KESETARAAN GENDER DALAM PENERAPAN
ATURAN DI PONDOK PESANTREN AL BAROKAH YOGYAKARTA
Dosen Pembimbing
: Prof. Dr. Farida Hanum
![]() |
Di Susun Oleh :
Rini
Arofah Nurjannah (14413244006)
Pendidikan Sosiologi A
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan
penelitian yang berjudul “Kesetaraan Gender dalam Penerapan Aturan di Pondok Pesantren
Al Barokah Yogyakarta” ini tepat pada waktunya.
Tidak
lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan kepada kami, diantaranya :
1. Prof.
Farida Hanum selaku dosen pengampu mata kuliah sosiologi gender
2. K.H
Rosim Al Fatih selaku pengasuh Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta
3. Ayah dan
Ibunda tercinta yang telah bersusah payah memberi motivasi dan
dukungan
tanpa kenal lelah, ridhamu adalah semangat hidupku.
4. Keamanan
santri putra dan santri putri yang telah bekerjasama dalam memperlancar
penelitian ini
5. Teman-teman
santri putra dan santri putri yang telah bekerjasama dalam penyelesaian
penelitian ini.
Penulis
menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis, sangat
memohon masukan yang konstruktif demi perbaikan laporan penelitian ini ini.
Semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Yogyakarta , 10 Desember 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................... ……
…… iii-iv
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ....................................................................................... 1-2
B. Identifikasi
Masalah ................................................................................................. 3
C. Pembatasan
Masalah ................................................................................................ 3
D. Rumusan
Masalah .................................................................................................... 3
E. Tujuan
Penelitian .................................................................................................... 3
F. Manfaat
penelitian .................................................................................................. 4
BAB
II KAJIAN TEORI
A. Konsep
Gender ....................................................................................................... 5
1. Gender
dan Jenis Kelamin .................................................................................. 5
2. Kesetaraan
Gender ........................................................................................... 6
B. Penerapan
Aturan ................................................................................................... 6
1. Peraturan ............................................................................................................ 7
2. Hukuman ........................................................................................................... 7
C. Pondok
Pesantren ................................................................................................... 9
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian ............................................................................................. 10
B. Setting
Penelitian ......................................................................................... 10
C. Teknik
Pengumpulan Data ........................................................................... 10
D. Teknik
Analisis Data ........................................................................................ 11
E. Teknik
Validasi Data ...................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi
Lokasi dan Informal ........................................................................ 14
1. Deskripsi
Lokasi ....................................................................................... 14
2. Deskripsi
Informal ..................................................................................... 24
B. Analisis
dan Pembahasan ................................................................................. 24
1. Kesetaraan
Gender dalam Penerapan Aturan di Pondok
Pesantren
Al
Barokah Yogyakarta ............................................................................. 24
2. Faktor
Penyebab Terjadinya Perbedaan Penerapan Aturan di Pondok
Pesantren
Al Barokah Yogyakarta ............................................................. 27
BAB
V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 30
B. Saran ............................................................................................................... 30
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Kaum perempuan
seringkali kurang mendapatkan kesempatan yang cukup untuk berkiprah dalam
kehidupan sosial bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terjadi karena
masih lekatnya ketidakadilan gender dalam masyarakat yang terjelmakan dalam
marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan yang
bersifat menyepelekan (tidak penting) kepada kaum perempuan, bahkan kekerasan (violence)
termasuk pekerjaan yang lebih banyak . Mengapa terjadi perbedaan gender? karena
oleh banyak hal diantaranya : dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran keagamaan maupun
negara. Bentuk ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah-pisahkan antara
satu dengan yang lain, karena saling berhubungan, serta saling mempengaruhi
secara dialektis.Misalnya marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi
karena stereotipe tertentu atas kaum perempuan bahwa perempuan itu lemah
dan tenaganya murah, yang semuanya itu justru ikut mendukung kepada
subordinasi, kekerasan kepada perempuan, yang akhirnya tersosialisasikan ke
dalam keyakinan, ideologi dan visi kaum perempuan itu sendiri.
Saat ini perkembangan zaman semakin modern dan
menuntut semua masyarakat untuk hidup berkembang begitu pula dengan perempuan.
Ajaran tentang kesetaraan gender menjadi hal yang penting agar perempuan juga
mampu memiliki posisi yang tidak terdiskriminasi. Kesetaraan dapat diartikan
sebagai keadilan. Keadilan secara umum didefinisikan sebagai “menempatkan
sesuatu secara proporsional” dan “memberikan hak kepada pemiliknya”. Definisi
ini memperlihatkan kesetaraan gender selalu berkaitan dengan pemenuhan hak seseorang
atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena hak itu ada dan
menjadi miliknya. Kesetaraan gender sendiri dapat diartikan sebagai keadilan
atau persamaan antara hak kaum perempuan dengan laki-laki. Ketidakadilan gender
ini timbul karena adanya ketidakpuasan oleh pihak perempuan. Para perempuan
merasa ditindas dan termarjinalisasi oleh kaum laki-laki. Mereka tidak diberi
tempat atau kesempatan di area publik. Saat ini masih saja banyak anggapan dari
masyarakat yang menganggap perempuan berada di posisi rendah. Perempuan
memiliki posisi yang jauh dibawah laki-laki dan perempuan dianggap tidak mampu
untuk berperan banyak dalam kehidupan bermasyarakat.
Fenomena
yang terjadi di pondok pesantren pada umumnya menerapkan bahwa laki-laki dan
perempuan mengalami pembedaan dalam masalah penerapan aturan padahal
sesungguhnya antara laki-laki dengan perempuan memiliki kedudukan dan hak yang
sama dimata hukum. Apalagi di dalam lembaga pendidikan, dalam lembaga
pendidikan secara umum penerapan peraturan antara laki-laki dan perempuan
disamakan atau tidak memihak salah satu.
Sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan potensi diri, untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan, namun pada kenyataannya sebagian masyarakat
berpendapat bahwa peserta didik laki-laki memiliki tingkat peraturan yang
rendah dibandingkan dengan perempuan yang diberlakukan seperti mengekang atau
menindas. Masyarakat beranggapan bahwa perempuan merupakan makhluk lemah yang
harus dijaga dan diketati dalam peraturan, sedangkan laki-laki merupakan
makhluk yang kuat, yang dimana dia bisa menjaga dirinya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Konsep inilah yang menyebabkan ketidakadilan atau ketidaksetaraan
gender dalam penerapan aturan dalam lembaga pendidikan. Salah satu contohnya
yaitu fenomena yang terjadi di Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta yang
dimana santri laki-laki memiliki
penerapan aturan yang berbeda dengan santri perempuan. Seperti penerapan aturan
dalam meninggalkan pondok yang dimana santri laki-laki diperolehkan untuk
meninggalkan pondok tanpa kabar selama tiga hari, namun perempuan dilarang
meninggalkan pondok tanpa kabar walaupun hanya sehari semalam. Padahal dalam
hal ini status perempuan dan laki-laki itu sama yaitu sebagai seorang santri
(peserta didik) dan pondok pesantren berfungsi untuk melindungi dan
mengendalikan santri serta memiliki tanggung jawab penuh akan semua santri
tanpa membedakan santri putra dan putri karena sebenarnya tidak semua santri
putra bisa menjaga dan mengendalikan dirinya sendiri.
Bertitik tolak dari fenomena tersebut, perlu kiranya
dikaji secara mendalam untuk mendapatkan hasil obyektif dengan memakai
pendekatan ilmiah. Untuk itu penulis mencoba mengkaji persoalan diatas secara
sistematis, dengan membuat penelitian yang berjudul Kesetaraan Gender dalam
Penerapan Aturan Di Pondok Pesantren (studi kasus : Pondok Pesantren Al Barokah
Yogyakarta).
2.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka
dapat diIdentifikasi beberapa masalah, antara lain :
a. Perempuan
masih dianggap lemah
b. Aplikasi
kesetaraan gender masih rendah
c. Terjadi
kesenjangan penerapan aturan dalam pondok pesantren
3.
Pembatasan
Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi
masalah diatas, maka peneliti perlu membatasi masalah penelitian yaitu dengan
memfokuskan pada kesenjangan penerapan aturan dipondok pesantren al barokah
Yogyakarta.
4.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut diatas maka
didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana
kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren Al Barokah
Yogyakarta?
b. Apa
faktor penyebab terjadi pembedaan penerapan aturan di pondok pesantren Al
Barokah Yogyakarta?
5.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk
mengetahui kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren Al
Barokah Yogyakarta.
b. Untuk
mengetahui faktor penyebab pembedaan aturan di pondok pesantren Al Barokah
Yogyakarta.
6.
Manfaat
penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a. Peneliti
Penelitian
ini bermanfaat untuk menerapkan teori yang telah didapat didalam perkuliahan
serta mampu melihat realita permasalahan sosial dan serta bermanfaat untuk
menambah pengetahuan dalam pengalaman sebagai bekal untuk terjun ke dalam
lingkungan masyarakat.
b. Pembaca
Melalui
penelitian ini diharapkan pembaca memperoleh informasi mengenai kesetaraan
gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren.
c. Masyarakat
umum
Dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kesetaraan
gender dalam penerapan aturan dipondok pesantren dan dapat memberikan perhatian
terhadap fenomena sosial yang terdapat dalam lingkungan sosial.
d. Pengasuh
pondok pesantren
Dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap pengasuh pondok
untuk menerapkan peraturan sesuai dengan penerapan aturan didalam lembaga
pendidikan pada umumnya.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
1.
Konsep Gender
1.1 Gender dan Jenis Kelamin (Seks)
Untuk memahami konsep gender harus dibedakan
terlebih dahulu antara kata gender dan kata seks (jenis kelamin). Sebab sering
sekali terjadi kekeliruan pemahaman dan pencampuradukan kedua konsep tersebut
sebagai sesuatu yang tunggal, yang akan melanggengkan ketimpangan dan
ketidakadilan. Pengertian seks (jenis kelamin) merupakan pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki
jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma dan perempuan memiliki alat
reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur,
memiliki vagina dan mempunyai alat untuk menyusui. Alat-alat ini secara
biologis atau sering disebut sebagai ketentuan Tuhan atau "kodrat".
Sedangkan gender mengacu pada identitas sosial yang mengandung peranan yang
harus dilakukan oleh seseorang karena jenis kelamin mereka, dimana peranan
tersebut sesuai dengan konstruksi sosial maupun cultural. Gender adalah suatu
sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan, yang dimana perubahan
cirri-ciri dan sifat dapat terjadi dari satu waktu ke waktu yang lain, dari
satu tempat ke tempat yang lain, dan dari kelas sosial yang satu ke kelas
sosial yang lain. Konstruksi sosial dalam masyarakat memandang bahwa perempuan
adalah makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus dan lain-lain dari
wacana tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian gender adalah perbedaan
perlakuan dan peranan terhadap laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi
sosial yaitu perbedaan yang bukan karena kodrati atau ciptaan Tuhan. Melainkan
diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial budaya yang panjang
1.2 Kesetaraan Gender
Kesetaraan
gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya,. Laki-laki dan perempuan juga sama-sama dapat menikmati perkembangan
itu. Kesetaraan gender ini sebagai wujud apresiasi terhadap wanita karena
sebenarnya wanita juga memiliki potensi yang setara dengan pria dan dapat
diperhitungkan..
2.
Penerapan
Aturan
2.1 Peraturan
Peraturan adalah pola yang diterapkan untuk mengatur
tingkah laku seseorang. Fungsi peraturan ada dua, yaitu pertama peraturan yang
mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku
yang disetujui anggota kelompok tersebut. Kedua , peraturan membantu mengekang
perilaku yang tidak diinginkan. (B Hurlock, 1993: 85). Tentunya fungsi ini
untuk mencegah terjadinya penyimpangan
atau pelanggaran pada anak didik.
Hal ini senada dengan tujuan pendidikan UU No. 20 tahun 2003 yaitu :
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.”
Berdasarkan pernyataan diatas menunjukkan bawasanya
pendidikan berfungsi tidak hanya memberi ilmu pengetahuan melainkan
pengendalian diri bagi para siswanya salah satunya melalui alih nilai. Alih
nilai yang dimaksud yaitu menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral,
diantaranya melalui spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta memiliki
keterampilan terhadap anak didik. Untuk mendukung terwujudnya proses pendidikan
yang efektif lembaga pendidikan memberlakukan peraturan yang berfungsi sebagai
pengendalian sosial terhadap siswanya dalam mengatur semua aktivitas mereka.
2.2.Hukuman
Hukuman berasal dari bahasa latin, punier yang
berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan,
pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Fungsi hukuman sendiri ada tiga
yaitu : pertama, ialah menghalangi penggulangan tindakan yang tidak diinginkan
oleh masyarakat. Kedua, hukuman berfungsi untuk mendidik, artinya anak dapat
belajar dan membedakan mana yang baik dan mana yang salah ketika mereka
berperilaku. Ketiga, memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak
diterima masyarakat (B. Hurlock, 1993 : 86-87).
Hukuman atau sanksi ini bertujuan untuk memberi efek
jera pada pelaku penyimpangan. Sanksi merupakan bentuk penderitaan, kerugian,
beban berat yang sengaja dibuat oleh lembaga tertentu untuk memaksa anggotanya
untuk taat pada norma dan aturan yang ada. Ada tiga sanksi yang digunakan
didalam usaha menciptakan tertib sosial, yaitu :
1.
Sanksi fisik,
yaitu saknsi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran berupa penderitaan fisik,
misalnya didera, dipenjara, diikat, dijemur dibawah matahari, tidak diberi
makan, dihukum mati dan sebagainya.
2.
Sanksi
psikologis, merupakan beban penderitaan yang diberikan pada pelaku pelanggaran
dengan beban kejiwaan, seperti dipermalukan dimuka umum, disebar luaskan aib
tentang peelaku pelanggaran, dicopot pangkatnya dan lain-lain.
3.
Sanksi
ekonomik, merupakan beban yang diberikan pada pelaku pelanggaran berupa
penyitaan barang atau denda, membayar ganti rugi dan lain-lain. (M. setiadi dan
usman kolip, 2011:257)
3.
Pondok
Pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya tempat belajar
para santri. Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam
Indonesia yang bertujuan untuk mendalam ilmu agama Islam, dan
mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (tafaqquh fiddîn)
dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Adapun definisi
lain dari pesantren yaitu lembaga pendidikan
Islam untuk memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddîn) dengan menekankan
pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat
sehari-hari diselenggarakan bentuk asrama yang merupakan komunitas tersendiri di
bawah pimpinan
kyai atau ulama dibantu oleh seorang atau beberapa
orang ulama dan atau para ustadz yang hidup bersama di tengah-tengah
para santri dengan masjid atau surau sebagai pusat kegiatan peribadatan
keagamaan, gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat
kegiatan belajar mengajar, serta pondok-pondok sebagai tempat tinggal para
santri, selama24 jam. Masa ke masa mereka hidup kolektif antara kyai, ustadz,
santri dan para pengasuh pesantren lainnya sebagai satu keluarga besar.
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan
islam tertua di Indonesia. Keberadaan
pondok pesantern tak lepas dari hubungan masuknya islam ke Indonesia yaitu pada
zaman walisongo. Islam masuk keindonesia disebarkan oleh syaikh maulana malik
Ibrahim yang dikenal dengan syaik hindinesua magribi dari Gujarat, india. Ia
dianggap sebagai peletak utama sendi-sendi berdirinya pesantren. Sedangkan
raden rahmat atau sunan ampel yang merupakan anak dari syaikh maulana malik
Ibrahim adalah pendiri pertama adanya pesantren di Indonesia yang diberi nama
pesantren kembang kuning Surabaya (Qomar, 2005)
Pesantren menurut
zamakhsyari dhofier berasal dari kata santri yang mempunyai awalan pe dan
akhiran an yang berarti tempat belajar para santri. Sedangkan kata pondok
berasal dari kata funduq (bahasa arab) yang berarti hotel atau asrama, pondok
biasanya identik dengan sebuah rumah yang terbuat dari bamboo (dhofier, 1994).
Pondok pesantren memiliki beberapa elemen penting diantaranya ada masjid, kyai,
pondok atau asrama, santri, dan kitab-kitab islam klasik (dhoifer, 1994).
a.
Pondok
Pada dasarnya merupakan
asrama pendidikan islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan
belajar dibawah bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan
“kyai”.
b.
Kyai
Merupakan elemen yang
terpenting dalam pesantren ia seringkali bahkan merupakan pendirinya.
c.
Masjid
Merupakan elemen yang
tak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap tempat paling tepat untuk
mendidik para santri terutama praktik sembahyang lima waktu dan pengajaran
kitab-kitab klasik.
d.
Santri
Orang yang belajar di
pesantren, yang terdiri dari dua tipe yaitu : santri mukim dan santri kalong.
Santri mukim merupakan santri yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap kelompok di pesantren, sedangkan santri kalong ialah santri yang
berada di daerah pesantren yang mengikuti pelajaran di pesantren dan mereka
dari rumahnya sendiri.
e.
Pengajaran kitab-kitab klasik
Pengajaran klasik
terutama karangan ulama ulama yang menganut paham syafiiah merupakan pengajaran
formal yang diberikan dipesantren
Pondok pesantren
menurut daulah (2009) mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam dunia
pendidikan untuk membangun karakter santri yang berjiwa islami. Salah satu
fungsinya adalah sebagai media pendidikan yaitu pesantren bertanggung jawab
untuk membantu setiap individu menjadi manusia yang berkepribadian secara utuh,
yaitu pribadi yang intelektual, berakhlak mulia, beriman, kreatif, dan
inovatif. (Dikutip dari Inayah, 2012:219).
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
1.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam konteks ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Menurut Meleong, pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu pendekatan
penelitian dengan data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka. Penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati
orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, belajar memahami bahasa
dan berbagai hal yang terdapat disekitarnya.
Penelitian
ini mengambarkan tentang kesetaraan gender dalam penerapan aturan dipondok
pesantren sesuai dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya berdasarkan data
yang dikumpulkan dari hasil pengamatan, catatan lapangan, wawancara, observasi
dan hasil data dokumentasi.
2.
Setting
Penelitian
Penelitian
tentang “Kesetaraan Gender dalam Penerapan Aturan Di Pondok Pesantren”
dilakukan di Pondok Pesantren Al Barokah ,Jalan Gotongroyong TR II/1107,
Blunyahrejo, Karangwaru,Yogyakarta. Alasan peneliti memilih tempat tersebut
karena ingin melihat penerapan aturan santri putra dan santri putri yang
terdapat di pondok pesantren tersebut.
3.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan
permasalahan penelitian, untuk memperoleh data-data yang ada dilapangan. Data
penelitian ini diperoleh melalui teknik :
a. Observasi
Observasi
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati suatu
fenomena yang terjadi. Dengan melakukan observasi diharapkan diperoleh data
yang sesuai atau relevan dengan topic penelitian. Observasi digunakan untuk
mempermudah pengamatan kejadian yang sebenarnya mengenai kesetaraan gender
dalam penerapan aturan di pondok pesantren.
b. Wawancara
Wawancara
adalah pengambilan data dengan sistem proses Tanya jawab yang dilakukan oleh
pewawancara kepada narasumber untuk memperoleh informasi secara lengkap. Tujuan
wawancara ini agar peneliti memperoleh informasi secara akurat dan
sebanyak-banyaknya terkait dengan tema penelitian yang diangkatnya.
Pada
penelitian ini peneliti menggali terkait kesetaraan gender santri putra dan
santri putri di pondok al barokah yaitu dengan nenanyakan penerapan aturan yang
terdapat di pondok tersebut. Dalam penelitian ini narasumber kami adalah Pengasuh
pondok, pengurus Putra, Pengurus Putri, Santri Putra, Santri putri dan Tukang
Masak.
c. Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan data yang diambil sebagai penunjang penelitian meliputi materi atau
bahan seperti fotografi, video, film, memo, surat, diary, rekaman kasus klinis,
dan sebagainya (chony, 2012). Tujuan adanya data berupa dokumentasi adalah
sebagai bukti atau pendukung penting terkait untuk menggali lebih dalam
informasi yang terjadi dimasa silam dalam pondok pesantren. Seperti adanya
kegiatan-kegiatan yang ada dipondok pesantren al barokah beserta foto-foto yang
dilakukan, catatan pelanggaran, teks peraturan pondok pesantren tertulis
seperti peraturan pelanggaran ringan, sedang, berat, serta peraturan perizinan,
dan lain-lain.
4.
Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data adalah proses penyerderhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diimplementasikan. Analisis data kualitatif yang digunakan adalah adalah secara interaktif dan berlangsung
secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh (dikutip dari
sugiyono, 2011:246). Yang terdiri dari :
a. Pengumpulan
data
Pengumpulan
data penelitian maksudnya adalah sebagai pencatatan peristiwa dari sebagian
atau seluruh elemen populasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data yang diperoleh dari hasil observasi
dilapangan, wawancara dengan narasumber serta data-data dokumentasi yang
terkait dikumpulkan dan dianalisis. Peneliti pada tahap pengumpulan data
melakukan observasi lapangan terlebih dahulu sebelum kemudian dilanjutkan
dengan wawancara dengan memilih informan yang sesuai ada hubungannya dengan
tema yang diangkat. Setelah wawancara peneliti mengumpulkan data-data yang ada
yang tentunya data-data tersebut dibutuhkan dan bermanfaat bagi tema
penelitian. Dokumentasi bermanfaat bagi peneliti sebagai bukti otentik yang
nyata untuk memperkuat hasil penelitian.
b. Reduksi
data
Reduksi
data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul catatan-catatan tertulis
dilapangan. Disini peneliti melakukan pengkodingan pada hasil
5.
Teknik
Validasi Data
Teknik
yang digunakan agar data dapat dikatakan valid dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangualasi sumber. Triangsulasi
sumber mengarahkan peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan beragam sumber
yang tersedia, untuk menggali data yang sejenis, peneliti bisa memperoleh dari
narasumber, dari kondisi lokasi, dari aktivitas yang menggambarkan perilaku
orang atau warga masyarakat, atau dari sumber berupa catatan atau arsip yang
berkaitan dengan data peneliti (Sutopo, 1996: 71-72).
Peneliti
dalam penelitian ini akan mengumpulkan sumber terkait dengan penelitian seperti
peraturan tertulis pondok pesantren al barokah, foto-foto kegiatan atau
aktivitas rutin, kondosi lokasi yang dilihat, wawancara dengan santri sebagai
responden, dengan keamaan komplek putra dan putrid, pengurus, serta Ustadz atau
guru yang mengajar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI
LOKASI DAN INFORMAN
1. Deskripsi
Lokasi Penelitian
a. Deskripsi
Pondok Pesantren Al Barokah
Pondok pesantren Al Barokah merupakan
pondok pesantren yang berbasis salaf. Cirri utama pelajaran yang dikaji Adalah
kitab-kitab Islam Klasik dari abad pertengahan, yang mana pondok pesantren
salaf fokus kepada ilmu alat (tata bahasa arab). Pondok ini terletak kurang
lebih 1 km arah selatan Tugu Jogja, tepatnya di Jalan Gotong Royong, TR
II/1107, Blunyahrejo, Karangwaru, Yogyakarta. Dilihat dari letak geografis,
lingkungan yang mengelilingi pondok pesantren Al Barokah sebagaian besar adalah
perumahan penduduk.
Pondok pesantren ini di
Asuh oleh KH. Rosim Al Fatih, Lc lahir di Wonosobo Jawa Tengah pada tahun 1956
sebagai putra pertama dari Almarhum KH. Muhson dan Nyai Anita Durotul Yatimah,
putrid dari Al Maghfutlah KH. Zamruddin (PP. Al-Falahiyah) Mlangi, Gamping,
Sleman, DIY.
Tujuan dari pendirian pondok pesantren
Al Barokah adalah:
1) Membentuk,
dan mengembangkan generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
berakhlak mulia dan beramal sholih.
2) Menegakkan dan menyebarkan agama islam yang
murni dengan menempuh manhaj Ahl al sunnah wal jama;ah dalam wadah negara
kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan pancasila.
3) Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui pendekatan dan pengkajian bidang
keagamaan, kebudayaan dan IPTEK.
b. Deskripsi
pengajar atau Ustadz Pondok Pesantren Al Barokah
Pengajar di pondok pesantren Al Barokah
mayoritas merupakan santri tua dan santri alumni pondok pesantren tersebut.
Mereka yang telah selesai mengaji, mengabdikan diri menjadi pengajar di Al
Barokah. Mayoritas latar belakang mereka adalah mahasiswa dari Universitas yang
ada di Yogyakarta. Mereka mengajar sembari melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi ataupun sambil bekerja diluar pondok pesantren. Jumlah pengajar yang ada
di Al barokah saat ini berjumlah 32 orang.
c. Deskripsi
Santri Pondok Pesantren di Al Barokah
Santri pondok pesantren Al Barokah
merupakan santri yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda serta
berlatar belakang pelajar atau mahasiswa dari berbagai Universitas yang ada di
Yogyakarta, seperti MAN 1 Yogyakarta, MAN 3 Yogyakarta, SMA 11 Yogyakarta, UIN,
UGM, UNY, UAD, UST, UTY dan lain-lain. Jumlah santri yang belajar dan mukin di
Pondok Pesantren Al Barokah pada tahun 2015/2016 ini ada 325 orang. Jumlah ini
merupakan jumlah yang besar untuk pesantren yang terbilang kecil. Berikut
rinciannya :
Table
1
Keadaan
Santri Pondok Pesantren Al Barokah
Tahun
Ajaran 2015/2016
NO
|
Kelas
|
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
|
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
||
1.
|
SLTP
|
27
|
33
|
60
|
|
SLTA
|
30
|
35
|
65
|
|
Kuliah
|
93
|
107
|
200
|
|
Jumlah
|
150
|
175
|
325
|
(Dokumentasi pondok pesantren, diambil
pada 12 desember 2015
d. Deskripsi
penerapan aturan dipondok pesantren Al Barokah
PERATURAN
SANTRI PUTRI
No.
|
Kegiatan
|
Peraturan
|
Pelanggaran
|
Sanksi
|
1.
|
Jam malam
Curfew
|
Pukul 18:10 sudah
berada di PP Al Barokah
Izin terlambat
maksimal pukul 17:30
|
Pulang lebih dari
pukul 18:10 tanpa izin
Seminggu maksimal 3 kali
|
Di waktu yang
ditentukan, membaca paket solawat sebanyak tujuh kali di aula, berdiri,
disimak pengurus
Alasan baterai habis, pulsa habis, tidak ada sinyal,
masih kuliah, dan alasan klise lain tidak akan diterima
Jika lebih dari 17:30 izin belum diterima dan pulang
terlambat, maka takzir seperti yang diberlakukan pada yang tidak izin
|
3.
|
Diniyah
|
Mengikuti diniyah
dengan bahagia dan bersemangat
Mengenakan
rok/sarung panjang, jilbab, dan baju yang tidak menerawang
Baju menutup
pantat dan tidak ketat
|
Tidak izin ke
Pendidikan
Memakai baju di
luar ketentuan yang disebutkan
Non-seragam
sekolah
Non-kaos (kaos
muslimah boleh, ketentuan seperti tabel di kiri)
|
Dari Pendidikan
|
4.
|
Mujahadah
|
Sudah di aula
sebelum pemimpin mujahadah mengawali mujahadah
Memakai pakaian
yang ditentukan
|
Terlambat tanpa
izin
Tidak memakai
baju yang ditentukan
Tidak mengikuti
mujahadah tanpa izin
Tidak mengikuti
mujahadah tanpa izin 3x berturut-turut
|
Membantu piket
masak pada bulan itu sebanyak mujahadah yang ditinggalkan
Dikeluarkan dari
PP Al Barokah
|
5.
|
Perizinan pulang
dan/atau kegiatan kampus
per bulan
|
Bagi Yogyakarta,
eks-Karesidenan Kedu kecuali Kebumen, pulang per bulan satu kali,
3 hari 2 malam
Di luar daerah
itu,
4 hari 3 malam
Berangkat ke
rumah paling pagi setelah solat subuh di pondok
Izin kegiatan menyertakan surat
1 hari 1 malam
Pulang ke pondok
paling sore seperti ketentuan jam malam
|
Terlambat tanpa
izin
Izin maksimal
sehari sebelum jatah pulang ke pondok
Alasan tidak usah
diada-adakan, dibuat-buat
|
Per harinya denda
1 sak semen atau Rp 51.000,00
|
6.
|
Perizinan pulang
libur semester
|
Pulau Jawa
7 hari 6 malam
Luar pulau Jawa
10
ari 9 malam
|
|
|
PERATURAN SANTRI PUTRA
Kegiatan
|
Peraturan
|
Pelanggaran
|
Sanksi
|
Diniyah
|
Mengikuti diniyah
dengan bahagia dan bersemangat
Mengenakan
rok/sarung panjang, jilbab, dan baju yang tidak menerawang
Baju menutup
pantat dan tidak ketat
|
Tidak izin ke
Pendidikan
Memakai baju di
luar ketentuan yang disebutkan
Non-seragam
sekolah
Non-kaos (kaos muslimah
boleh, ketentuan seperti tabel di kiri)
|
Dari Pendidikan
|
Mujahadah
|
Sudah di aula
sebelum pemimpin mujahadah mengawali mujahadah
Memakai pakaian
yang ditentukan
|
Terlambat tanpa
izin
Tidak memakai
baju yang ditentukan
Tidak mengikuti
mujahadah tanpa izin
Tidak mengikuti
mujahadah tanpa izin 3x berturut-turut
|
Membantu piket
masak pada bulan itu sebanyak mujahadah yang ditinggalkan
Terlambat:
membaca paket solawat 7x di aula, disimak pengurus
Dikeluarkan dari
PP Al Barokah
|
Perizinan pulang
dan/atau kegiatan kampus
per bulan
|
Bagi Yogyakarta,
eks-Karesidenan Kedu kecuali Kebumen, pulang per bulan satu kali
Izin kegiatan menyertakan surat
|
Terlambat tanpa
izin
|
|
e. Deskripsi
Kepengurusan Pondok Pesantren Al Barokah
![]() |
|||
![]() |
Bagan
4. Struktur Organisasi Pengurus Putra Putri Pondok Pesantren Al Barokah
Yogyakarta Periode 2015/2016
Adapun anggota
dalam format struktur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel
4
Susunan
pengurus putra dan putri Pondok Pesantren Al Barokah
No
|
JABATAN
|
Nama Pengurus Putra
|
Nama Pengurus Putri
|
1
|
Pengasuh
|
K.H RosimAl Fatih L.c
|
H. Anita Durrotul Yatimah Al Hafidzoh
|
2.
|
Lurah
|
Wahid Asyrofudin
|
Wafiatuzzahro
|
3.
|
Wakil Lurah
|
M habib Alfauzi
|
Wiji Lestari
|
4
|
Sekretaris I
|
Siti Baroroh
|
Lutfi
|
5
|
Sekretaris I
|
Durroh karimah
|
Ahmad Muhibudddin
|
6
|
Bendahara Umum
|
Mamat
|
-
|
7
|
Bendahara I
|
Kholis
|
Fiki
|
8
|
Bendahara II
|
Ahmad Kamal
|
Syarifah
|
Kepengurusan Departemen
: Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB)
No
|
Nama
Pengurus Putra
|
Nama
Pengurus Putri
|
1.
|
Rhobit
|
Vina
Himma
|
2.
|
Wafa
|
Wardania
Kusuma Dewi FC
|
3.
|
Mangruf
|
-
|
4.
|
Sigit
|
-
|
2. Deskripsi
Informal
Informal dalam penelitian ini berjumlah 13 orang, terdiri
dari 1 departemen pendidikan, 1 Sekertaris, 1 keamanan putra dan 1 keamanan
putri , 5 santri putra dan 4 santri Putri. Pengambilan sampel penelitian ini
adalah santri mukim, yaitu santri yang menetap dipondok pesantren Al Barokah,
informan yang di ambil dari berbagai kelas dan berbagai umur yang mampu
memberikan informasi yang mendukung terkait kesetaraan gender dalam penerapan
aturan di pondok pesantren Al Barokah. Para informan juga merupakan santri yang
sudah pernah melanggar peraturan, sehingga informan mengetahui betul bagaimana
cara dan peran pesantren dalam melakukan hukuman yang diberikan kepada
pelanggar, khususnya keamanan yang memiliki tugas terpenting dalam menangani
keamanan dan ketertiban pondok pesantren.
Berikut
ini deskripsi informan yang saya wawancarai :
a. SAA
Merupakan
keamanan kompleks putra, umur 21 tahun, asal Blora, dan tinggal di PP Al
Barokah selama kurang lebih 4 tahun. Dia merupakan mahasiswa UGM, jurusan
Teknik Fisika. Sekarang SAA berada di kelas 4. SAA merupakan anak yang rajin,
tetib dan disiplin, sehingga dia dipercaya untuk menjadi keamanan.
b. WKDFC
Merupakan
keamanan kompleks putra, umur 23 tahun, asal Temanggung, dan tinggal di PP Al
Barokah selama kurang lebih 4 tahun. Dia merupakan mahasiswa UNY, jurusan
Sastra Inggris. Sekarang dia berada di kelas 3. Dia merupakan anak yang rajin,
tegas, dan disiplin sehingga dia dipercaya untuk menjadi keamanan.
c. AM
Merupakan
santri tua di kompleks putra, umurnya 24 tahun, asal bantul dan tinggal di
Pondok Pesantren Albarokah ini selama kurang lebih 5 tahun. Dia merupakan mahasiswa
S2 UGM jurusan Matematika. Sekarang AM
termasuk kelas 5 di pondok. AM merupakan anak yang pernah melanggar peraturan
yaitu pulang tidak izin. Dia merupakan aktivis kampus dengan mengikuti berbagai
organisasi. Namun dalam hal ini dia
setuju dengan pembedaan peraturan antara santri putra dan santri putri karena
menurutnya santri putri merupakan santri yang perlu dijaga dengan ketat. Dan
beranggapan bahwa anak putri belum bisa menjaga dirinya sendiri
d. AF
Merupakan
santri putra kompleks Al Fatih, umur 19 tahun, asal pekalongan dan tinggal di
Pondok Pesantren Al Barokah ini selama kurang lebih 1,5 tahun. Dia merupakan
mahasiswa UGM jurusan Biologi. AF
merupakan mahasiswa aktif UGM dengan mengikuti organisasi KSH biologi yang
membutuhkan waktu banyak untuk meneliti reptile pada malam hari. AF merupakan
anak yang pernah melanggar peraturan, seperti jarang mengikuti diniyah,
pengajian Mujahadah dan tidak pulang ke pondok selama beberapa hari tanpa izin karena
kegiatan dan tugas-tugas kampus. Ia merupakan santri yang setuju denga
pembedaan anturan karena menurutnya memang peraturan antara putra dan putri
harus dibedakan.
e. NPA
Merupakan
santri putra kompleks Al Fatih, umur 20 tahun, asal Kulon Progo dan tinggal di
pondok ini selama kurang lebih 3 tahun. Dia merupakan mahasiswa UNY jurusan
Sastra. Sekarang dia menduduki kelas 3 dalam pembelajaran di pondok. Ia adalah
mahasiswa aktif yang mengikuti organisasi dalam kampus, seperti Himpunan
Mahasiswa dan BEM. Ia merupakan santri yang setuju dengan pembedaan aturan
karena menurutnya hal itu dibedakan
karena jenis kelamin atau gender.
f. AB
Merupakan
santri putra kompleks Al Fatih, umur 21 tahun, asal Kediri. Dia merupakan
mahasiswa UGM. AB merupakan anak yang pernah melanggar peraturan, yaitu dengan pulang
telat tanpa izin. Ia pernah mendapatkan hukuman dari keamanan, hukumannya yaitu
menulis shalawat. Dia juga merupakan aktivis organisasi kampus dengan mengikuti
BEM. Ia merupakan santri yang setuju dengan pembedaan aturan karena menurutnya peraturan
santri putra dan putri memang harus dibedakan.
g. AR
Merupakan santri putra kompleks Al
Fatih, umur 18 tahun, asal Kulon Progo dan tinggal di pondok ini belum ada 1
tahun atau bisa disebut santri baru. Dia merupakan mahasiswa UNY jurusan Sastra
Indonesia. Sekarang dia menduduki kelas 1 dalam pembelajaran di pondok. AR
merupakan anak yang pernah melanggar peraturan, yaitu dengan pulang ke kampung
halaman secara diam-diam setiap hari sabtu sampai senin. Dia masih termasuk
mahasiswa pasif dalam organisasi, sebab dia merupakan mahasiswa baru dalam
universitasnya. Ia juga santri yang setuju dengan pembedaan aturan karena
menurutnya pada dasarnya santri
putra dan putri tidak bisa disamakan yang disebabkan oleh perbedaan status,
peran, kebutuhan, gender, sudut pandang dan ciri fisik tubuh.
h. ARO
Merupakan
santri putrid kompleks el hawa, umur 19 tahun, asal Gunungkidul. Ia merupakan
mahasiswa aktif dalam organisasi, dia mengikuti 3 organisasi sekaligus, yaitu
Himpunan Mahasiswa, Rohis Fakultas dan KMNU. Penerapan aturan menghambat dia
untuk menjadi pengurus di dalam organisasi.
Ia juga merupakan santri yang tidak setuju dengan pembedaan aturan
antara putra denga putri, sebab anak putri tidak semuanya lemah.
i.
AMF
Merupakan santri putri kompleks el hawa,
umur 21 tahun, asal… dia merupakan
aktivis kampus dengan mengikuti UKM Marching Band. Dia merupakan santri yang
tidak setuju deng pembedaan aturan antara santri putra dan santri putri,
sebabmenurutnya tidak semua laki-laki memiliki peran yang lebih banyak daripada
perempuan. Peraturan yang diterapkan menghambat dia untuk menjadi aktif dan
lebih maju. Akhirnya kini dia keluar dari pondok pesantren dan bertempat
tinggal di Kos
j.
AY
Merupakan
santri putri komplek el hawa, umur 20 tahun, asal temanggung dan tinggal di
Pondok Pesantren Al Barokah ini selama kurang lebih 3 tahun. Dia merupakan
mahasiswa UGM jurusan Filsafat. AY merupakan mahasiswa pasif dalam organisasi
sebab dia mengaku takut akan penerapan peraturan di pondok. Dia juga merupakan
salah satu santri yang tidak setuju dengan pembedaan aturan antara santri putra
dan santri putri. Menurutnya antara santri putra dan santri putri juga memiliki
kesibukan dan kepentingan yang hampir sama, karena sama-sama pelajar juga.
k. MNC
Merupakan
santri putri kompleks el hawa, umur 20 tahun, asal magelang dan tinggal di
pondok pesantren Al Barokah ini selama kurang lebih 3 tahun. Ia merupakan
santri yang setuju dengan pembedaan aturan antara santri putra dan putri, menurut
dia memang wajar santri putra dan putri dibedakan peraturannya. Namun disisi
lain terdapat juga ketidaksetujuannya dalam pembedaan aturan pulang kampung
yang dimana anak putra bebas pulang kampung lebih dari 3 hari sedangkan anak
putri tidak, serta perbedaan dalam perizinan pelaksanaan kegiatan kampus maupun
organisasi yang dimana anak putri hanya diizinkan 1 kali dalam 1 bulan untuk
mengikuti kegiatan kampus dengan menginap di luar pondok, sedangkan santri
putra tidak izin pun tidak masalah. Padahal telah kita tau bahwa memang kita
sebagai pelajar juga memiliki kesibukan yang hampir sama.
B.
ANALISIS
PEMBAHASAN
1.
Kesetaraan
Gender Dalam Penerapan Aturan Dipondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta
Gender merupakan hasil dari suatu konstruksi, baik
itu konstruksi sosial maupun konstruksi kultural. Konstruksi sosial memegang
peranan yang penting atau subordinasi perempuan sehingga memunculkan suatu
realitas sosial laki-laki menguasai dan mendominasi kehidupan, dan perempuan
menjadi subordinat dari laki-laki, yang dengannya perempuan menjadi objek untuk
dimanipulasi. Konstruksi sosial yang ada di masyarakat memandang bahwa
perempuan makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus dan lain
sebagainya. Wacana tersebut disosialisasikan dengan berbagai medium dalam
kehidupan sehari-hari sehingga terlihat seakan-akan wacana tersebut merupakan
cermin dari adanya realitas bahwa perempuan memang lemah dan sebagainya,
sedangkan laki-laki telah terkonstruksi sebaliknya. Wacana gender acapkali
bermula dari adanya suatu konstruksi yang bias, dimana konstruksi tersebut
dilaksanakan dengan sosialisasi peran pada laki-laki dan perempuan. Sosialisasi
peran secara langsung berpengaruh terhadap pemahaman akan fungsi, hak dan
kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Gender bukan sesuatu yang dimiliki
sejak lahir atau kodrat seseorang, gender adalah hasil konstruksi sosial yang
dapat dibentuk, dimana konstruksi ini terlembagakan melalui struktur-struktur
sosial. Gender sangat bergantung pada dimensi-dimensi sosial dan kultural.
Sosialisasi peran ini disadari atau tidak telah menjadikan suatu hubungan yang
asimetris antara peran laki-laki dan perempuan, perempuan hanya menjadi kanca
wingking, tanpa pernah mendapat kesempatan untuk menjadi mitra yang sejajar
dan menikmati berbagai fasilitas yang sama dengan laki-laki.
Kesetaraan
gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya,. Laki-laki dan perempuan juga sama-sama dapat menikmati perkembangan
itu. Kesetaraan gender ini sebagai wujud apresiasi terhadap wanita karena
sebenarnya wanita juga memiliki potensi yang setara dengan pria dan dapat
diperhitungkan.
Dalam suatu pondok pesantren penerapan
aturan santri putra dan santri putri mayoritas memang dibedakan, seperti halnya
dalam pondok pesantren Al Barokah, dimana penerapan aturan antara santri putra
dan santri putri memiliki persamaan dan perbedaan. Dalam penerapan mengenai
kegiatan pondok seperti diniyah, mujahadah, dziba’an dan sewelasan antara
santri putra dan santri putri peraturan dan sanksi melanggarpun disamakan,
yaitu dengan takzir (hukuman) membaca shalawat, dzikir, surat yasin dan
lain-lain. Namun disisi lain terdapat perbedaan penerapan aturan antara santri
putra dan santri putri yang menyebabkan kecemburuan sosial yang dialami oleh
santri putri . Perbedaan yang ada dianggap sebagai suatu hal yang wajar, karena
santri putra dan santri putri peraturannya memang harus dibedakan. Dari
pengamatan penulis, kebanyakan narasumber masih salah dalam pemahaman konsep
gender, mereka menganggap bahwa gender adalah perbedaan jenis kelamin laki-laki
dan perempuan yang menjadikan faktor pembedaan tersebut. Mereka masih
menganggap bahwa perempuan belum bisa menjaga dirinya sendiri dibandingkan
laki-laki. Perbedaan ini keseluruhan
mengarah pada hal perizinan, yaitu meliputi jam pulang malam, perizinan
kegiatan sekolah atau kampus dan perizinan pulang. Dari pengamatan dan hasil
wawancara penulis dapat dijelaskan bahwa perempuan kurang diberi kesempatan
untuk berpartisipasi aktif di luar pondok, misalnya dalam kegiatan organisasi
kampus, diskusi kampus, juga rapat dikampus. Terdapat pendiskriminasian terhadap
santri putri sehingga santri putri kurang bisa mengembangkan potensi yang
mereka miliki, dan kurang berani untuk berperan aktif.
Hal yang paling mendasar dan menjadi
tantangan atau keluhan para pelajar putri adalah mengenai perizinan kegiatan,
dimana pelajar diperbolehkan mengikuti kegiatan sekolah atau kampus hanya
selama 1 hari 1 malam dalam satu bulan dan pulang telat kepondok dengan alasan
organisasi diperbolehkan 3 kali dalam 1 minggu. Berbeda dengan santri putra
yang dimana peraturan mengenai perizinan kegiatan kampus tidak diterapkan.
Dalam hal ini peraturan yang diterapkan oleh keamanan putri dapat menghambat
para aktivis muda untuk mengembangkan potensi mereka. Dari penerapan ini para
aktivis harus pintar memutar otak dan mengatur jadwal, bahkan ada juga yang
memicu mereka untuk melanggar peraturan dan ada juga yang sampai keluar dari
pondok karena lebih memberatkan kegiatan kampusnya.
Penerapan ini menyebabkan aktivis
perempuan untuk meminimalisir kegiatan diluar pondoknya, seperti yang dilakukan
oleh narasumber kami arofah (UNY) , yang dimana dia merupakan aktivis muda yang
mengeluti berbagai organisasi, yaitu Himpunan Mahasiswa, Rohis fakultas dan
KMNU. Dari berbagai organisasi yang dia ikuti membuatnya untuk mengatur jadwal
dalam rapat-rapat dan kegiatan yang lain. Dia sering kali meninggalkan kegiatan
salah satu organisasi karena peraturan yang diterapkan pondok. Salah satunya
yaitu dalam mengikuti Makrab dan Upgrading yang dimana kegiatan itu dilakukan
bersamaan dalam satu bulan di organisasi yang berbeda. Hal itu menyebabkan dia
untuk meninggalkan salah satu kegiatannya, karena dalam peraturan telah
dijelaskan bahwa untuk mengikuti kegiatan kampus, pelajar hanya diperbolehkan 1
hari1 malam dalam 1 bulan padahal pondok hanya mengizinkan 1 kali mengikuti
kegiatan kampus yang bermalam. Dari penerapan aturan ini menghalangi dia untuk
menjadi pengurus organisasi KMNU, sebab salah satu syarat untuk menjadi
pengurus adalah dengan mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan oleh
organisasi.
Penerapan ini juga menyebabkan beberapa
santri untuk keluar dari pondok pesantren, salah satunya adalah yang dilakukan
oleh narasumber kami, AMF yang dimana dia lebih memilih untuk meneruskan
organisasi atau UKM nya daripada pondok pesantren Al Barokah. Dia adalah
mahasiswa aktif UGM yang mengikuti kegiatan Marching Band. Kegiatan ini memang
membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk latihan, juga persiapan lomba. Dia
mengaku mengalami kesulitan dalam mengikuti peraturan pondok, sebab UKM yang
dia ikuti merupakan UKM aktif dengan setiap
hari latihan sampai malam. Padahal peraturan yang diterapkan pondok adalah 3
kali pulang telat dalam 1 minggu. Hal ini menyebabkan AMF untuk keluar dari
pondok Al Barokah dan memilih Kos sebagai tempat tinggal sekarang,
Selain dalam perizinan kegiatan sekolah
atau kampus, masih terdapat perbedaan penerapan aturan mengenai perizinan
pulang kampung, dimana santri putri memiliki kesempatan pulang selama 3 hari 2
malam dalam 1 bulan (santri Yogyakarta), dan 4 hari 3 malam dalam 1 bulan
(selain Yogyakarta) sedangkan santri putra diperbolehkan pulang kampung sampai
kepentingan mereka dikampung selesai. Peraturan ini yang menyebabkan
kecemburuan sosial yang dialami oleh santri putri, sebab tidak hanya laki-laki
yang memiliki kepentingan di kampung halaman, namun perempuanpun juga memiliki kepentingan
dan peran di kampung mereka. perbedaan ini dipicu oleh kesalahfahaman seseorang
atau masyarakat mengenai sejatinya peran perempuan dan laki-laki. Alasan lainya
dalam perbedaan penerapan aturan ini sebab konsep penerapan untuk apa perempuan
lama-lama dirumah, dan anggapan bahwa laki-laki memiliki banyak peran dalam
keluarga dan lingkungan masyarakat (misal: membantu panen padi, membangun rumah
dan lain-lain) daripada perempuan serta dilandasi oleh banyaknya santri putri
yang Tahfidz (penghafal Al Quran). Pengasuh mengaku takut apabila santri putri
lama-lama dirumah nantinya hafalan yang mereka lakukan menjadi berkurang dan
hilang.
1.
Faktor
Penyebab Terjadi Pembedaan Penerapan Aturan Di Pondok Pesantren Al Barokah
Yogyakarta
Faktor
penyebab terjadinya perbedaan dikarenakan konsep dari awal seseorang bahwa
sejak kecil sosialisasi dalam keluarga yang dimana perbedaan laki-laki dan
perempuan sudah membudaya. Masyarakat
memandang bahwa perempuan makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, halus
dan lain sebagainya. Hal tersebut disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sosialisasi peran secara langsung berpengaruh terhadap pemahaman akan fungsi,
hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. Dan konsep perempuan hanya
menjadi kanca wingking merupakan salah satu penyebab ketidaksetaraan
gender antara laki-laki dengan perempuan.
Faktor penyebab terjadinya perbedaan penerapan
aturan di pondok pesantren Al Barokah dari hasil pengamatan penulis adalah
sebab ketidakbekerjasamanya antara keamanan putra dengan keamanan putri.
Keamanan putra membuat peraturan sendiri, begitu pula dengan keamanan putri,
dan dari berbagai aturan-aturan yang mereka buat tersebut tidak melibatkan
antara perwakilan kemanan putra dan keamanan putri untuk menyepakati bersama
peraturan yang dibuat. Dalam hal ini antara keamanan putra dan keamanan putri
mengaku bahwa mereka tidak mengetahui spesifikasi mengenai penerapan aturan
putra dan putri. Keamanan putrid hanya mengetahui peraturan di santri putri, begitu
pula sebaliknya.
Faktor lainnya yaitu mengenai konsep salah yang
sudah melekat pada diri seseorang, yaitu mengenai konsep gender itu sendiri. Mayoritas
dari mereka masih berpegang teguh dengan konsep bahwa perempuan adalah makhluk
yang belum bisa menjaga dirinya sendiri dari pada laki-laki, perempuan
merupakan kanca wingking dari
laki-laki, pemikiran laki-laki lebih luas dibandingkan perempuan, laki-laki
memiliki peran yang lebih banyak daripada perempuan dan konsep bahwa laki-laki
memiliki wewenang untuk berwawasan luas di depan umum dibandingkan perempuan. Banyak
anggapan bahwa perempuan belum bisa menjaga dirinya sendiri tidak hanya
dilontarkan oleh santri putra saja, namun santri putri di pondok Al Barokah ini
juga merasakan bahwa mereka belum bisa menjaga dirinya sendiri dibanding dengan
laki-laki. Konsep inilah yang justru memperkuat perbedaan penerapan aturan yang
ada di pondok Al Barokah.
Faktor pendukung perbedaan penerapan aturan ini juga
karena sikap kepasifan para santri putri untuk melakukan pembelaan terhadap
diri mereka. Mereka lebih memilih pasrah dengan peraturan yang diterapkan oleh
keamanan. Mereka lebih menganggap bahwa itu adalah sebuah kodrat dari Tuhan
bahwa memang perempuan lebih lemah dibanding dengan laki-laki dan penafsiran mereka
yang dimana perempuan merupakan bagian dari tulang rusuk laki-laki. Konsep ini
juga yang memperkuat ketidaksetaraan gender. Hal ini didasari juga sebab
kurangnya pendidikan prespektif gender dalam pondok pesantren Al Barokah ini,
sebab masih banyak sekali santri, juga pengurus yang belum bisa memahami
sepenuhnya konsep gender.
Dari
berbagai kejadian yang penulis amati,
penerapan aturan dalam pondok pesantren ini masih kurang setara antara santri
putra dengan santri putri, sehingga kesetaraan gender dalam penerapan aturan
dalam pondok pesantren Al Barokah sangatlah dibutuhkan untuk menerapkan
keadilan dan agar tidak terjadi kecemburuan sosial antara santri putri dan
santri putra. Maka dari itu sangatlah dibutuhkan pendidikan prespektif gender
dalam pondok pesantren untuk membukakan pikiran dan nurani adanya
persoalan tersebut. Persoalan gender merupakan persoalan budaya, untuk memahami
wacana pendidikan berperspektif gender di pesantren peran kyai, dan juga
pengurus sangat dibutuhkan.Wacana pendidikan berperspektif gender di pesantren
merupakan suatu konsep untuk menciptakan kesejajaran antara santri laki-laki
dan perempuan dalam memperoleh hak dan kedudukan yang sama dalam lingkungan
masyarakat.
Sementara itu faktor
yang melatarbelakangi kyai tentang perlu adanya membangun pendidikan berperspektif
gender di pesantren Al-Barokah ialah :
1.
Faktor Intern
Faktor intern ialah faktor yang berasal dari dalam
pondok pesantren Al-
Barokah :
a.
pentingnya
pendidikan berprespektif gender
b.
Rendahnya
pemahaman santri terhadap prespektif gender
c.
Adanya
kesalahfahaman konsep gender oleh santri dan pengurus
2.
Faktor Ekstern
Ialah faktor yang berasal dari luar pondok pesantren
Al-Barokah adalah Kondisi sosial
sebagian masyarakat yang partiarkhi di kota yogyakarta, sebagian masyarakat
masih menganggap bahwa perempuan hanya perlu bekerja di sektor domestik dari
pada publik, ini dibuktikan dengan rendahnya masyarakat untuk menyekolahkan
anak perempuan mereka kejenjang yang lebih tinggi.
Dalam Menciptakan
Pendidikan Berperspektif Gender di Pesantren,
kyai mempunyai peran yang sangat besar
dalam membangun dan mensosialisasikan pendidikan berperspektif gender di
pesantren untuk menangulangi kecemburuan sosial yang dirasakan oleh santri
putri.
BAB
V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi ketidaksetaraan gender dalam penerapan
aturan di Pondok Pesantren Al Barokah yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan konsep gender dan peran laki-laki
dengan perempuan. Perbedaan itu terjadi pada penerapan aturan mengenai
perizinan kegiatan kampus terbatas, yang menyebabkan santri yang sekaligus
aktivis menjadi terhambat kegiatannya, juga pada perizinan pulang kampung,
dimana laki-laki diperbolehkan pulang kampung lebih dari 1 minggu, sebab
anggapan yang dimana peran kaum laki-laki dibutuhkan dalam keluarga dan
masyarakat dibandingkan kaum perempuan. Pengasuh, pengurus dan juga santri
sebagian besar masih beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki peran yang berbeda yang dilandaskan dari jenis kelamin mereka. Sebab
sejak kecil dalam keluarga telah disosialisasikan tentang perbedaan laki-laki
dan perempuan yang sampai saat ini masih membudaya. Masyarakat memandang bahwa perempuan makhluk yang
lemah, bergantung pada laki-laki, halus serta konsep adanya perempuan hanya
menjadi kanca wingking merupakan salah satu penyebab ketidaksetaraan
gender antara laki-laki dengan perempuan. Hal ini diperlukan pendidikan
prespektif gender dalam pondok pesantren Al Barokah, agar terjadi kesetaraan
yang seharusnya disetarakan dan kaum perempuan tidak merasa terdeskriminasi.
B.
SARAN
Diperlukannya pendidikan prespektif gender untuk
pengasuh, pengurus dan juga santri agar mereka faham akan konsep gender sebenarnya.
Pendidikan ini bertujuan untuk menyetarakan penerapan aturan yang seharusnya
setara dan mencegah kecemburuan sosial kaum perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Bungin,
Burhan. 2007. Metode Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Pers
Denim,
Sudarwan. 2002. MenjadiPenelitiKualitatif.
Bandung: Pustaka Setia
Fakih, Mansour.
2006. Analisis Gender dan Transformatif
Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Drs.
Hasbullah.1996. Kapita Selesta Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta :
PT. Raja
Grafindo Persada
Haidar
Putra Daulay.2001 Historitas Dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah.Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana
Mastuhu.1994.
Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu kajian Tentang Unsur Dan Nilai
Sistem Pendidikan Pesantren.Jakarta: INIS
Nasution.1998.Metode Penelitian Kualitatif.Bandung :
Tarsito
Modul
Lokakarya, Manajemen Berbasis Madrasah, (MBM) Berkesetaraan, PSG IAIN
Walisongo
Semarang, 4-7 Januari 2008, hlm. 29.
Sudarta,
Wayan, Makalah Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender
Soekanto,
Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999.
Raharjo,
Dawam, Pergolakan Kaum Santri, Jakarta: P3M, 1995.
Muthali’in,
Achmad, Bias Gender dalam Pendidikan, Surakarta: Muhammadiyah
University
Press, 2001.
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka
Cipta,2002, Edisi V.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar