PENGANTAR DAN SEJARAH TEORI
Masyarakat dalam pandangan Fungsionalisme-Struktural
sebagai sekelompok Individu yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Persyaratan
fungsional yang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sebuah sistem untuk terus
bertahan. Kecenderungan masyarakat menciptakan konsensus (kesepakatan) antar
anggotanya. Konstribusi “Peran dan Status” yang dimainkan oleh
individu/institusi dalam keberlangsungan sebuah masyarakat.
Studi
stuktur dan fungsional masyarakat merupakan sebuah masalah sosiologis yang
telah menembus karya-karya pelopor ilmu sosiologi dan para ahli teori
kontemporer. Pendekatan ini memiliki asal usul sosiologi dalam karya
penemuannya, yaitu Aguste Comte. Menurut comte sosiologi adalah studi tentang
strata sosial atau struktur dan dinamika sosial atau proses/fungsi. Dalam hal
ini, lahirnya fungsionalisme structural sebagai suatu prespektif yang berbeda
dalam sosiologi merupakan dorongan yang sangat besar melalui karya-karya klasik
seorang ahli sosiolog prancis, yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat
oleh Emile Durkheim sebagai keseluruhan
organis yang memiliki realita tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki
seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh
bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap
langgeng. Apabila kebutuhan tertentu tersebut tidak dipenuhi, maka akan
berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis, sebagai contoh dalam
masyarakat modern, fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, bila
kebutuhan ekonomi mengalami fluktuasi yang keras maka bagian ini akan
mempengaruhi bagian lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai
keseluruhan.
Sosiologi
di Amerika Serikat pada masa Durkheim aktif di Prancis, sangat berorientasi
pada tindakan dan pembaharuan yang akrab dengan pekerjaan sosial dan
tugas-tugas pemerintah. Fungsinalisme Durkheim berkembang sebagai disiplin
akademis, sosiologi Amerika mengikuti behaviorisme sosial, dengan mencoba
menggabungkan studi tentang realitas subyektif dan obyektif. Gabungan sosiologi
dan psikologi ini bukanlah tradisi Durkheim, yang dalam karya intelektualnya
menunjukan kebutuhan akan sosiologi –yang tidak bisa dipenuhi oleh psikologi.
Baru sesudah tahun 1930-an Durkheim memiliki pengaruhnya yang langsung atas
pertumbuhan sosiologi Amerika Serikat. Hal tersebut terutama melalui usaha
Talcot Parsons, yang sangat dipengaruhi oleh studinya sendiri bersama ahli
antropologi fungsional Maliowski. Pada gilirannya Parsons mempengaruhi sejumlah
besar mahasiswanya termasuk Robert K. Merton, banyak diantaranya kemudian
menjadi ahli-ahli sosiologi terkemuka di Amerika Serikat. Fungsionalisme aliran
Parsons ini berkembang di saat masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar
negeri sebagai akibat dari Depresi Besar, teori fungsinalisme Parsons mengungkapkan
suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat-saat depresi,
teori-teori Parsons merupakan teori sosial yang optimis. Akan tetapi sepertinya
optimisme Parsons itu diperkuat oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II
dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang sangat parah. Dan selama
beberapa tahun fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma
di dalam sosiologi Amerika Kontemporer.
TOKOH TEORI
pemikiran Comte dan Durkheim
Dalam
hal ini Aguste Comte menekankan kajian utamanya tentang statis (keteraturan)
dan dinamis (perkembangan masyarakat). Penekanannya terlihat pada kebutuhan
adanya keteraturan sosial. Durkheim. Penekanan pada aspek integrasi atau
solidaritas kesadaran kolektif dalam masyarakat. Juga konsep anomie yang
mengambarkan kegagalan masyarakat dalam mempertahankan integrasi dan
solidaritas. Masyarakat dilihat dari
sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya dan masing-masing elemen
terintegrasi menjadi satu. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda tapi
saling berkaitan dan menciptakan Konsensus dan keterkaitan sosial serta
keseluruhan elemen akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan intern atau
pun ekstern dalam suatu masyarakat.
