Minggu, 17 Januari 2016

Sosiologi Antropologi Pendidikan


SISTEM POLA ASUH DALAM PONDOK PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMANDIRIAN SANTRI
(Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta)
Jl Gotongroyong TR 11/1107, Blunyahrejo, Karangwaru, Yogyakarta

Pola asuh merupakan suatu cara yang sangat penting perananannya dalam pembentukkan kepribadian serta aspek-aspek pembentuk kepribadian diantaranya adalah: emosi, sosial, motivasi, intelektual dan spiritual guna tercapai kedewasaan yang matang, hingga terwujud kepribadian yang sukses dalam diri anak. Pola Asuh Karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah lingkungan. lingkungan merupakan suatu bidang luas memiliki peranan yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu, karena lingkungan merupakan suatu wadah dimana kita dibesarkan.
Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan peserta didik yang dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, kemampuan berkomunikasi, dan berinteraksi dengan masyarakat secara luas, serta meningkatkan kesadaran terhadap alam lingkungannya. Asas pembinaan seperti inilah yang ditawarkan oleh pondok pesantren sebagai lembaga agama islam tertua di Indonesia (Departemen Agama RI, 2003:1)

Dalam hal ini, Aad A’la (2006:1-2) menegaskan Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan realitas yang tak dapat dipungkiri. Sepanjang sejarah yang dilaluinya, pesantren terus menekuni pendidikan tersebut dan menjadikannya sebagai fokus kegitan. Dalam mengembangkan kegiatan pendidikan, pesantren telah menunjukkan daya tahan yang cukup kokoh sehingga mampu melewati berbagai zaman dengan beragam masalah yang dihadapinya. Dalam sejarahnya itu pula, pesantren telah menyumbangkan sesuatu yang tidak kecil bagi islam di Negara ini. Sungguhpun demikian, pesantren tak dapat berbangga hati dan puas dengan sekedar mampu bertahan atau terhadap sumbangan yang diberikan masa lalu. Signifikasi pesantren bukan hanya terletak pada dua hal tersebut, tetapi pada kontribusinya yang nyata bagi umat islam, secara khusus, dan masyarakat secara luas, dimasa kini dan mendatang. Seiring dengan perkembangan zaman fungsi pondok pesantren bertambah. Pondok pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga keagaman, tetapi juga sebagai pusat perkembangan masyarakat di berbagai sektor kehidupan. Dengan sistem yang dinamakan pesantren, proses internalisasi agama islam kepada santri berjalan penuh. Dalam pesantren, dengan pimpinan dan keteladanan para kiai dan para ustadz serta pengelolaan yang khas, tercipta satu komunikasi tersendiri, yang didalamnya terdapat semua aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, ekonomi, budaya dan organisasi (Departemen Agama, 2004:1-4)

Dewasa ini banyak para orang tua berfikir tentang sistem pengolahan asuh anak dalam lingkungan pondok pesantren. Mereka lebih percaya akan sistem pengasuhan yang pondok pesantren  berikan. Pada dasarnya, pengasuhan yang dilakukan dalam lingkungan pondok pesantren memiliki berbagai pola tertentu. Dari beberapa referensi dan hasil penelitian terdahulu, kegiatan pengasuhan anak ini memiliki tiga pola, yakni pola otoriter, pola permisif dan pola demokratis (Spock: 2003). Ketiga pola ini dalam praktek di dalam pomdok pesantren sering kali digunakan dalam mendidik anak. Pola otoriter ini pada intinya orang tua atau pengasuh memiliki wewenang penuh untuk mengatur anaknya dan anak tersebut harus patuh. Pola permisif lebih menekankan kebebasan anak , peran pengasuh dalam pola ini tidak kuat seperti pada pola pertama tadi. Pola demokratis lebih cenderung kepada asas keserasian antara keinginan orang tua dengan anaknya. Peran pengasuh adalah mengontrol dan mengawasi anak serta hubungan antara keduanya lebih dekat. Hal ini bertujuan untuk melatih kemandirian santri atau anak.

Proses pendidikan di pesantren merupakan interaksi antara pengasuh dan ustadz sebagai pendidik dan santri sebagai peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai. Peran pengasuh dan ustadz dalam proses pendidikan kepada santri dituntut untuk bias memberikan bimbingan serta pengaruh agar bias mewujudkan kemandirian santri yang sesuai dengan tuntunan agama islam. Proses pendidikan tidak terlepas dari pengarahan, penyuluhan, bimbingan yang bersifat menyeluruh kepada peserta didik untuk mewujudkan kemandidrian peserta didik. Hal yang cukup menarik, model pengasuhan yang diterapakn di pondok pesantren AL Barokah, sehingga memberikan dorongan kepada penulis untuk mengetahui secara mendalam tentang model pengasuhan yang diterapkan, sehingga memberikan pengaruh besar terhadap sikap kemandirian santri. Dengan demikian penulis mencoba mengungkap “ Sistem Pola Asuh Dalam Pondok Pesantren Sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Santri (Pondok Pesantren Al Barokah Yogyakarta)”.  Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sistem pola asuh dalam pondok pesantren Al Barokah Yogyakarta dalam upaya peningkatan kemandirian santri? 2.Bagaimana sistem  kemandirian santri pondok pesantren Al Barokah Yogyakarta?

A.    Pola Asuh

Pola Asuh Karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil, namun memiliki peranan yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu. Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan adanya anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga antara orang tua-anak, yang kemudian membentuk suatu hubungan yang berkesinambungan. Orang tua dan pola asuh memiliki peranan yang besar dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak.
Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu kekuarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.
Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga bentuk pola asuh dan pengaruhnya terhadap anak (Spock, 1994: 259-266):
a.       Pola authoritative atau demokratis.
Sikap orang tua yang mengontrol dan menurut tetapi dengan sikap yang hangat, ada komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak yang dilakukan secara rasional. Orang tua memberikan pengawasan terhadap anak dan kontrol yang kuat serta dorongan yang positif. Anak yang diasuh secara demokratis cenderung aktif, berinisiatif, tidak takut gagal, spontan karena anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dan dalam pengambilan keputusan di keluarga. Namun tidak menutup kemungkinan akan berkembang pada sifat membangkang dan tidak menurut serta susah menyesuaikan diri.

b.      Pola authoritarian atau otoriter Ditunjukkan dengan sikap orang tua yang selalu menuntut kepatuhan anak, mendikte, hubungan dengan anak kurang hangat, kaku dan keras. Anak kurang mendapat kepercayaan dari orang tuanya, sering dihukum, dan apabila berhasil atau berprestasi anak jarang diberi pujian dan hadiah. Pola asuh ini akan menghasilkan anak dengan tingkah laku pasif dan cenderung menarik diri. Sikap orang tua yang keras akan menghambat inisiatif anak. Anak yang dididik dengan pola otoriter cenderung lebih agresif. Anak dengan pola asuh ini cenderung memiliki kompetensi dan tanggungJawab seperti orang dewasa.
Pola asuh ini memberikan sedikit tuntutan dan sedikit disiplin. Orang tua tidak menuntut anak untuk bertanggungJawab terhadap urusan rumah tangga, keinginan dan sikap serta perilaku anak selalu diterima dan disetujui oleh orang tua. Anak tidak terlatih untuk mentaati peraturan yang berlaku, serta menganggapan bahwa orang tua bukan merupakan tokoh yang aktif dan bertanggungJawab.
c.       Pola Permissive (permisif).
Karena orang tua bersikap serba bebas dan memperbolehkan segala sesuatunya, tanpa menuntut anak. Anak yang diasuh secara permisif mempunyai kecenderungan kurang berorientasi pada prestasi, egois, suka memaksakan keinginannya, kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggungJawab.

Anak juga akan yang berperilaku agresif dan antisosial, karena sejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi peraturan sosial, tidak pernah diberi hukuman ketika melanggar peraturan yang telah ditetapkan orang tua. Bagi anak, kehadiran orang tua merupakan sumber bagi tercapainya keinginan anak.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh sangat penting perananannya dalam pembentukkan kepribadian serta aspek-aspek pembentuk kepribadian diantaranya adalah: emosi, sosial, motivasi, intelektual dan spiritual guna tercapai kedewasaan yang matang, hingga terwujud kepribadian yang sukses dalam diri anak.  

B.     Pondok Pesantren

Pesantren menurut pengertian dasarnya tempat belajar para santri. Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bertujuan untuk mendalam ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (tafaqquh fiddîn) dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Adapun definisi lain dari pesantren yaitu lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam (tafaqquh fiddîn) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari diselenggarakan bentuk asrama yang merupakan komunitas tersendiri di bawah pimpinan
kyai atau ulama dibantu oleh seorang atau beberapa orang ulama dan atau para ustadz yang hidup bersama di tengah-tengah para santri dengan masjid atau surau sebagai pusat kegiatan peribadatan keagamaan, gedung-gedung sekolah atau ruang-ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, serta pondok-pondok sebagai tempat tinggal para santri, selama24 jam. Masa ke masa mereka hidup kolektif antara kyai, ustadz, santri dan para pengasuh pesantren lainnya sebagai satu keluarga besar.
a.             Pondok
Pada dasarnya merupakan asrama pendidikan islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai”.

b.            Kyai
Merupakan elemen yang terpenting dalam pesantren ia seringkali bahkan merupakan pendirinya.

c.        Santri
Orang yang belajar di pesantren, yang terdiri dari dua tipe yaitu : santri mukim dan santri kalong. Santri mukim merupakan santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap kelompok di pesantren, sedangkan santri kalong ialah santri yang berada di daerah pesantren yang mengikuti pelajaran di pesantren dan mereka dari rumahnya sendiri.


C.     Kemandirian Santri
1.       Pengertian Kemandirian Santri

Tugas utama dari pendidikan dan orang tua adalah menghantarkan anak menuju kepada kedewasaan penuh. Maksudnya adalah orang tua harus menolong anak agar mampu mandiri (zelfstanding) dalam status kedewasaannya sehingga dia mampu melaksanakan semua tugas hidup dengan penuh tanggung jawab sendiri, berdasarkan norma etis tertentu. Kemandirian berasal dari kata “independence” yang diartikan sebagai suatu kondisi di mana seorang tidak tergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap kepercayan diri.
Menurut kartono kemandirian berasal dari kata independence yang biasa diartikan sebagai sesuatu yang mandiri, yaitu kemampuan berdiri diatas kemampuannya sendiridengan kemandirian dan tanggung jawab atas segala tingkah lakunya sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna memenuhi kebutuhannya sendiri. Hedug menjelaskan bahwa kemandirian adalah suatu sifat yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan serta keinginan untuk mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, maupun berfikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif maupun mengatasi masalah yang dihadapi, maupun mengendalikan tindakan-tindakannya, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Mahmud menjelaskan kemandirian sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktifitas, inisiatif, mengatur tingkah laku, membuat keputusan sendiri serta mengerjakan tugas-tugas rutinnya.
Menurut Abu Hamid istilah santri berasal dari shastra dari bahasa tamil yang berarti seorang ahli buku suci (Hindu). Dalam dunia pesantren istilah santri adalah murid pesantren yang biasanya tinggal di asrama atau pondok. Hanya santri yang rumahnya dekat dengan pesantren yang tidak demikian. Dari sumber lain, santri berarti orang baik yang suka menolong.18 Dalam istilah lain juga diterangkan bahwa santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar di pesantren. Santri dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu:
a.       Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok sendiri yang meemgang tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah
b.      Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap di pesantren untuk mengikuti pelajaran di pesantren. Mereka bolak-balik (ngelojo) dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan anatara pesantren besar dan pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong.Di dunia pesantren biasa juga di lakukan, seorang santri pindah dari suatu pesantren ke pesantren lain. Setelah seorang santri sudah cukup lama di suatu pesantren, maka dia pindah ke pesantren lain biasanya kepindahanya itu untuk menambah dan mendalami suatu ilmu yang menjadi keahlian dari seorang kiai yang di datanginya.
Dapat disimpulkan bahwa kemandirian santri adalah kemampuan santri untuk berdiri sendiri dalam arti tidak bergantung pada orang lain. Sikap mandiri adalah  mampu berdiri sendiri tidak tergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan dan mampu melaksanakan tugas hidup dengan penuh tanggung jawab dan mencoba membina diri untuk selalu mengembangkan sikap menuju ke arah positif.

Ciri-Ciri Kemandirian Santri
Nasrun dalam Maulidiyah menyebutkan kemandirian itu ditandai dengan adanya
perilaku:
a.       Mengerjakan sendiri tugas-tugas rutinnya, yang ditunjukkan dengan kegiatan yang dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.
b.      Aktif dan bersemangat, yaitu ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi maupun kegiatan yang dilakukan tekun merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya
c.       Inisiatif, yaitu memiliki kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif.
d.      Bertanggung jawab, yang ditunjukkan dengan adanya disiplin dalam belajar, melaksanakan tugas dengan baik dan penuh pertimbangan
e.       Kontrol diri yang kuat, yaitu ditunjukkan dengan adanya mengendalikan tindakan, mengatasi masalah, dan mampu mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri .

D.                Hubungan Model Pengasuhan terhadap Kemandirian Santri

Yang termasuk dalam warga pesantren adalah kiai (ajengan , nun,atau bendara) yang menjadi pengasuh para santri dan di bantu oleh paraguru (ustadz) dan para santri. Kepengurusan pesantren adakalanya berbentuk sederhana, dimana kiai memegang pimpinan mutlak dalam segala hal, sedangkan kepemimpinannya itu sering kali diwakilkan oleh seorang ustadz senior yang selaku menjabat sebagai “lrah pondok”. Dalam pesantren yang telah mengenal bentuk organisasi yang lebih komplek, peran “lurah pondok” ini digantikan oleh susunan pengurus, lengkap dengan pembagian tugas masing-masing, walaupun adalakanya ketuanya masih dinamai “lurah”. Walaupun telah dibentuk sebuah pengurus yang bertugas melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan jalannya pesantren sehari-hari, kekuasaan mutlak senantiasa masih berada ditangan sang kiai. Oleh karena itu betapa demokratis sekalipun susunan pimpinan di pesantren, masih terdapat jarak yang tak terjembatani antara kiai serta keluarganya, di satu pihak para asatidz dan santri dipihak lain. Kedudukan yang dipegang oleh seorang kiai adalah kedudukan ganda sebagai pengasuh sekaligus sebagai pemilik pesantren. Sedangkan kedudukan para ustadz memili dua fungsi pokok, diantaranya yaitu sebagai latihan penumbuhan kemampuanya dalam memimpin dan sebagai pembantu kiai untuk mendididk para santri (Abdurrahman Wahid, 2010:16-17).
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan :
Menurut pendapat Abdul Munir Dkk, adalah kiai disebut sebagai founding father sebuah pesantren, masudnya yaitu seorang pahlawan yang merintis untuk tegaknya kehidupan yang lebih baik berdasarkan panduan hidup yang benar dan jernih. Semua itu diperolehnya setelah menempuh lika liku laku yang sarat dengan nilai-nilai yang utuh dari pemahaman agam islam yang ia yakini. Dan laku sebagai amal saleh yang ia tempuhnya serta ibadah yang ia jalankan tiada lain berdasarkan ilmu yang diperoleh dengan bersusah payah (Abdul Munir Dkk, 1998:171)
Dalam kehidupan pesantren, kyai menerapkan prinsip kehidupan kesederhanaan dan kemandirian bagi santri-santrinya. Prinsip ini bertujuan agar santri dari pesantren dapat menjadi orang yang bersyukur dalam keadaan apapun dan tidak mementingkan kehidupan dunia yang serba materialistis. Pendidikan di Pondok Pesantren menerapkan prinsip self government, dimana santri mengatur kehidupannya dalam pesantren menurut batas-batas ajaran agama yang telah diajarkan kiai atau para pengasuh pondok pesantren (Mustuhu, 1988:282).
Menurut Abdurrahman (2004:121) menyebutkan, watak mandiri yang dimiliki pesantren dapat dilihat daari dua sudut penglihatan: dari fungsi kemasyarakatan pesantren secara umum dan dari pola pendidikan yang dikembangkan di masyarakat. dilihat dari sudut fungsi kemasyarakatannya secara umum, pesantren adalah sebuah alternatif ideal bagi perkembangan keadaan yang terjadi diluarnya. Dari sudut pengelolaan pendidikan didalamnya watak mandiri pesantren dapat dilihat, baik dalam sistem pendidikan dan strukturnya maupun pandangan hidup yang ditimbulkannya dalam diri santri.










Hasil Observasi di Pondok Pesantren Al Barokah

Jenis penelitian yang digunakan dalam konteks ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini mengambarkan tentang sistem pola asuh pondok pesantren sebagai upaya meningkatkan kemandirian santri sesuai dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya berdasarkan data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan, catatan lapangan, wawancara, observasi dan hasil data dokumentasi. Yang  dilakukan di Pondok Pesantren Al Barokah ,Jalan Gotongroyong TR II/1107, Blunyahrejo, Karangwaru,Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
HASIL OBSERVASI
Pondok pesantren Al Barokah merupakan pondok pesantren yang berbasis salaf. Cirri utama pelajaran yang dikaji Adalah kitab-kitab Islam Klasik dari abad pertengahan, yang mana pondok pesantren salaf fokus kepada ilmu alat (tata bahasa arab). Pondok ini terletak kurang lebih 1 km arah selatan Tugu Jogja, tepatnya di Jalan Gotong Royong, TR II/1107, Blunyahrejo, Karangwaru, Yogyakarta. Dilihat dari letak geografis, lingkungan yang mengelilingi pondok pesantren Al Barokah sebagaian besar adalah perumahan penduduk. Pondok pesantren ini di Asuh oleh KH. Rosim Al Fatih, Lc lahir di Wonosobo Jawa Tengah pada tahun 1956 sebagai putra pertama dari Almarhum KH. Muhson dan Nyai Anita Durotul Yatimah, putrid dari Al Maghfutlah KH. Zamruddin (PP. Al-Falahiyah) Mlangi, Gamping, Sleman, DIY,

a.       Deskripsi pengajar atau Ustadz Pondok Pesantren Al Barokah
Pengajar di pondok pesantren Al Barokah mayoritas merupakan santri tua dan santri alumni pondok pesantren tersebut. Mereka yang telah selesai mengaji, mengabdikan diri menjadi pengajar di Al Barokah. Mayoritas latar belakang mereka adalah mahasiswa dari Universitas yang ada di Yogyakarta. Mereka mengajar sembari melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ataupun sambil bekerja diluar pondok pesantren. Jumlah pengajar yang ada di Al barokah saat ini berjumlah 32 orang.
b.      Deskripsi Santri Pondok Pesantren di Al Barokah
Santri pondok pesantren Al Barokah merupakan santri yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda serta berlatar belakang pelajar atau mahasiswa dari berbagai Universitas yang ada di Yogyakarta, seperti MTS 1 Yogyakarta, MAN 1 Yogyakarta, MAN 3 Yogyakarta, SMA 11 Yogyakarta, UIN, UGM, UNY, UAD, UST, UTY dan lain-lain. Jumlah santri yang belajar dan mukin di Pondok Pesantren Al Barokah pada tahun 2015/2016 ini ada 325 orang.
c.       Deskripsi penerapan aturan dipondok pesantren Al Barokah
PERATURAN SANTRI
1.      Jam malam : pukul 18.10 sudah berada di pondok Al barokah (hukuman pelanggaran : membersihkan kamar mandi)
2.      Mengikuti Diniyah setiap malam (hukuman tidak mengikuti : membaca nadzom kitab)
3.      Mengikuti mujahadah malam (apabila tidak mengikuti selama 3 kali akan dikeluarkan dengan tidak terhormat dari pondok)
4.      Mengikuti dzibaan malam jumat
5.      Jamaah subuh
6.      Perizinan pulang kampung 1 kali dalam 1 bulan dengan kurun waktu 3 hari
7.      Mencuci dan menyetrika tidak boleh lebih dari jam 17.00
8.      Mandi dan mengambil makan harus antri
9.      Piket masak 2 kali dalam satu bulan
10.  Piket mingguan wajib dilakukan
11.  Piket mujahadah dan piket bulanan dilakukan sesuai jadwal
12.  Piket lebaran dilakukan H+1 lebaran.





ANALISIS PEMBAHASAN

Sistem pola asuh dalam pondok pesantren Al Barokah Yogyakarta dalam upaya peningkatan kemandirian santri

Pola asuh merupakan suatu cara yang sangat penting perananannya dalam pembentukkan kepribadian serta aspek-aspek pembentuk kepribadian diantaranya adalah: emosi, sosial, motivasi, intelektual dan spiritual guna tercapai kedewasaan yang matang, hingga terwujud kepribadian yang sukses dalam diri anak. Pola Asuh Karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah lingkungan. lingkungan merupakan suatu bidang luas memiliki peranan yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu, karena lingkungan merupakan suatu wadah dimana kita dibesarkan. Yang penulis teliti dari sini adalah dalam lingkungan pondok pesantren.
Dari hasil penelitian, sistem pola asuh yang digunakan adalah pola asuh secara Pola authoritarian atau otoriter Ditunjukkan dengan sikap pengasuh yang selalu menuntut kepatuhan santri, mendikte, hubungan dengan santri kurang hangat, kaku dan keras. Santri  kurang mendapat kepercayaan dari orang tuanya, sering dihukum, dan apabila berhasil atau berprestasi anak jarang diberi pujian dan hadiah. Pola asuh ini akan menghasilkan anak dengan tingkah laku pasif dan cenderung menarik diri. Sikap orang tua yang keras akan menghambat inisiatif anak. Anak yang dididik dengan pola otoriter cenderung lebih agresif. Anak dengan pola asuh ini cenderung memiliki kompetensi dan tanggungJawab seperti orang dewasa.

Pola asuh sistem ini bertujuan untuk membuat para santri lebih mandiri. Sebab dengan adanya paksaan terkadang akan membuat seseorang lebih bisa melakukan apa-apa yang seharusnya dia lakukan yang dilandaskan dari rasa takut dengan peraturan. Namun disisi lain paksaan itu akan membuahkan hasil dan membuat lebih baik lagi, mereka akan lebih mandiri dalam kehidupannya. Sistem paksaan yang dilakukan nantinya akan menjadi kebiasaan dan kebiasaan yang terus menerus tanpa lagi menimbulkan beban. Peraturan-peraturan yang diberikan guna mendidik santri dengan menanamkan kemandirian dan akhlak yang mulia. Peraturan yang diterapkan tidak semata-mata untuk kepentingan pengasuh, namun untuk kebaikan dan kemandirian seorang santri.

Seperti dalam peraturan piket masak 2 kali dalam satu bulan. peraturan ini akan terasa berat bagi siswa SMP, dimana mereka belum bisa masak sama sekali. Namun tujuan peraturan ini adalah untuk membuat santri lebih mandiri. Maka peraturan ini tetap diterapkan agar nantinya santri bisa mandiri dalam memasak. Santri juga dilatih untuk bertanggung jawab akan apa yang sudah ditrerapkan. Misalnya dalam piket mujahadah dan piket mingguan. Santri wajib melakukan piket sesuai jadwal. Pemberlakuan piket ini bertujuan agar nantinya santri mandiri di dalam rumah untuk membersihkan rumah, membantu orang tua, dan lain-lain. Kemudian yaitu piket lebaran. Piket lebaran dilakukan H+1 lebaran. Peraturan ini memang terasa sulit sebab santri tidak memiliki waktu lama untuk lebaran dirumah, namun peraturan ini bertujuan untuk melatih kedisplinan para santri agar cepat kembali kepondok, dan untuk melakukan kegiatan-kegiatan mengaji selanjutnya. Sebab di khawatirkan dirumah nantinya santri akan luapa dengan hafalan Qur’an yang telah dilakukan. Apalagi untuk anak SMP yang tingkat manja dan kemalasannya masih kurang bisa di stabilkan. Peraturan ini harus tetap diterapkan sebab kondisi santri yang terbilang masih labil dan kurang dewasa.
Peraturan selanjutnya yaitu wajib mengikuti sekolah malam (Diniyah). Bagi santri pelajar akan kesusahan membagi waktunya dengan pelajaran disekolah, namun disini peraturan diterapkan semata untuk melatih santri dalam membagi waktu, bagaimana menejemen waktu yang harus mereka lakukan.

Sistem  kemandirian santri pondok pesantren Al Barokah Yogyakarta

Mandiri, yaitu kemampuan berdiri diatas kemampuannya sendiridengan kemandirian dan tanggung jawab atas segala tingkah lakunya sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna memenuhi kebutuhannya sendiri.
Model pengasuhan santri pondok pesantren Al Barokah yang mendidik para santrinya agar menjadi santri yang bisa mandiri dan hidup dalam kesederhanaan, ternyata mempunyai dampak yang positif bagi santri-santrinya. Dengan model pengasuhan santri yang sedemikian itu, maka para santri akan senantiasa melaksanakan dan mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh pengasuh serta taat pada peraturan, sehingga dalam mengikuti kegiatan pondok pesantren para santri dapat menjalankan dengan suka rela dan dapat menumbuhkan sikap kemandirian para santri, serta kemandirian santri dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui model pengasuhan santri pondok pesantren  Al Barokah dapat mempengaruhi dan menumbuhkan sikap kemandirian santri, oleh karena itu para santri dapat membiasakan hidup mandiri dengan mengikuti kegiatan-kegiatan dipondok pesantren yang telah ditetapkan oleh pengasuh.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa kemandirian santri pondok pesantren Al Barokah dapat dipengaruhi dan ditumbuhkan melalui model pengasuhan santri yang diterapkan dipondok pesantren. Dalam kehidupan di pondok pesantren para santri senantiasa patuh dan tunduk kepada pengasuh, oleh karena itu pengasuh menjadi sentral dalam pembentukan karakter santri. Dengan berbagai pola atau model pengasuhan yang diterapkan dalam pengasuhan santri, tentunya berpengaruh pada kepribadian para santri, salah satunya yaitu kemandirian para santri.. Semakin tinggi model pengasuhan santri maka dapat mempengaruhi sikap kemandirian santri dalam mengikuti kegiatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Karena dari model pengasuhan yang di terapkan dipondok pesantren akan menumbuhkan cakrawala berfikir kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sikap kemandirian sehari-hari, tingkah laku, kepribadian, yang ditampakkan dalam kehidupan sehari-hari.
Peran pengasuh sangat besar pengaruhnya terhadap kemandirian santri, karena antara pengasuh dengan santri berinteraksi secara langsung. Dalam kehidupan di pondok pesantren para santri senantiasa patuh dan tunduk kepada pengasuh, oleh karena itu pengasuh menjadi sentral dalam pembentukan karakter santri. Dengan berbagai pola atau model. Pengasuhan yang diterapkan dalam pengasuhan santri, tentunya berpengaruh pada kepribadian para santri, salah satunya yaitu kemandirian para santri.

Kesimpulan
Hubungan antara model pengasuhan santri dengan kemandirian santri pada analisa menunjukkan adanya hubungan yang positif, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi model pengasuhan santri maka semakin tinggi kemandirian para santri dalam kehidupan sehari-hari.

 Saran-Saran
Pengasuh hendaknya memberikan motivasi yang lebih kuat kepada
para santrinya agar para santri tetap semangat dalam menuntut
ilmu.
a.       Upaya peningkatan model pengasuhan santri diantaranya melalui pendidikan, yaitu dengan menyesuaikan perkembangan pendidikan zaman dan perkembangan kebutuhan pendidikan para santri.
b.      Jika model pengasuhan meningkat besar kemungkinan kemandirian santri dapat meningkat dan akan berpengaruh pula dalam kehidupan sehari-hari.
Santri:  
-          Hendaknya para santri dapat meningkatkan kemandirian dari kegiatan-kgiatan yang telah di ikutinya
-          Hendaknya para santri mematuhi segala peraturan ataupun kegiatan yang telah ditetapkan oleh pengasuh, karena peraturan ataupun kegiatan tersebut bertujuan untuk mendidik santri agar supaya menjadi insan yang kamil.
-          Untuk mewujudkan sikap kemandirian santri hendaknya santri dapat mengambil i’tibar dari apa yang telah disampaikan oleh pengasuh.
-           Hendaknya para santri dapat memahami apa tujuan dari setiap kegiatan yang ada di pondok pesantren.


Referensi :

Jurnal skripsi :
 4d3d6abf05b0c53a (Pengaruh Model Pengasuhan Santri Terhadap Kemandirian Santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Desa Pilangwetan Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak 2012)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar