Minggu, 17 Januari 2016

Teori Fungsionalisme Struktural


PENGANTAR DAN SEJARAH TEORI

Masyarakat dalam pandangan Fungsionalisme-Struktural sebagai sekelompok Individu yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Persyaratan fungsional yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sebuah sistem untuk terus bertahan. Kecenderungan masyarakat menciptakan konsensus (kesepakatan) antar anggotanya. Konstribusi “Peran dan Status” yang dimainkan oleh individu/institusi dalam keberlangsungan sebuah masyarakat.

Studi stuktur dan fungsional masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang telah menembus karya-karya pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori kontemporer. Pendekatan ini memiliki asal usul sosiologi dalam karya penemuannya, yaitu Aguste Comte. Menurut comte sosiologi adalah studi tentang strata sosial atau struktur dan dinamika sosial atau proses/fungsi. Dalam hal ini, lahirnya fungsionalisme structural sebagai suatu prespektif yang berbeda dalam sosiologi merupakan dorongan yang sangat besar melalui karya-karya klasik seorang ahli sosiolog prancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Emile Durkheim  sebagai keseluruhan organis yang memiliki realita tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Apabila kebutuhan tertentu tersebut tidak dipenuhi, maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis, sebagai contoh dalam masyarakat modern, fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, bila kebutuhan ekonomi mengalami fluktuasi yang keras maka bagian ini akan mempengaruhi bagian lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan.
Sosiologi di Amerika Serikat pada masa Durkheim aktif di Prancis, sangat berorientasi pada tindakan dan pembaharuan yang akrab dengan pekerjaan sosial dan tugas-tugas pemerintah. Fungsinalisme Durkheim berkembang sebagai disiplin akademis, sosiologi Amerika mengikuti behaviorisme sosial, dengan mencoba menggabungkan studi tentang realitas subyektif dan obyektif. Gabungan sosiologi dan psikologi ini bukanlah tradisi Durkheim, yang dalam karya intelektualnya menunjukan kebutuhan akan sosiologi –yang tidak bisa dipenuhi oleh psikologi. Baru sesudah tahun 1930-an Durkheim memiliki pengaruhnya yang langsung atas pertumbuhan sosiologi Amerika Serikat. Hal tersebut terutama melalui usaha Talcot Parsons, yang sangat dipengaruhi oleh studinya sendiri bersama ahli antropologi fungsional Maliowski. Pada gilirannya Parsons mempengaruhi sejumlah besar mahasiswanya termasuk Robert K. Merton, banyak diantaranya kemudian menjadi ahli-ahli sosiologi terkemuka di Amerika Serikat. Fungsionalisme aliran Parsons ini berkembang di saat masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari Depresi Besar, teori fungsinalisme Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat-saat depresi, teori-teori Parsons merupakan teori sosial yang optimis. Akan tetapi sepertinya optimisme Parsons itu diperkuat oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang sangat parah. Dan selama beberapa tahun fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma di dalam sosiologi Amerika Kontemporer.
TOKOH TEORI
pemikiran Comte dan Durkheim
Dalam hal ini Aguste Comte menekankan kajian utamanya tentang statis (keteraturan) dan dinamis (perkembangan masyarakat). Penekanannya terlihat pada kebutuhan adanya keteraturan sosial. Durkheim. Penekanan pada aspek integrasi atau solidaritas kesadaran kolektif dalam masyarakat. Juga konsep anomie yang mengambarkan kegagalan masyarakat dalam mempertahankan integrasi dan solidaritas.  Masyarakat dilihat dari sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya dan masing-masing elemen terintegrasi menjadi satu. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda tapi saling berkaitan dan menciptakan Konsensus dan keterkaitan sosial serta keseluruhan elemen akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan intern atau pun ekstern dalam suatu masyarakat.
Perumus Fungsionalisme Struktural
a.      Talcott Parson
Dalam teori fungsionalisme structural, Parsons menggunakan empat imperaltif fungsi bagi sistem “tindakan” yiatu skema AGIL.  AGIL  adalah Suatu fungsi adalah suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem (Rocher, 1975:40). Menggunakan deifinisi tersebut Parsons percaya bahwa ada empat imperatif fungsional yang perlu bagi semua sistem yaitu adaptation (Adaptasi), goal attainment (Pencapaian Tujuan), integration (Integrasi), dan latency (Latensi) atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional itu dikenal sebagai skema AGIL. Agar dapat lestari, suatu sistem harus melaksanakan keempat funsi tersebut
1.      Adaptasi : Sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar. Sistem itu harus beradaptasi dengan lingkungannya dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
2.      Pencapaian tujuan : Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3.      Integrasi : Sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian dari komponennya. Ia juga harus mengelola hubungan di antara tiga imperatif fungsional lainnya (A, G, L).
4.      Latensi (Pemeliharaan pola): Sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui motivasi individu serta pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Penjelasan dari analisis AGIL diatas adalah sebagai berikut :
a.       Adaptasi=Ekonomi
Ditujukan untuk memperoleh sumber daya yang memadai dari lingkungan sekitar dan mendistribusikan ke seluruh sistem
b.      Tujuan = Politik
Ditujukan untuk menformulasikan tujuan utama dari suatu sistem/masyarakat
c.       Integrasi = hukum
Integrasi dipahami sebagai upaya mengkoordinasikan, mengatur hubungan antar elemen dan sistem
d.      Latency = agama, pendidikan, keluarga
Pendidikan, agama dan keluarga berperan mentransfer nilai kolektif yang dibutuhkan untuk kelangsungan masyarakat melalui proses: Sosialisasi-Institutionalisasi-Internalisasi

Organisme behavioral adalah sistem tindakan yang menanganani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dan mengubah dunia luar. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya untuk mencapainya. Sistem sosial menangani fungsi integrasi dengan mengontrol bagian-bagian komponennya. Akhirnya sistem kulturl menjalankan fungsi latensi dengan  membekali aktor dengan norma-norma yang memotivasi mereka untuk bertindak.
Inti dari teori parsons terdapat dalam empat sistem diatas, yang dimana asumsi yang dikemukakan terkait dengan sistem tindakan dalam menghadapi persoalan tatanan yang merupakan pokok perhatiannya dan yang telah menjadi sasaran utama kritik atas karyanya. Masalah tatanan ala Hobbesian yang mencegah perang sosial yang melibatkan semua pihak menurut pemikiran parsons.

b.      Robert Merton

Merton melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan, ia juga menganalisis berbagai fenomena dalam struktur sosial dalam kaitannya dengan kontribusinya terhadap struktur sosial yang lebih besar. Adanya kecenderungan dari struktur sosial tertentu untuk melakukan adaptasi dan penyesuaian terhadap perubahan internal dan eksternal sistem. Kebutuhan adanya nilai-nilai yang diakui bersama sebagai perekat masyarakat. Fokus kajian utamanya terhadap Struktur Sosial dan nilai fungsionalnya dalam masyarakat.
Merton membuat beberapa analisis dasar alam fungsional structural dan menjelaskan beberapa ketidakpastian arti yang terdapat di dalam  postulat-postulat kaum fungsional.
1.      Postulat pertama adalah kesatuan masyarakat yang bisa dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur (Merton 1967: 80). Paradigma merton menegaskan bahwa disfungsi tidak boleh diabaikan hanya karena orang begitu terpesona oleh fungsi-fungsi positif. Ia juga menegaskan bahwa apa yang fungsional bagi suatu kelompok dapat tidak fungsional bagi keseluruhan.
2.      Postulat kedua yaitu fungsionalisme universal, berkaitan dengan postulat pertama. Fungsionalisme universal menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif (Merton 1967: 84). Merton menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharunya dipertimbangkan menurut kriteria keseimbangan konsekuensi-konsekuensi fungsional, yang menimbang fungsi posotof relatif terhadap fungsi negatif.
3.      Postulat ketiga yaitu indispensability. Ia menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide dan obyek materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan (Merton 1967: 86)
Merton memperkenalkan konsep fungsi manifest dan laten., fungsi-fungsi manifest adalah yang disengaja, sementara fungsi-fungsi lanten adalah tidak disengaja. Fungsi manifest perbudakan misalnya, adalah untuk meningkatkan produktivitas ekonomi Selatan, tetapi fungsi laten perbudakan menyediakan status sosial kulit putih Selatan, Baik yang kaya maupun yang miskin. Merton mendifinisikan kebudayaan sebagai sekumpulan nilai-nilai normatif terorganisir yang mengatur perilaku yang lazim bagi para anggota suatu masyarakat atau kelompok dan struktur sosial sebagai sekumpulan hubungan-hubungan sosial terorganisir yang dengan berbagai cara menyiratkan para anggota masyarakat atau kelompok (1968:216). Anomie terjadi bila ada pemisahan tajam antara norma-norma dan tujuan-tujuan budaya dan kemampuan para anggota kelompok terstruktur secara sosial untuk bertindak selaras dengannya (Merton 1968: 216).
FOKUS ATAU UNIT ANALISIS BANGUNAN REALITAS SOSIAL YANG DIPELAJARI SOSIOLOGI
Kata fakta sosial diperkenalkan oleh sosiolog Perancis yang bernama Emile Durkheim.  Durkheim menyatakan bahwa sosiologi harus menjadi 'ilmu dari fakta sosial' yaitu membicarakan sesuatu yang umum yang mencakup keseluruhan masyarakat dan berdiri sendiri serta terpisah dari manivestasi  individu. Fakta sosial ini diartikan sebagai gejala sosial yang abstrak, misalnya hukum, struktur sosial, adat kebiasan,nilai, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak tampak.  Selain itu, menurut Emile Durkheim metode sosiologis yang dipraktikkan harus bersandar sepenuhnya pada prinsip dasar bahwa fakta sosial harus dipelajari sebagai materi, yakni sebagai realitas eksternal dari seorang individu. Jika tidak ada realitas di luar kesadaran seorang individu, sosiologi sepenuhnya kekurangan materi.  
Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu." Dan dapat diartikan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu dan sifatnya memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam masyarakat. Artinya, sejak manusia dilahirkan secara tidak langsung ia  diharuskan untuk bertindak sesuai dengan lingkungan sosial dimana ia dididik dan sangat sukar baginya untuk melepaskan diri dari aturan tersebut. Sehingga ketika seseorang berbuat lain dari apa yang diharapkan oleh masyarakat maka ia akan mendapatkan tindakan koreksi, ejekan, celaan, bahkan mendapat sebuah hukuman. Selain itu, fakta sosial memiliki 3 sifat yaitu: eksternal, umum (general), dan memaksa (coercion).
1.      Eksternal
Eksternal artinya fakta tersebut berada diluar pertimbangan-pertimbangan seseorang dan telah ada begitu saja jauh sebelum manusia ada didunia.
2.       Koersif (Memaksa)
Fakta ini memeliki kekuatan untuk menekan dan memaksa individu menerima dan melaksanakannya. Dalam fakta sosial sangat nyata sekali bahwa individu itu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong dengan cara tertentu yan dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya.  Artinya, fakta sosial mempunyai kekuatan untuk memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi kemauannya terlingkupi oleh semua fakta social.
3.      Menyebar/umum (General)
Fakta sosial itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial ini merupakan milik bersama, bukan sifat individu perseorangan.

Dari karakteristik di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa fakta sosial mengarahkan pada sesuatu yang ada diluar individu yang mengharuskannya untuk mengikuti adat istiadat, sopan santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai anggota masyarakat dan melakukan hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat. Dengan perkataan lain, fakta sosial seperti tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota masyarakat lain yang berpedoman dengan norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain.

ISI TEORI
Masyarakat sebagai Sistem Konsensus dan Keseimbangan Sosial.
Masyarakat dilihat dari sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya dan masing-masing elemen terintegrasi menjadi satu. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda tapi saling berkaitan dan menciptakan Konsensus dan keterkaitan sosial serta keseluruhan elemen akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan intern atau pun ekstern dalam suatu masyarakat. Konsesus dalam masyarakat yang berlangsung akan menghasilkan suatu keteraturan sosial, struktur masyarakat akan berjalan sesuai dengan fungsinya dan tetap terintegrasi dalam sistem.
Fungsionalis dan Disfungsionalis dalam Masyarakat
Parsons menyatakan bahwa semua struktur sosial memiliki fungsi positif (berguna) bagi sistem (masyarakat). Namun dalam hal ini Merton menolak, dan menyatakan bahwa tidak semua struktur sosial itu berfungsi positif, tapi juga ada yang berfungsi negatif, yang disebut“Disfungsional”
Dua konsep Disfungsional Menurut Merton, diantaranya:
a.       Sebuah struktur sosial bersifat disfungsional terhadap keseluruhan sistem
b.      Sebuah struktur sosial bersifat fungsional pada beberapa sistem dan disfungsional pada sistem lainnya
Keberadaan kejahatan, seperti kriminalitas atau preman dalam sebuah masyarakat menunjukkan adanya beberapa peran atau fungsi disfungsional dalam masyarakat.
Dalam hal ini konsep fungsional dan difungsional berkaitan dengan keseluruhan struktur masyarakat yang ada. Struktur sosial bukan merupakan fungsional atau disfungsional namun lebih merujuk dengan kepada siapa fungsional atau difungsional tersebut diterapkan. Dengan adanya sistem fungsional dan disfungsional tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang kedalam sistem masyarakat yang ada, agar mereka mampu beradaptasi dengan aturan yang ada dan diterima oleh keseluruhan masyarakat.
Teori Tindakan Sosial

Hirarki Kontrol
Sistem Tindakan
Persyaratan Fungsional
Hirarki Syarat
ArusInformasi
SistemBudaya
SistemSosial
SistemKepribadian
Sistemperilaku
Latency
Integrasi
Tujuan
Adaptasi
ArusEnergi

Sistem Tindakan diatas tersusun dalam dua cara:
a.       Melalui ‘Arus Informasi’ Sistem Budaya mengendalikan sistem-sistem dibawahnya dan seterusnya
b.       Melalui ‘Arus Energi’ (Praktek) Sistem Perilaku memperkuat sistem-sistem diatasnya dan seterusnya
Sistem-sistem dalam teori sistem tindakan sosial, antara lain:
1.      Sistem Budaya:
Sistem ini Memediasi interaksi antar individu dan mengintegrasikan sistem sosial (dalam bentuk Norma dan Nilai) dan kepribadian (diinternalisasi). Pengetahuan, simbol dan ide yang menjadi rujukan oleh keseluruhan sistem. Dalam hal ini Sistem budaya mempengaruhi keseluruhan sistem melalui ‘Sosialisasi’, ‘Institusionalisasi’ dan ‘Internalisasi’
2.      Sistem Sosial
Dalam sistem ini penekanan Parsons lebih pada “Status dan Peran” yang ditempati dan dimainkan oleh individu atau institusi sosial tertentu dalam masyarakat, khususnya nilai signifikasinya dalam sistem yang lebih luas
3.      Sistem Kepribadian:
Sistem ini Merupakan sebuah organisasi (serangkaian) sistem orientasi dan motivasi yang mempengaruhi dan menentukan tindakan sosial individu
4.      Sistem Perilaku (Organisme Perilaku):
Penekanan Parsons hanya pada aspek karakter perilaku individu yang terbentuk melalui proses pengkondisian dan pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari (Sosialisasi, Institusionalisasi dan Internalisasi). Organisme Perilaku ini dipengaruhi dan dibentuk oleh Sistem Budaya, Sistem Sosial dan Sistem Kepribadian
Analisis tindakan sosial parsons ini berdasarkan pada tipologi Tonnies, Yaitu Gemeinschaft  dan Gesellschaft dengan kerangka Analisis variabel Pola, yang dimana Gemeinschaft meliputi askripsi, kekaburan, afektifitas, partikularisme dan orientasi kolektif. Kemudian Gesellschaft meliputi prestasi, spesifikasi, netralitas, universalisme, orientasi diri.

KELEMAHAN/KRITIK ( KESEIMBANGAN SOSIAL VS PERUBAHAN SOSIAL , STRATIFIKASI SOSIAL DALAM PERAN ATAU FUNGSI SOSIAL)
Terdapat beberapa kritik dalam teori-teori diatas diantaranya :
Kritik substantif. Salah satu kritik menyatakan bahwa fungsionalisme structural tidak terlalu membahas sejarah, oleh karena itu secara inheren ia bersifat ahistoris. Para fungsionalis sturktural juga dikritik, karena tidak mampu menjelaskan proses perubahan sosial secara efektif (Abrahamson, 1978; P. Cohen, 1968; Mills, 1959; Turner dan Maryanski, 1979). Kritik-kritik sebelumnya mengarah pada kesan ketidakmampuan fungsionalisme structural untuk berbicara tentang masalalu. Kritik ini mengarah pada ketidakmampuan pendekatan dalam berbicara tentang proses perubahan sosial kontemporer.
Kritik yang paling sering disuarakan terhadap fungsionalisme sturktural adalah bahwa ia tidak mampu mengatasi konflik secara baik. Alvin Gouldner menyatakan bahwa Parson cenderung terlalu menitikberatkan pada hubungan harmonis. Irving Louis berpendapat bahwa teori ini cenderung melihat konflik selalu merusak dan terjadi diluar kerangka kerja masyarakat.
Kritik substantif ini mengarah pada dua hal. Pertama, tampaknya jelas bahwa fungsionalisme structural memiliki focus yang agak sempit, sehingga menghambat membahas isu dan aspek-aspek penting dunia sosial. Kedua, fokuksnya cenderung memberinya aroma konservatif fungsionalisme structural bergerak diatas hubungan status quo dan elite-elite dominan (Huaco, 1986).
Kritik Metodologis dan Logis. Kritik yang sering dikemukakan adalah bahwa fungsionalisme structural pada dasarnya kabur, tidak jelas dan ambigu. Ambigu disini terdapat dalam kenyataan yang dimana fungsional structural lebih banyak membicarakan sistem sosial yang abstrak ketimbang masyarakat yang riil.
Davis dan Moore menunjukan dengan jelas bahwa mereka memandang strarifikasi sosial sebagai hal yang universal dan perlu. Mereka berargumen bahwa tidak ada masyarakat yang pernah tidak terstratifikasi, atau tidak berkelas secara sosial. Stratifikasi dalam pandangan mereka adalah kebutuhan fungsional. Semua masyarakat membutuhkan sistem demikian dan kebutuhan itu menghasilkan suatu sistem stratifikasi. Mereka juga memandang suatu suatu sistem stratifikasi sebagai suatu struktur yang menunjukan bahwa stratifikasi mengacu bukan kepada para individu yang ada di dalam sistem stratifikasi itu tetapi lebih tepatnya jeoada suatu sistem posisi-posisi. Merekea berfokus pada cara posisi-posisi tertentu membawa serta kadar prestise yang berbeda-beda, bukan mengenai cara para individu menduduki posisi tertentu.
            Davis dan Moore tidak menyatakan bahwa suatu masyarakat mengembangkan secara sadar suatu sistem stratifikasi agar dapat yakin bahwa posisi-posisi berlevel tinggi terisi, dan dipenuhi dengan cara yang memadai. Lebih tepatnya mereka menunjukkan dengan jelas bahwa stratifikasi adalah suatu alat yang dikembangkan perlahan-lahan secara tidak sadar, akan tetapi, stratifikasi adalah alat yang harus dilaksanakan dan harus dikembangkan di dalam setiap masyarakat jika mereka ingin lestari.

KESIMPULAN (RELEVANSI TEORI UNTUK ANALISIS MASYARAKAT KONTEMPORER)
Dari teori-teori yang telah dikemukakan diatas dapat dianalisis bahwa dalam teori tersebut dapat diterapkan dalam suatu masyarakat kontemporer.            Mengenai analisis AGIL telah tertera dalam analisis diatas , seperti dalam suatu masyarakat terjadi adanya adaptasi yang akan menjadi faktor ekonomi di masyarakat. Masyarakat akan berusaha mencari sumberdaya dari lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendistribusikannya ke semua sistem yang ada di dalam masyarakat tersebut. Goal attainment dekat kepada politik atau merumuskan tujuan yang akan dicapai bersama dalam suatu sistem yang ada di dalam masyarakat. Integrasi dapat berarti hukum yaitu upaya-upaya untuk mengkoordinasi dan mengatur hubungan antar elemen dalam sebuah sistem. Lantency dapat diartikan sebagai proses tranfer nilai-nilai kolektif yang dibutuhkan untuk kelangsungan masyarakat, proses ini biasanya dilakukan melaui keluarga, pendidikan dan agama.
Fungsional struktural sangat diperlukan dalam suatu masyarakat. Apabila salah satu dari fungsi tidak berjalan, maka suatu tatanan tidak akan berjalan pula. Contohnya seperti terdapat petugas hansib atau keamanan untuk menjaga warga masyarakat dalam sebuah desa. Apabila petugas keamanan tersebut menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang apa yang seharusnya, maka desa tersebut akan terasa aman dan tentram, namun apabila petugas keamanan tersebut tidak menjalankan tugas atau fungsinya dengan benar, maka otomatis akan terjadi kegelisahan atau kerusakan dalam sistem keamanan, seperti rawan terjadinya pencurian dan lain-lain.
Terdapat juga dalam lingkungan sekolah, yang dimana semua anggota yang terdapat dalam sekolah tersebut harus menjalankan fungsinya sesuai porsi yang telah diterapkan. Seperti kepala sekolah, guru, siswa, tukang kebun. Disini semua menjalankan perannya sesuai dengan yang telah disepakati. Seperti guru berfungsi untuk mengajar, siswa berfungsi untuk belajar, tukang kebun untuk membersihkan kebun dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA


Johnson, D.P., 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 2. Jakarta Gramedia
Poloma, M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar




Tidak ada komentar:

Posting Komentar