Perumus Fungsionalisme Struktural
a.
Talcott
Parson
Dalam
teori fungsionalisme structural, Parsons menggunakan empat imperaltif fungsi
bagi sistem “tindakan” yiatu skema AGIL.
AGIL adalah Suatu fungsi adalah
suatu kompleks kegiatan-kegiatan yang diarahkan kepada pemenuhan suatu
kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan sistem (Rocher, 1975:40). Menggunakan
deifinisi tersebut Parsons percaya bahwa ada empat imperatif fungsional yang
perlu bagi semua sistem yaitu adaptation (Adaptasi),
goal attainment (Pencapaian Tujuan), integration (Integrasi), dan latency (Latensi) atau pemeliharaan
pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional itu dikenal sebagai
skema AGIL. Agar dapat lestari, suatu sistem harus melaksanakan keempat funsi
tersebut
1. Adaptasi
: Sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar. Sistem
itu harus beradaptasi dengan lingkungannya dan menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Pencapaian
tujuan : Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integrasi
: Sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian dari komponennya. Ia juga
harus mengelola hubungan di antara tiga imperatif fungsional lainnya (A, G, L).
4. Latensi
(Pemeliharaan pola): Sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui
motivasi individu serta pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan
motivasi tersebut.
Penjelasan
dari analisis AGIL diatas adalah sebagai berikut :
a. Adaptasi=Ekonomi
Ditujukan untuk
memperoleh sumber daya yang memadai dari lingkungan sekitar dan
mendistribusikan ke seluruh sistem
b. Tujuan
= Politik
Ditujukan untuk
menformulasikan tujuan utama dari suatu sistem/masyarakat
c. Integrasi
= hukum
Integrasi dipahami
sebagai upaya mengkoordinasikan, mengatur hubungan antar elemen dan sistem
d. Latency
= agama, pendidikan, keluarga
Pendidikan, agama dan keluarga berperan
mentransfer nilai kolektif yang dibutuhkan untuk kelangsungan masyarakat melalui
proses: Sosialisasi-Institutionalisasi-Internalisasi
Organisme
behavioral adalah sistem tindakan yang menanganani fungsi adaptasi dengan
menyesuaikan diri dan mengubah dunia luar. Sistem kepribadian melaksanakan
fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem dan memobilisasi
sumber daya untuk mencapainya. Sistem sosial menangani fungsi integrasi dengan
mengontrol bagian-bagian komponennya. Akhirnya sistem kulturl menjalankan
fungsi latensi dengan membekali aktor
dengan norma-norma yang memotivasi mereka untuk bertindak.
Inti
dari teori parsons terdapat dalam empat sistem diatas, yang dimana asumsi yang
dikemukakan terkait dengan sistem tindakan dalam menghadapi persoalan tatanan
yang merupakan pokok perhatiannya dan yang telah menjadi sasaran utama kritik
atas karyanya. Masalah tatanan ala Hobbesian yang mencegah perang sosial yang
melibatkan semua pihak menurut pemikiran parsons.
b.
Robert
Merton
Merton melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang terdiri
dari berbagai komponen yang saling berkaitan, ia juga menganalisis berbagai
fenomena dalam struktur sosial dalam kaitannya dengan kontribusinya terhadap
struktur sosial yang lebih besar. Adanya kecenderungan dari struktur sosial
tertentu untuk melakukan adaptasi dan penyesuaian terhadap perubahan internal
dan eksternal sistem. Kebutuhan adanya nilai-nilai yang diakui bersama sebagai
perekat masyarakat. Fokus kajian utamanya terhadap Struktur Sosial dan nilai
fungsionalnya dalam masyarakat.
Merton
membuat beberapa analisis dasar alam fungsional structural dan menjelaskan
beberapa ketidakpastian arti yang terdapat di dalam postulat-postulat kaum fungsional.
1. Postulat
pertama adalah kesatuan masyarakat yang bisa dibatasi sebagai suatu keadaan
dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat
keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik
berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur (Merton 1967: 80).
Paradigma merton menegaskan bahwa disfungsi tidak boleh diabaikan hanya karena
orang begitu terpesona oleh fungsi-fungsi positif. Ia juga menegaskan bahwa apa
yang fungsional bagi suatu kelompok dapat tidak fungsional bagi keseluruhan.
2. Postulat
kedua yaitu fungsionalisme universal, berkaitan dengan postulat pertama.
Fungsionalisme universal menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan
yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif (Merton 1967: 84). Merton
menganjurkan agar elemen-elemen kultural seharunya dipertimbangkan menurut
kriteria keseimbangan konsekuensi-konsekuensi fungsional, yang menimbang fungsi
posotof relatif terhadap fungsi negatif.
3. Postulat
ketiga yaitu indispensability. Ia
menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide dan obyek
materil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah
tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan (Merton 1967: 86)
Merton
memperkenalkan konsep fungsi manifest dan laten., fungsi-fungsi manifest adalah
yang disengaja, sementara fungsi-fungsi lanten adalah tidak disengaja. Fungsi
manifest perbudakan misalnya, adalah untuk meningkatkan produktivitas ekonomi
Selatan, tetapi fungsi laten perbudakan menyediakan status sosial kulit putih
Selatan, Baik yang kaya maupun yang miskin. Merton mendifinisikan kebudayaan
sebagai sekumpulan nilai-nilai normatif terorganisir yang mengatur perilaku
yang lazim bagi para anggota suatu masyarakat atau kelompok dan struktur sosial
sebagai sekumpulan hubungan-hubungan sosial terorganisir yang dengan berbagai
cara menyiratkan para anggota masyarakat atau kelompok (1968:216). Anomie
terjadi bila ada pemisahan tajam antara norma-norma dan tujuan-tujuan budaya
dan kemampuan para anggota kelompok terstruktur secara sosial untuk bertindak
selaras dengannya (Merton 1968: 216).
FOKUS ATAU UNIT ANALISIS BANGUNAN
REALITAS SOSIAL YANG DIPELAJARI SOSIOLOGI
Kata fakta sosial diperkenalkan oleh
sosiolog Perancis yang bernama Emile Durkheim. Durkheim menyatakan
bahwa sosiologi harus menjadi 'ilmu dari fakta sosial' yaitu membicarakan
sesuatu yang umum yang mencakup keseluruhan masyarakat dan berdiri sendiri
serta terpisah dari manivestasi individu. Fakta sosial ini diartikan
sebagai gejala sosial yang abstrak, misalnya hukum, struktur sosial, adat
kebiasan,nilai, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya yang
memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam
kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak
tampak. Selain itu, menurut Emile Durkheim metode sosiologis yang dipraktikkan
harus bersandar sepenuhnya pada prinsip dasar bahwa fakta sosial harus
dipelajari sebagai materi, yakni sebagai realitas eksternal dari seorang
individu. Jika tidak ada realitas di luar kesadaran seorang individu, sosiologi
sepenuhnya kekurangan materi.
Fakta sosial adalah setiap cara
bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan
eksternal bagi seorang individu." Dan dapat diartikan bahwa fakta sosial
adalah cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu
dan sifatnya memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam
masyarakat. Artinya, sejak manusia dilahirkan secara tidak langsung
ia diharuskan untuk bertindak sesuai dengan lingkungan sosial dimana
ia dididik dan sangat sukar baginya untuk melepaskan diri dari aturan tersebut.
Sehingga ketika seseorang berbuat lain dari apa yang diharapkan oleh
masyarakat maka ia akan mendapatkan tindakan koreksi, ejekan, celaan, bahkan
mendapat sebuah hukuman. Selain itu, fakta sosial memiliki 3 sifat yaitu:
eksternal, umum (general), dan memaksa (coercion).
1. Eksternal
Eksternal artinya fakta tersebut
berada diluar pertimbangan-pertimbangan seseorang dan telah ada begitu saja
jauh sebelum manusia ada didunia.
2. Koersif
(Memaksa)
Fakta ini memeliki kekuatan untuk
menekan dan memaksa individu menerima dan melaksanakannya. Dalam fakta sosial
sangat nyata sekali bahwa individu itu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong
dengan cara tertentu yan dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam
lingkungan sosialnya. Artinya, fakta sosial mempunyai kekuatan untuk
memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi
kemauannya terlingkupi oleh semua fakta social.
3. Menyebar/umum
(General)
Fakta sosial itu bersifat umum atau
tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial
ini merupakan milik bersama, bukan sifat individu perseorangan.
Dari karakteristik di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa fakta sosial mengarahkan pada sesuatu yang ada diluar
individu yang mengharuskannya untuk mengikuti adat istiadat, sopan santun, dan
tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai anggota masyarakat dan
melakukan hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat.
Dengan perkataan lain, fakta sosial seperti tindakan individu dalam melakukan
hubungan dengan anggota masyarakat lain yang berpedoman dengan norma-norma dan
adat istiadat seseorang sehingga ia melakukan hubungan-hubungan terpola dengan
anggota masyarakat lain.
ISI TEORI
Masyarakat sebagai Sistem Konsensus
dan Keseimbangan Sosial.
Masyarakat
dilihat dari sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya dan masing-masing
elemen terintegrasi menjadi satu. Masing-masing memiliki fungsi yang
berbeda-beda tapi saling berkaitan dan menciptakan Konsensus dan keterkaitan
sosial serta keseluruhan elemen akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan
intern atau pun ekstern dalam suatu masyarakat. Konsesus dalam masyarakat yang
berlangsung akan menghasilkan suatu keteraturan sosial, struktur masyarakat
akan berjalan sesuai dengan fungsinya dan tetap terintegrasi dalam sistem.
Fungsionalis dan Disfungsionalis
dalam Masyarakat
Parsons menyatakan bahwa semua struktur sosial memiliki
fungsi positif (berguna) bagi sistem (masyarakat). Namun dalam hal ini Merton
menolak, dan menyatakan bahwa tidak semua struktur sosial itu berfungsi
positif, tapi juga ada yang berfungsi negatif, yang disebut“Disfungsional”
Dua konsep
Disfungsional Menurut Merton, diantaranya:
a.
Sebuah struktur sosial bersifat disfungsional terhadap
keseluruhan sistem
b.
Sebuah struktur sosial bersifat fungsional pada beberapa
sistem dan disfungsional pada sistem lainnya
Keberadaan
kejahatan, seperti kriminalitas atau preman dalam sebuah masyarakat menunjukkan
adanya beberapa peran atau fungsi disfungsional dalam masyarakat.
Dalam hal ini
konsep fungsional dan difungsional berkaitan dengan keseluruhan struktur
masyarakat yang ada. Struktur sosial bukan merupakan fungsional atau
disfungsional namun lebih merujuk dengan kepada siapa fungsional atau
difungsional tersebut diterapkan. Dengan adanya sistem fungsional dan
disfungsional tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang kedalam
sistem masyarakat yang ada, agar mereka mampu beradaptasi dengan aturan yang
ada dan diterima oleh keseluruhan masyarakat.
Teori Tindakan Sosial
Hirarki
Kontrol
|
Sistem
Tindakan
|
Persyaratan
Fungsional
|
Hirarki
Syarat
|
ArusInformasi
|
SistemBudaya
SistemSosial
SistemKepribadian
Sistemperilaku
|
Latency
Integrasi
Tujuan
Adaptasi
|
ArusEnergi
|
Sistem
Tindakan diatas tersusun dalam dua cara:
a.
Melalui ‘Arus Informasi’ Sistem Budaya
mengendalikan sistem-sistem dibawahnya dan seterusnya
b.
Melalui ‘Arus Energi’ (Praktek) Sistem
Perilaku memperkuat sistem-sistem diatasnya dan seterusnya
Sistem-sistem
dalam teori sistem tindakan sosial, antara lain:
1. Sistem
Budaya:
Sistem ini Memediasi
interaksi antar individu dan mengintegrasikan sistem sosial (dalam bentuk Norma
dan Nilai) dan kepribadian (diinternalisasi). Pengetahuan, simbol dan ide yang
menjadi rujukan oleh keseluruhan sistem. Dalam hal ini Sistem budaya
mempengaruhi keseluruhan sistem melalui ‘Sosialisasi’, ‘Institusionalisasi’ dan
‘Internalisasi’
2. Sistem
Sosial
Dalam
sistem ini penekanan Parsons lebih pada “Status dan Peran” yang ditempati dan
dimainkan oleh individu atau institusi sosial tertentu dalam masyarakat,
khususnya nilai signifikasinya dalam sistem yang lebih luas
3. Sistem
Kepribadian:
Sistem
ini Merupakan sebuah organisasi (serangkaian) sistem orientasi dan motivasi
yang mempengaruhi dan menentukan tindakan sosial individu
4. Sistem
Perilaku (Organisme Perilaku):
Penekanan
Parsons hanya pada aspek karakter perilaku individu yang terbentuk melalui
proses pengkondisian dan pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari
(Sosialisasi, Institusionalisasi dan Internalisasi). Organisme Perilaku ini
dipengaruhi dan dibentuk oleh Sistem Budaya, Sistem Sosial dan Sistem
Kepribadian
Analisis
tindakan sosial parsons ini berdasarkan pada tipologi Tonnies, Yaitu
Gemeinschaft dan Gesellschaft dengan
kerangka Analisis variabel Pola, yang dimana Gemeinschaft meliputi askripsi,
kekaburan, afektifitas, partikularisme dan orientasi kolektif. Kemudian
Gesellschaft meliputi prestasi, spesifikasi, netralitas, universalisme,
orientasi diri.
KELEMAHAN/KRITIK ( KESEIMBANGAN
SOSIAL VS PERUBAHAN SOSIAL , STRATIFIKASI SOSIAL DALAM PERAN ATAU FUNGSI
SOSIAL)
Terdapat
beberapa kritik dalam teori-teori diatas diantaranya :
Kritik
substantif. Salah satu kritik menyatakan bahwa fungsionalisme structural tidak
terlalu membahas sejarah, oleh karena itu secara inheren ia bersifat ahistoris.
Para fungsionalis sturktural juga dikritik, karena tidak mampu menjelaskan
proses perubahan sosial secara efektif (Abrahamson, 1978; P. Cohen, 1968;
Mills, 1959; Turner dan Maryanski, 1979). Kritik-kritik sebelumnya mengarah
pada kesan ketidakmampuan fungsionalisme structural untuk berbicara tentang
masalalu. Kritik ini mengarah pada ketidakmampuan pendekatan dalam berbicara
tentang proses perubahan sosial kontemporer.
Kritik
yang paling sering disuarakan terhadap fungsionalisme sturktural adalah bahwa
ia tidak mampu mengatasi konflik secara baik. Alvin Gouldner menyatakan bahwa
Parson cenderung terlalu menitikberatkan pada hubungan harmonis. Irving Louis
berpendapat bahwa teori ini cenderung melihat konflik selalu merusak dan
terjadi diluar kerangka kerja masyarakat.
Kritik
substantif ini mengarah pada dua hal. Pertama, tampaknya jelas bahwa
fungsionalisme structural memiliki focus yang agak sempit, sehingga menghambat
membahas isu dan aspek-aspek penting dunia sosial. Kedua, fokuksnya cenderung
memberinya aroma konservatif fungsionalisme structural bergerak diatas hubungan
status quo dan elite-elite dominan (Huaco, 1986).
Kritik
Metodologis dan Logis. Kritik yang sering dikemukakan adalah bahwa
fungsionalisme structural pada dasarnya kabur, tidak jelas dan ambigu. Ambigu
disini terdapat dalam kenyataan yang dimana fungsional structural lebih banyak
membicarakan sistem sosial yang abstrak ketimbang masyarakat yang riil.
Davis
dan Moore menunjukan dengan jelas bahwa mereka memandang strarifikasi sosial
sebagai hal yang universal dan perlu. Mereka berargumen bahwa tidak ada
masyarakat yang pernah tidak terstratifikasi, atau tidak berkelas secara
sosial. Stratifikasi dalam pandangan mereka adalah kebutuhan fungsional. Semua
masyarakat membutuhkan sistem demikian dan kebutuhan itu menghasilkan suatu
sistem stratifikasi. Mereka juga memandang suatu suatu sistem stratifikasi
sebagai suatu struktur yang menunjukan bahwa stratifikasi mengacu bukan kepada
para individu yang ada di dalam sistem stratifikasi itu tetapi lebih tepatnya
jeoada suatu sistem posisi-posisi. Merekea berfokus pada cara posisi-posisi
tertentu membawa serta kadar prestise yang berbeda-beda, bukan mengenai cara
para individu menduduki posisi tertentu.
Davis dan Moore tidak menyatakan
bahwa suatu masyarakat mengembangkan secara sadar suatu sistem stratifikasi
agar dapat yakin bahwa posisi-posisi berlevel tinggi terisi, dan dipenuhi
dengan cara yang memadai. Lebih tepatnya mereka menunjukkan dengan jelas bahwa
stratifikasi adalah suatu alat yang dikembangkan perlahan-lahan secara tidak
sadar, akan tetapi, stratifikasi adalah alat yang harus dilaksanakan dan harus
dikembangkan di dalam setiap masyarakat jika mereka ingin lestari.
KESIMPULAN (RELEVANSI TEORI UNTUK
ANALISIS MASYARAKAT KONTEMPORER)
Dari
teori-teori yang telah dikemukakan diatas dapat dianalisis bahwa dalam teori
tersebut dapat diterapkan dalam suatu masyarakat kontemporer. Mengenai analisis AGIL telah
tertera dalam analisis diatas , seperti dalam suatu masyarakat terjadi adanya adaptasi
yang akan menjadi faktor ekonomi di masyarakat. Masyarakat akan berusaha
mencari sumberdaya dari lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dan mendistribusikannya ke semua sistem yang ada di dalam masyarakat tersebut. Goal attainment dekat kepada politik
atau merumuskan tujuan yang akan dicapai bersama dalam suatu sistem yang ada di
dalam masyarakat. Integrasi dapat berarti hukum yaitu upaya-upaya untuk
mengkoordinasi dan mengatur hubungan antar elemen dalam sebuah sistem. Lantency dapat diartikan sebagai proses
tranfer nilai-nilai kolektif yang dibutuhkan untuk kelangsungan masyarakat,
proses ini biasanya dilakukan melaui keluarga, pendidikan dan agama.
Fungsional
struktural sangat diperlukan dalam suatu masyarakat. Apabila salah satu dari
fungsi tidak berjalan, maka suatu tatanan tidak akan berjalan pula. Contohnya
seperti terdapat petugas hansib atau keamanan untuk menjaga warga masyarakat
dalam sebuah desa. Apabila petugas keamanan tersebut menjalankan tugas dan
fungsinya sesuai dengan yang apa yang seharusnya, maka desa tersebut akan
terasa aman dan tentram, namun apabila petugas keamanan tersebut tidak
menjalankan tugas atau fungsinya dengan benar, maka otomatis akan terjadi
kegelisahan atau kerusakan dalam sistem keamanan, seperti rawan terjadinya
pencurian dan lain-lain.
Terdapat
juga dalam lingkungan sekolah, yang dimana semua anggota yang terdapat dalam
sekolah tersebut harus menjalankan fungsinya sesuai porsi yang telah
diterapkan. Seperti kepala sekolah, guru, siswa, tukang kebun. Disini semua
menjalankan perannya sesuai dengan yang telah disepakati. Seperti guru
berfungsi untuk mengajar, siswa berfungsi untuk belajar, tukang kebun untuk
membersihkan kebun dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson,
D.P., 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 2. Jakarta Gramedia
Poloma,
M. 2004. Sosiologi Kontemporer.
Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer,
George. 2014. Teori Sosiologi Dari
Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar