagai wujud apresiasi terhadap wanita karena sebenarnya wanita juga memiliki potensi yang setara dengan pria dan dapat diperhitungkan..

2.      Penerapan Aturan

2.1  Peraturan

Peraturan adalah pola yang diterapkan untuk mengatur tingkah laku seseorang. Fungsi peraturan ada dua, yaitu pertama peraturan yang mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. Kedua , peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. (B Hurlock, 1993: 85). Tentunya fungsi ini untuk mencegah terjadinya penyimpangan  atau pelanggaran pada anak didik.  Hal ini senada dengan tujuan pendidikan UU No. 20 tahun 2003 yaitu :
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Berdasarkan pernyataan diatas menunjukkan bawasanya pendidikan berfungsi tidak hanya memberi ilmu pengetahuan melainkan pengendalian diri bagi para siswanya salah satunya melalui alih nilai. Alih nilai yang dimaksud yaitu menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral, diantaranya melalui spiritual keagamaan, pengendalian diri,  kepribadian, akhlak mulia serta memiliki keterampilan terhadap anak didik. Untuk mendukung terwujudnya proses pendidikan yang efektif lembaga pendidikan memberlakukan peraturan yang berfungsi sebagai pengendalian sosial terhadap siswanya dalam mengatur semua aktivitas mereka.

2.2.Hukuman

Hukuman berasal dari bahasa latin, punier yang berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan, pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Fungsi hukuman sendiri ada tiga yaitu : pertama, ialah menghalangi penggulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Kedua, hukuman berfungsi untuk mendidik, artinya anak dapat belajar dan membedakan mana yang baik dan mana yang salah ketika mereka berperilaku. Ketiga, memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat (B. Hurlock, 1993 : 86-87).

Hukuman atau sanksi ini bertujuan untuk memberi efek jera pada pelaku penyimpangan. Sanksi merupakan bentuk penderitaan, kerugian, beban berat yang sengaja dibuat oleh lembaga tertentu untuk memaksa anggotanya untuk taat pada norma dan aturan yang ada. Ada tiga sanksi yang digunakan didalam usaha menciptakan tertib sosial, yaitu :
1.      Sanksi fisik, yaitu saknsi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran berupa penderitaan fisik, misalnya didera, dipenjara, diikat, dijemur dibawah matahari, tidak diberi makan, dihukum mati dan sebagainya.
2.      Sanksi psikologis, merupakan beban penderitaan yang diberikan pada pelaku pelanggaran dengan beban kejiwaan, seperti dipermalukan dimuka umum, disebar luaskan aib tentang peelaku pelanggaran, dicopot pangkatnya dan lain-lain.
3.      Sanksi ekonomik, merupakan beban yang diberikan pada pelaku pelanggaran berupa penyitaan barang atau denda, membayar ganti rugi dan lain-lain. (M. setiadi dan usman kolip, 2011:257)


3.      Pondok Pesantren

Pesantren menurut pengertian dasarnya tempat belajar para santri. Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bertujuan untuk mendalam ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (tafaqquh fiddîn) dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Adapun definisi lain dari pesantren yaitu lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddîn) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari diselenggarakan bentuk asrama yang merupakan komunitas tersendiri di bawah pimpinan
kyai atau ulama dibantu oleh seorang atau beberapa orang ulama dan atau para ustadz yang hidup bersama di tengah-tengah para santri dengan masjid atau surau sebagai pusat kegiatan peribadatan keagamaan, gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, serta pondok-pondok sebagai tempat tinggal para santri, selama24 jam. Masa ke masa mereka hidup kolektif antara kyai, ustadz, santri dan para pengasuh pesantren lainnya sebagai satu keluarga besar.
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia.  Keberadaan pondok pesantern tak lepas dari hubungan masuknya islam ke Indonesia yaitu pada zaman walisongo. Islam masuk keindonesia disebarkan oleh syaikh maulana malik Ibrahim yang dikenal dengan syaik hindinesua magribi dari Gujarat, india. Ia dianggap sebagai peletak utama sendi-sendi berdirinya pesantren. Sedangkan raden rahmat atau sunan ampel yang merupakan anak dari syaikh maulana malik Ibrahim adalah pendiri pertama adanya pesantren di Indonesia yang diberi nama pesantren kembang kuning Surabaya (Qomar, 2005)
Pesantren menurut zamakhsyari dhofier berasal dari kata santri yang mempunyai awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat belajar para santri. Sedangkan kata pondok berasal dari kata funduq (bahasa arab) yang berarti hotel atau asrama, pondok biasanya identik dengan sebuah rumah yang terbuat dari bamboo (dhofier, 1994). Pondok pesantren memiliki beberapa elemen penting diantaranya ada masjid, kyai, pondok atau asrama, santri, dan kitab-kitab islam klasik (dhoifer, 1994).

a.             Pondok
Pada dasarnya merupakan asrama pendidikan islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”.

b.            Kyai
Merupakan elemen yang terpenting dalam pesantren ia seringkali bahkan merupakan pendirinya.

c.        Masjid
Merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap tempat paling tepat untuk mendidik para santri terutama praktik sembahyang lima waktu dan pengajaran kitab-kitab klasik.

d.       Santri
Orang yang belajar di pesantren, yang terdiri dari dua tipe yaitu : santri mukim dan santri kalong. Santri mukim merupakan santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap kelompok di pesantren, sedangkan santri kalong ialah santri yang berada di daerah pesantren yang mengikuti pelajaran di pesantren dan mereka dari rumahnya sendiri.

e.       Pengajaran kitab-kitab klasik
Pengajaran klasik terutama karangan ulama ulama yang menganut paham syafiiah merupakan pengajaran formal yang diberikan dipesantren

Pondok pesantren menurut daulah (2009) mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam dunia pendidikan untuk membangun karakter santri yang berjiwa islami. Salah satu fungsinya adalah sebagai media pendidikan yaitu pesantren bertanggung jawab untuk membantu setiap individu menjadi manusia yang berkepribadian secara utuh, yaitu pribadi yang intelektual, berakhlak mulia, beriman, kreatif, dan inovatif. (Dikutip dari Inayah, 2012:219).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam konteks ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Meleong, pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu pendekatan penelitian dengan data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, belajar memahami bahasa dan berbagai hal yang terdapat disekitarnya.
Penelitian ini mengambarkan tentang kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren sesuai dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan, catatan lapangan, wawancara, observasi dan hasil data dokumentasi.

2.      Setting Penelitian

Penelitian tentang “Kesetaraan Gender dalam Penerapan Aturan Di Pondok Pesantren” dilakukan di Pondok Pesantren Al Barokah ,Jalan Gotongroyong TR II/1107, Blunyahrejo, Karangwaru,Yogyakarta. Alasan peneliti memilih tempat tersebut karena ingin melihat penerapan aturan santri putra dan santri putri yang terdapat di pondok pesantren tersebut.

3.      Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan permasalahan penelitian, untuk memperoleh data-data yang ada dilapangan. Data penelitian ini diperoleh melalui teknik :
a.       Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati suatu fenomena yang terjadi. Dengan melakukan observasi diharapkan diperoleh data yang sesuai atau relevan dengan topic penelitian. Observasi digunakan untuk mempermudah pengamatan kejadian yang sebenarnya mengenai kesetaraan gender dalam penerapan aturan di pondok pesantren.

b.      Wawancara
Wawancara adalah pengambilan data dengan sistem proses Tanya jawab yang dilakukan oleh pewawancara kepada narasumber untuk memperoleh informasi secara lengkap. Tujuan wawancara ini agar peneliti memperoleh informasi secara akurat dan sebanyak-banyaknya terkait dengan tema penelitian yang diangkatnya.
Pada penelitian ini peneliti menggali terkait kesetaraan gender santri putra dan santri putri di pondok al barokah yaitu dengan nenanyakan penerapan aturan yang terdapat di pondok tersebut. Dalam penelitian ini narasumber kami adalah Pengasuh pondok, pengurus Putra, Pengurus Putri, Santri Putra, Santri putri dan Tukang Masak.

c.       Dokumentasi
Dokumentasi merupakan data yang diambil sebagai penunjang penelitian meliputi materi atau bahan seperti fotografi, video, film, memo, surat, diary, rekaman kasus klinis, dan sebagainya (chony, 2012). Tujuan adanya data berupa dokumentasi adalah sebagai bukti atau pendukung penting terkait untuk menggali lebih dalam informasi yang terjadi dimasa silam dalam pondok pesantren. Seperti adanya kegiatan-kegiatan yang ada dipondok pesantren al barokah beserta foto-foto yang dilakukan, catatan pelanggaran, teks peraturan pondok pesantren tertulis seperti peraturan pelanggaran ringan, sedang, berat, serta peraturan perizinan, dan lain-lain.

4.      Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyerderhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data kualitatif  yang digunakan adalah  adalah secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh (dikutip dari sugiyono, 2011:246). Yang terdiri dari :
a.       Pengumpulan data

Pengumpulan data penelitian maksudnya adalah sebagai pencatatan peristiwa dari sebagian atau seluruh elemen populasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data yang diperoleh dari hasil observasi dilapangan, wawancara dengan narasumber serta data-data dokumentasi yang terkait dikumpulkan dan dianalisis. Peneliti pada tahap pengumpulan data melakukan observasi lapangan terlebih dahulu sebelum kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan memilih informan yang sesuai ada hubungannya dengan tema yang diangkat. Setelah wawancara peneliti mengumpulkan data-data yang ada yang tentunya data-data tersebut dibutuhkan dan bermanfaat bagi tema penelitian. Dokumentasi bermanfaat bagi peneliti sebagai bukti otentik yang nyata untuk memperkuat hasil penelitian.

b.      Reduksi data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul catatan-catatan tertulis dilapangan. Disini peneliti melakukan pengkodingan pada hasil  

5.      Teknik Validasi Data

Teknik yang digunakan agar data dapat dikatakan valid dalam penelitian ini menggunakan teknik triangualasi sumber.  Triangsulasi sumber mengarahkan peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan beragam sumber yang tersedia, untuk menggali data yang sejenis, peneliti bisa memperoleh dari narasumber, dari kondisi lokasi, dari aktivitas yang menggambarkan perilaku orang atau warga masyarakat, atau dari sumber berupa catatan atau arsip yang berkaitan dengan data peneliti (Sutopo, 1996: 71-72).

Peneliti dalam penelitian ini akan mengumpulkan sumber terkait dengan penelitian seperti peraturan tertulis pondok pesantren al barokah, foto-foto kegiatan atau aktivitas rutin, kondosi lokasi yang dilihat, wawancara dengan santri sebagai responden, dengan keamaan komplek putra dan putrid, pengurus, serta Ustadz atau guru yang mengajar.






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    DESKRIPSI LOKASI DAN INFORMAN
1.      Deskripsi Lokasi Penelitian
a.       Deskripsi Pondok Pesantren Al Barokah
Pondok pesantren Al Barokah merupakan pondok pesantren yang berbasis salaf. Cirri utama pelajaran yang dikaji Adalah kitab-kitab Islam Klasik dari abad pertengahan, yang mana pondok pesantren salaf fokus kepada ilmu alat (tata bahasa arab). Pondok ini terletak kurang lebih 1 km arah selatan Tugu Jogja, tepatnya di Jalan Gotong Royong, TR II/1107, Blunyahrejo, Karangwaru, Yogyakarta. Dilihat dari letak geografis, lingkungan yang mengelilingi pondok pesantren Al Barokah sebagaian besar adalah perumahan penduduk.
Pondok pesantren ini di Asuh oleh KH. Rosim Al Fatih, Lc lahir di Wonosobo Jawa Tengah pada tahun 1956 sebagai putra pertama dari Almarhum KH. Muhson dan Nyai Anita Durotul Yatimah, putrid dari Al Maghfutlah KH. Zamruddin (PP. Al-Falahiyah) Mlangi, Gamping, Sleman, DIY.
Tujuan dari pendirian pondok pesantren Al Barokah adalah:
1)      Membentuk, dan mengembangkan generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia dan beramal sholih.
2)       Menegakkan dan menyebarkan agama islam yang murni dengan menempuh manhaj Ahl al sunnah wal jama;ah dalam wadah negara kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan pancasila.
3)      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendekatan dan pengkajian bidang keagamaan, kebudayaan dan IPTEK.

b.      Deskripsi pengajar atau Ustadz Pondok Pesantren Al Barokah
Pengajar di pondok pesantren Al Barokah mayoritas merupakan santri tua dan santri alumni pondok pesantren tersebut. Mereka yang telah selesai mengaji, mengabdikan diri menjadi pengajar di Al Barokah. Mayoritas latar belakang mereka adalah mahasiswa dari Universitas yang ada di Yogyakarta. Mereka mengajar sembari melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ataupun sambil bekerja diluar pondok pesantren. Jumlah pengajar yang ada di Al barokah saat ini berjumlah 32 orang.
c.       Deskripsi Santri Pondok Pesantren di Al Barokah
Santri pondok pesantren Al Barokah merupakan santri yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda serta berlatar belakang pelajar atau mahasiswa dari berbagai Universitas yang ada di Yogyakarta, seperti MAN 1 Yogyakarta, MAN 3 Yogyakarta, SMA 11 Yogyakarta, UIN, UGM, UNY, UAD, UST, UTY dan lain-lain. Jumlah santri yang belajar dan mukin di Pondok Pesantren Al Barokah pada tahun 2015/2016 ini ada 325 orang. Jumlah ini merupakan jumlah yang besar untuk pesantren yang terbilang kecil. Berikut rinciannya :
Table 1
Keadaan Santri Pondok Pesantren Al Barokah
Tahun Ajaran 2015/2016

NO

Kelas
Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-Laki
Perempuan
1.       
SLTP
27
33
60

SLTA
30
35
65

Kuliah
93
107
200

Jumlah
150
175
325

(Dokumentasi pondok pesantren, diambil pada 12 desember 2015

d.      Deskripsi penerapan aturan dipondok pesantren Al Barokah
PERATURAN SANTRI PUTRI
No.
Kegiatan
Peraturan
Pelanggaran
Sanksi
1.
Jam malam
Curfew
Pukul 18:10 sudah berada di PP Al Barokah

Izin terlambat maksimal pukul 17:30


Pulang lebih dari pukul 18:10 tanpa izin

Seminggu maksimal 3 kali


Di waktu yang ditentukan, membaca paket solawat sebanyak tujuh kali di aula, berdiri, disimak pengurus


Alasan baterai habis, pulsa habis, tidak ada sinyal, masih kuliah, dan alasan klise lain tidak akan diterima

Jika lebih dari 17:30 izin belum diterima dan pulang terlambat, maka takzir seperti yang diberlakukan pada yang tidak izin
3.
Diniyah
Mengikuti diniyah dengan bahagia dan bersemangat

Mengenakan rok/sarung panjang, jilbab, dan baju yang tidak menerawang

Baju menutup pantat dan tidak ketat
Tidak izin ke Pendidikan

Memakai baju di luar ketentuan yang disebutkan

Non-seragam sekolah
Non-kaos (kaos muslimah boleh, ketentuan seperti tabel di kiri)
Dari Pendidikan
4.
Mujahadah
Sudah di aula sebelum pemimpin mujahadah mengawali mujahadah

Memakai pakaian yang ditentukan
Terlambat tanpa izin

Tidak memakai baju yang ditentukan

Tidak mengikuti mujahadah tanpa izin

Tidak mengikuti mujahadah tanpa izin 3x berturut-turut
Membantu piket masak pada bulan itu sebanyak mujahadah yang ditinggalkan

Terlambat: membaca paket solawat 7x di aula, disimak pengurus





Dikeluarkan dari PP Al Barokah


5.
Perizinan pulang dan/atau kegiatan kampus
per bulan
Bagi Yogyakarta, eks-Karesidenan Kedu kecuali Kebumen, pulang per bulan satu kali,
3 hari 2 malam

Di luar daerah itu,
4 hari 3 malam

Berangkat ke rumah paling pagi setelah solat subuh di pondok

Izin kegiatan menyertakan surat
1 hari 1 malam

Pulang ke pondok paling sore seperti ketentuan jam malam
Terlambat tanpa izin

Izin maksimal sehari sebelum jatah pulang ke pondok

Alasan tidak usah diada-adakan, dibuat-buat
Per harinya denda 1 sak semen atau Rp 51.000,00
6.
Perizinan pulang libur semester
Pulau Jawa
7 hari 6 malam

Luar pulau Jawa
10    ari 9 malam



PERATURAN SANTRI PUTRA

Kegiatan
Peraturan
Pelanggaran
Sanksi
Diniyah
Mengikuti diniyah dengan bahagia dan bersemangat

Mengenakan rok/sarung panjang, jilbab, dan baju yang tidak menerawang

Baju menutup pantat dan tidak ketat
Tidak izin ke Pendidikan

Memakai baju di luar ketentuan yang disebutkan

Non-seragam sekolah
Non-kaos (kaos muslimah boleh, ketentuan seperti tabel di kiri)
Dari Pendidikan
Mujahadah
Sudah di aula sebelum pemimpin mujahadah mengawali mujahadah

Memakai pakaian yang ditentukan
Terlambat tanpa izin

Tidak memakai baju yang ditentukan

Tidak mengikuti mujahadah tanpa izin

Tidak mengikuti mujahadah tanpa izin 3x berturut-turut
Membantu piket masak pada bulan itu sebanyak mujahadah yang ditinggalkan

Terlambat: membaca paket solawat 7x di aula, disimak pengurus





Dikeluarkan dari PP Al Barokah


Perizinan pulang dan/atau kegiatan kampus
per bulan
Bagi Yogyakarta, eks-Karesidenan Kedu kecuali Kebumen, pulang per bulan satu kali

Izin kegiatan menyertakan surat


Terlambat tanpa izin






e.       Deskripsi Kepengurusan Pondok Pesantren Al Barokah
 






















Bagan 4. Struktur Organisasi Pengurus Putra Putri Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta Periode 2015/2016




Adapun anggota dalam format struktur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4
Susunan pengurus putra dan putri Pondok Pesantren Al Barokah
No
JABATAN
Nama Pengurus Putra
Nama Pengurus Putri
1
Pengasuh
K.H RosimAl Fatih L.c
H. Anita Durrotul Yatimah Al Hafidzoh
2.
Lurah
Wahid Asyrofudin
Wafiatuzzahro
3.
Wakil Lurah
M habib Alfauzi
Wiji Lestari
4
Sekretaris I
Siti Baroroh
Lutfi
5
Sekretaris I
Durroh karimah
Ahmad Muhibudddin
6
Bendahara Umum
Mamat
-
7
Bendahara I
Kholis
Fiki
8
Bendahara II
Ahmad Kamal
Syarifah


Kepengurusan Departemen : Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB)
No
Nama Pengurus Putra
Nama Pengurus Putri
1.
Rhobit
Vina Himma
2.
Wafa
Wardania Kusuma Dewi FC
3.
Mangruf
-
4.
Sigit
-

2.      Deskripsi Informal
Informal dalam penelitian ini berjumlah 13 orang, terdiri dari 1 departemen pendidikan, 1 Sekertaris, 1 keamanan putra dan 1 keamanan putri , 5 santri putra dan 4 santri Putri. Pengambilan sampel penelitian ini adalah santri mukim, yaitu santri yang menetap dipondok pesantren Al Barokah, informan yang di ambil dari berbagai kelas dan berbagai umur yang mampu memberikan informasi yang mendukung terkait kesetaraan gender dalam penerapan aturan di pondok pesantren Al Barokah. Para informan juga merupakan santri yang sudah pernah melanggar peraturan, sehingga informan mengetahui betul bagaimana cara dan peran pesantren dalam melakukan hukuman yang diberikan kepada pelanggar, khususnya keamanan yang memiliki tugas terpenting dalam menangani keamanan dan ketertiban pondok pesantren.

Berikut ini deskripsi informan yang saya wawancarai :
a.       SAA
Merupakan keamanan kompleks putra, umur 21 tahun, asal Blora, dan tinggal di PP Al Barokah selama kurang lebih 4 tahun. Dia merupakan mahasiswa UGM, jurusan Teknik Fisika. Sekarang SAA berada di kelas 4. SAA merupakan anak yang rajin, tetib dan disiplin, sehingga dia dipercaya untuk menjadi keamanan.
b.      WKDFC
Merupakan keamanan kompleks putra, umur 23 tahun, asal Temanggung, dan tinggal di PP Al Barokah selama kurang lebih 4 tahun. Dia merupakan mahasiswa UNY, jurusan Sastra Inggris. Sekarang dia berada di kelas 3. Dia merupakan anak yang rajin, tegas, dan disiplin sehingga dia dipercaya untuk menjadi keamanan.
c.       AM
Merupakan santri tua di kompleks putra, umurnya 24 tahun, asal bantul dan tinggal di Pondok Pesantren Albarokah ini selama kurang lebih 5 tahun. Dia merupakan mahasiswa S2 UGM  jurusan Matematika. Sekarang AM termasuk kelas 5 di pondok. AM merupakan anak yang pernah melanggar peraturan yaitu pulang tidak izin. Dia merupakan aktivis kampus dengan mengikuti berbagai organisasi. Namun dalam hal ini  dia setuju dengan pembedaan peraturan antara santri putra dan santri putri karena menurutnya santri putri merupakan santri yang perlu dijaga dengan ketat. Dan beranggapan bahwa anak putri belum bisa menjaga dirinya sendiri
d.      AF
Merupakan santri putra kompleks Al Fatih, umur 19 tahun, asal pekalongan dan tinggal di Pondok Pesantren Al Barokah ini selama kurang lebih 1,5 tahun. Dia merupakan mahasiswa UGM  jurusan Biologi. AF merupakan mahasiswa aktif UGM dengan mengikuti organisasi KSH biologi yang membutuhkan waktu banyak untuk meneliti reptile pada malam hari. AF merupakan anak yang pernah melanggar peraturan, seperti jarang mengikuti diniyah, pengajian Mujahadah dan tidak pulang ke pondok selama beberapa hari tanpa izin karena kegiatan dan tugas-tugas kampus. Ia merupakan santri yang setuju denga pembedaan anturan karena menurutnya memang peraturan antara putra dan putri harus dibedakan.
e.       NPA
Merupakan santri putra kompleks Al Fatih, umur 20 tahun, asal Kulon Progo dan tinggal di pondok ini selama kurang lebih 3 tahun. Dia merupakan mahasiswa UNY jurusan Sastra. Sekarang dia menduduki kelas 3 dalam pembelajaran di pondok. Ia adalah mahasiswa aktif yang mengikuti organisasi dalam kampus, seperti Himpunan Mahasiswa dan BEM. Ia merupakan santri yang setuju dengan pembedaan aturan karena menurutnya hal itu dibedakan karena jenis kelamin atau gender.
f.       AB
Merupakan santri putra kompleks Al Fatih, umur 21 tahun, asal Kediri. Dia merupakan mahasiswa UGM. AB merupakan anak yang pernah melanggar peraturan, yaitu dengan pulang telat tanpa izin. Ia pernah mendapatkan hukuman dari keamanan, hukumannya yaitu menulis shalawat. Dia juga merupakan aktivis organisasi kampus dengan mengikuti BEM. Ia merupakan santri yang setuju dengan pembedaan aturan karena menurutnya peraturan santri putra dan putri memang harus dibedakan.
g.      AR
Merupakan santri putra kompleks Al Fatih, umur 18 tahun, asal Kulon Progo dan tinggal di pondok ini belum ada 1 tahun atau bisa disebut santri baru. Dia merupakan mahasiswa UNY jurusan Sastra Indonesia. Sekarang dia menduduki kelas 1 dalam pembelajaran di pondok. AR merupakan anak yang pernah melanggar peraturan, yaitu dengan pulang ke kampung halaman secara diam-diam setiap hari sabtu sampai senin. Dia masih termasuk mahasiswa pasif dalam organisasi, sebab dia merupakan mahasiswa baru dalam universitasnya. Ia juga santri yang setuju dengan pembedaan aturan karena menurutnya pada dasarnya santri putra dan putri tidak bisa disamakan yang disebabkan oleh perbedaan status, peran, kebutuhan, gender, sudut pandang dan ciri fisik tubuh.
h.      ARO
Merupakan santri putrid kompleks el hawa, umur 19 tahun, asal Gunungkidul. Ia merupakan mahasiswa aktif dalam organisasi, dia mengikuti 3 organisasi sekaligus, yaitu Himpunan Mahasiswa, Rohis Fakultas dan KMNU. Penerapan aturan menghambat dia untuk menjadi pengurus di dalam organisasi.  Ia juga merupakan santri yang tidak setuju dengan pembedaan aturan antara putra denga putri, sebab anak putri tidak semuanya lemah.

i.        AMF
Merupakan santri putri kompleks el hawa, umur 21 tahun, asal…  dia merupakan aktivis kampus dengan mengikuti UKM Marching Band. Dia merupakan santri yang tidak setuju deng pembedaan aturan antara santri putra dan santri putri, sebabmenurutnya tidak semua laki-laki memiliki peran yang lebih banyak daripada perempuan. Peraturan yang diterapkan menghambat dia untuk menjadi aktif dan lebih maju. Akhirnya kini dia keluar dari pondok pesantren dan bertempat tinggal di Kos
j.        AY
Merupakan santri putri komplek el hawa, umur 20 tahun, asal temanggung dan tinggal di Pondok Pesantren Al Barokah ini selama kurang lebih 3 tahun. Dia merupakan mahasiswa UGM jurusan Filsafat. AY merupakan mahasiswa pasif dalam organisasi sebab dia mengaku takut akan penerapan peraturan di pondok. Dia juga merupakan salah satu santri yang tidak setuju dengan pembedaan aturan antara santri putra dan santri putri. Menurutnya antara santri putra dan santri putri juga memiliki kesibukan dan kepentingan yang hampir sama, karena sama-sama pelajar juga.
k.      MNC
Merupakan santri putri kompleks el hawa, umur 20 tahun, asal magelang dan tinggal di pondok pesantren Al Barokah ini selama kurang lebih 3 tahun. Ia merupakan santri yang setuju dengan pembedaan aturan antara santri putra dan putri, menurut dia memang wajar santri putra dan putri dibedakan peraturannya. Namun disisi lain terdapat juga ketidaksetujuannya dalam pembedaan aturan pulang kampung yang dimana anak putra bebas pulang kampung lebih dari 3 hari sedangkan anak putri tidak, serta perbedaan dalam perizinan pelaksanaan kegiatan kampus maupun organisasi yang dimana anak putri hanya diizinkan 1 kali dalam 1 bulan untuk mengikuti kegiatan kampus dengan menginap di luar pondok, sedangkan santri putra tidak izin pun tidak masalah. Padahal telah kita tau bahwa memang kita sebagai pelajar juga memiliki kesibukan yang hampir sama.

B.     ANALISIS PEMBAHASAN

1.      Kesetaraan Gender Dalam Penerapan Aturan Dipondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta

Gender merupakan hasil dari suatu konstruksi, baik itu konstruksi sosial maupun konstruksi kultural. Konstruksi sosial memegang peranan yang penting atau subordinasi perempuan sehingga memunculkan suatu realitas sosial laki-laki menguasai dan mendominasi kehidupan, dan perempuan menjadi subordinat dari laki-laki, yang dengannya perempuan menjadi objek untuk dimanipulasi. Konstruksi sosial yang ada di masyarakat memandang bahwa perempuan makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus dan lain sebagainya. Wacana tersebut disosialisasikan dengan berbagai medium dalam kehidupan sehari-hari sehingga terlihat seakan-akan wacana tersebut merupakan cermin dari adanya realitas bahwa perempuan memang lemah dan sebagainya, sedangkan laki-laki telah terkonstruksi sebaliknya. Wacana gender acapkali bermula dari adanya suatu konstruksi yang bias, dimana konstruksi tersebut dilaksanakan dengan sosialisasi peran pada laki-laki dan perempuan. Sosialisasi peran secara langsung berpengaruh terhadap pemahaman akan fungsi, hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Gender bukan sesuatu yang dimiliki sejak lahir atau kodrat seseorang, gender adalah hasil konstruksi sosial yang dapat dibentuk, dimana konstruksi ini terlembagakan melalui struktur-struktur sosial. Gender sangat bergantung pada dimensi-dimensi sosial dan kultural. Sosialisasi peran ini disadari atau tidak telah menjadikan suatu hubungan yang asimetris antara peran laki-laki dan perempuan, perempuan hanya menjadi kanca wingking, tanpa pernah mendapat kesempatan untuk menjadi mitra yang sejajar dan menikmati berbagai fasilitas yang sama dengan laki-laki.

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,. Laki-laki dan perempuan juga sama-sama dapat menikmati perkembangan itu. Kesetaraan gender ini sebagai wujud apresiasi terhadap wanita karena sebenarnya wanita juga memiliki potensi yang setara dengan pria dan dapat diperhitungkan.

Dalam suatu pondok pesantren penerapan aturan santri putra dan santri putri mayoritas memang dibedakan, seperti halnya dalam pondok pesantren Al Barokah, dimana penerapan aturan antara santri putra dan santri putri memiliki persamaan dan perbedaan. Dalam penerapan mengenai kegiatan pondok seperti diniyah, mujahadah, dziba’an dan sewelasan antara santri putra dan santri putri peraturan dan sanksi melanggarpun disamakan, yaitu dengan takzir (hukuman) membaca shalawat, dzikir, surat yasin dan lain-lain. Namun disisi lain terdapat perbedaan penerapan aturan antara santri putra dan santri putri yang menyebabkan kecemburuan sosial yang dialami oleh santri putri . Perbedaan yang ada dianggap sebagai suatu hal yang wajar, karena santri putra dan santri putri peraturannya memang harus dibedakan. Dari pengamatan penulis, kebanyakan narasumber masih salah dalam pemahaman konsep gender, mereka menganggap bahwa gender adalah perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang menjadikan faktor pembedaan tersebut. Mereka masih menganggap bahwa perempuan belum bisa menjaga dirinya sendiri dibandingkan laki-laki.  Perbedaan ini keseluruhan mengarah pada hal perizinan, yaitu meliputi jam pulang malam, perizinan kegiatan sekolah atau kampus dan perizinan pulang. Dari pengamatan dan hasil wawancara penulis dapat dijelaskan bahwa perempuan kurang diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif di luar pondok, misalnya dalam kegiatan organisasi kampus, diskusi kampus, juga rapat dikampus. Terdapat pendiskriminasian terhadap santri putri sehingga santri putri kurang bisa mengembangkan potensi yang mereka miliki, dan kurang berani untuk berperan aktif.
Hal yang paling mendasar dan menjadi tantangan atau keluhan para pelajar putri adalah mengenai perizinan kegiatan, dimana pelajar diperbolehkan mengikuti kegiatan sekolah atau kampus hanya selama 1 hari 1 malam dalam satu bulan dan pulang telat kepondok dengan alasan organisasi diperbolehkan 3 kali dalam 1 minggu. Berbeda dengan santri putra yang dimana peraturan mengenai perizinan kegiatan kampus tidak diterapkan. Dalam hal ini peraturan yang diterapkan oleh keamanan putri dapat menghambat para aktivis muda untuk mengembangkan potensi mereka. Dari penerapan ini para aktivis harus pintar memutar otak dan mengatur jadwal, bahkan ada juga yang memicu mereka untuk melanggar peraturan dan ada juga yang sampai keluar dari pondok karena lebih memberatkan kegiatan kampusnya.

Penerapan ini menyebabkan aktivis perempuan untuk meminimalisir kegiatan diluar pondoknya, seperti yang dilakukan oleh narasumber kami arofah (UNY) , yang dimana dia merupakan aktivis muda yang mengeluti berbagai organisasi, yaitu Himpunan Mahasiswa, Rohis fakultas dan KMNU. Dari berbagai organisasi yang dia ikuti membuatnya untuk mengatur jadwal dalam rapat-rapat dan kegiatan yang lain. Dia sering kali meninggalkan kegiatan salah satu organisasi karena peraturan yang diterapkan pondok. Salah satunya yaitu dalam mengikuti Makrab dan Upgrading yang dimana kegiatan itu dilakukan bersamaan dalam satu bulan di organisasi yang berbeda. Hal itu menyebabkan dia untuk meninggalkan salah satu kegiatannya, karena dalam peraturan telah dijelaskan bahwa untuk mengikuti kegiatan kampus, pelajar hanya diperbolehkan 1 hari1 malam dalam 1 bulan padahal pondok hanya mengizinkan 1 kali mengikuti kegiatan kampus yang bermalam. Dari penerapan aturan ini menghalangi dia untuk menjadi pengurus organisasi KMNU, sebab salah satu syarat untuk menjadi pengurus adalah dengan mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi.

Penerapan ini juga menyebabkan beberapa santri untuk keluar dari pondok pesantren, salah satunya adalah yang dilakukan oleh narasumber kami, AMF yang dimana dia lebih memilih untuk meneruskan organisasi atau UKM nya daripada pondok pesantren Al Barokah. Dia adalah mahasiswa aktif UGM yang mengikuti kegiatan Marching Band. Kegiatan ini memang membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk latihan, juga persiapan lomba. Dia mengaku mengalami kesulitan dalam mengikuti peraturan pondok, sebab UKM yang dia ikuti merupakan UKM aktif  dengan setiap hari latihan sampai malam. Padahal peraturan yang diterapkan pondok adalah 3 kali pulang telat dalam 1 minggu. Hal ini menyebabkan AMF untuk keluar dari pondok Al Barokah dan memilih Kos sebagai tempat tinggal sekarang,

Selain dalam perizinan kegiatan sekolah atau kampus, masih terdapat perbedaan penerapan aturan mengenai perizinan pulang kampung, dimana santri putri memiliki kesempatan pulang selama 3 hari 2 malam dalam 1 bulan (santri Yogyakarta), dan 4 hari 3 malam dalam 1 bulan (selain Yogyakarta) sedangkan santri putra diperbolehkan pulang kampung sampai kepentingan mereka dikampung selesai. Peraturan ini yang menyebabkan kecemburuan sosial yang dialami oleh santri putri, sebab tidak hanya laki-laki yang memiliki kepentingan di kampung halaman, namun perempuanpun juga memiliki kepentingan dan peran di kampung mereka. perbedaan ini dipicu oleh kesalahfahaman seseorang atau masyarakat mengenai sejatinya peran perempuan dan laki-laki. Alasan lainya dalam perbedaan penerapan aturan ini sebab konsep penerapan untuk apa perempuan lama-lama dirumah, dan anggapan bahwa laki-laki memiliki banyak peran dalam keluarga dan lingkungan masyarakat (misal: membantu panen padi, membangun rumah dan lain-lain) daripada perempuan serta dilandasi oleh banyaknya santri putri yang Tahfidz (penghafal Al Quran). Pengasuh mengaku takut apabila santri putri lama-lama dirumah nantinya hafalan yang mereka lakukan menjadi berkurang dan hilang.

1.      Faktor Penyebab Terjadi Pembedaan Penerapan Aturan Di Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta
Faktor penyebab terjadinya perbedaan dikarenakan konsep dari awal seseorang bahwa sejak kecil sosialisasi dalam keluarga yang dimana perbedaan laki-laki dan perempuan sudah membudaya. Masyarakat memandang bahwa perempuan makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus dan lain sebagainya. Hal tersebut disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi peran secara langsung berpengaruh terhadap pemahaman akan fungsi, hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Dan konsep perempuan hanya menjadi kanca wingking merupakan salah satu penyebab ketidaksetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan.

Faktor penyebab terjadinya perbedaan penerapan aturan di pondok pesantren Al Barokah dari hasil pengamatan penulis adalah sebab ketidakbekerjasamanya antara keamanan putra dengan keamanan putri. Keamanan putra membuat peraturan sendiri, begitu pula dengan keamanan putri, dan dari berbagai aturan-aturan yang mereka buat tersebut tidak melibatkan antara perwakilan kemanan putra dan keamanan putri untuk menyepakati bersama peraturan yang dibuat. Dalam hal ini antara keamanan putra dan keamanan putri mengaku bahwa mereka tidak mengetahui spesifikasi mengenai penerapan aturan putra dan putri. Keamanan putrid hanya mengetahui peraturan di santri putri, begitu pula sebaliknya.

Faktor lainnya yaitu mengenai konsep salah yang sudah melekat pada diri seseorang, yaitu mengenai konsep gender itu sendiri. Mayoritas dari mereka masih berpegang teguh dengan konsep bahwa perempuan adalah makhluk yang belum bisa menjaga dirinya sendiri dari pada laki-laki, perempuan merupakan kanca wingking dari laki-laki, pemikiran laki-laki lebih luas dibandingkan perempuan, laki-laki memiliki peran yang lebih banyak daripada perempuan dan konsep bahwa laki-laki memiliki wewenang untuk berwawasan luas di depan umum dibandingkan perempuan. Banyak anggapan bahwa perempuan belum bisa menjaga dirinya sendiri tidak hanya dilontarkan oleh santri putra saja, namun santri putri di pondok Al Barokah ini juga merasakan bahwa mereka belum bisa menjaga dirinya sendiri dibanding dengan laki-laki. Konsep inilah yang justru memperkuat perbedaan penerapan aturan yang ada di pondok Al Barokah.

Faktor pendukung perbedaan penerapan aturan ini juga karena sikap kepasifan para santri putri untuk melakukan pembelaan terhadap diri mereka. Mereka lebih memilih pasrah dengan peraturan yang diterapkan oleh keamanan. Mereka lebih menganggap bahwa itu adalah sebuah kodrat dari Tuhan bahwa memang perempuan lebih lemah dibanding dengan laki-laki dan penafsiran mereka yang dimana perempuan merupakan bagian dari tulang rusuk laki-laki. Konsep ini juga yang memperkuat ketidaksetaraan gender. Hal ini didasari juga sebab kurangnya pendidikan prespektif gender dalam pondok pesantren Al Barokah ini, sebab masih banyak sekali santri, juga pengurus yang belum bisa memahami sepenuhnya konsep gender.

Dari berbagai kejadian yang penulis amati, penerapan aturan dalam pondok pesantren ini masih kurang setara antara santri putra dengan santri putri, sehingga kesetaraan gender dalam penerapan aturan dalam pondok pesantren Al Barokah sangatlah dibutuhkan untuk menerapkan keadilan dan agar tidak terjadi kecemburuan sosial antara santri putri dan santri putra. Maka dari itu sangatlah dibutuhkan pendidikan prespektif gender dalam pondok pesantren untuk membukakan pikiran dan nurani adanya persoalan tersebut. Persoalan gender merupakan persoalan budaya, untuk memahami wacana pendidikan berperspektif gender di pesantren peran kyai, dan juga pengurus sangat dibutuhkan.Wacana pendidikan berperspektif gender di pesantren merupakan suatu konsep untuk menciptakan kesejajaran antara santri laki-laki dan perempuan dalam memperoleh hak dan kedudukan yang sama dalam lingkungan masyarakat.
Sementara itu faktor yang melatarbelakangi kyai tentang perlu adanya membangun pendidikan berperspektif gender di pesantren Al-Barokah ialah :
1.      Faktor Intern
Faktor intern ialah faktor yang berasal dari dalam pondok pesantren Al-
Barokah :
a.       pentingnya pendidikan berprespektif gender
b.      Rendahnya pemahaman santri terhadap prespektif gender
c.       Adanya kesalahfahaman konsep gender oleh santri dan pengurus

2.       Faktor Ekstern
Ialah faktor yang berasal dari luar pondok pesantren Al-Barokah  adalah Kondisi sosial sebagian masyarakat yang partiarkhi di kota yogyakarta, sebagian masyarakat masih menganggap bahwa perempuan hanya perlu bekerja di sektor domestik dari pada publik, ini dibuktikan dengan rendahnya masyarakat untuk menyekolahkan anak perempuan mereka kejenjang yang lebih tinggi.

Dalam Menciptakan Pendidikan Berperspektif Gender di Pesantren,  kyai mempunyai peran yang sangat besar dalam membangun dan mensosialisasikan pendidikan berperspektif gender di pesantren untuk menangulangi kecemburuan sosial yang dirasakan oleh santri putri.










































BAB V
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi ketidaksetaraan gender dalam penerapan aturan di Pondok Pesantren Al Barokah yang disebabkan oleh kurangnya  pemahaman akan konsep gender dan peran laki-laki dengan perempuan. Perbedaan itu terjadi pada penerapan aturan mengenai perizinan kegiatan kampus terbatas, yang menyebabkan santri yang sekaligus aktivis menjadi terhambat kegiatannya, juga pada perizinan pulang kampung, dimana laki-laki diperbolehkan pulang kampung lebih dari 1 minggu, sebab anggapan yang dimana peran kaum laki-laki dibutuhkan dalam keluarga dan masyarakat dibandingkan kaum perempuan. Pengasuh, pengurus dan juga santri sebagian besar masih beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda yang dilandaskan dari jenis kelamin mereka. Sebab sejak kecil dalam keluarga telah disosialisasikan tentang perbedaan laki-laki dan perempuan yang sampai saat ini masih membudaya. Masyarakat memandang bahwa perempuan makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus serta konsep adanya perempuan hanya menjadi kanca wingking merupakan salah satu penyebab ketidaksetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini diperlukan pendidikan prespektif gender dalam pondok pesantren Al Barokah, agar terjadi kesetaraan yang seharusnya disetarakan dan kaum perempuan tidak merasa terdeskriminasi.

B.     SARAN
Diperlukannya pendidikan prespektif gender untuk pengasuh, pengurus dan juga santri agar mereka faham akan konsep gender sebenarnya. Pendidikan ini bertujuan untuk menyetarakan penerapan aturan yang seharusnya setara dan mencegah kecemburuan sosial kaum perempuan.


  
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Pers
Denim, Sudarwan. 2002. MenjadiPenelitiKualitatif. Bandung: Pustaka        Setia
Fakih, Mansour. 2006. Analisis Gender dan Transformatif Sosial.    Yogyakarta:    Pustaka Pelajar
Drs. Hasbullah.1996. Kapita Selesta Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Haidar Putra Daulay.2001 Historitas Dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Mastuhu.1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu kajian Tentang Unsur Dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren.Jakarta: INIS
Nasution.1998.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : Tarsito
Modul Lokakarya, Manajemen Berbasis Madrasah, (MBM) Berkesetaraan, PSG IAIN
Walisongo Semarang, 4-7 Januari 2008, hlm. 29.
Sudarta, Wayan, Makalah Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999.
Raharjo, Dawam, Pergolakan Kaum Santri, Jakarta: P3M, 1995.
Muthali’in, Achmad, Bias Gender dalam Pendidikan, Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2001.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta,2002, Edisi V.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar