PERBANDINGAN PRESENTASI PENDUDUK
BUTA HURUF DI INDONESIA YANG BERUSIA 15 + DI TAHUN 2012-2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu
dari tujuan nasional dalam menetapkan kemajuan suatu negara dapat ditentukan
oleh tiga indikator indeks pembangunan manusia, yaitu indeks pendidikan, indeks
kesehatan dan indeks perekonomian. Angka melek huruf adalah salah satu variabel
dari indikator indeks pendidikan. Semakin berkembangnya zaman memaksa kita
untuk terus berpendidikan tinggi agar nantinya tidak lagi ketinggalan
informasi. Melek huruf sangat dibutuhkan oleh seorang individu, sebab semua itu
dapat menjadikan bekal terhadap seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Suatu
pendidikan akan menentukan bagaimana kehidupan kita kedepan.
Angka melek
huruf adalah proposisi penduduk usia 15 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan
membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya, tanpa harus mengerti apa
yang dibaca/ditulisnya terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas. Sedangkan Angka
buta huruf adalah proposisi penduduk usia 15 tahun keatas yang tidak mempunyai
kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya terhadap penduduk
usia 15 tahun ke atas.
Angka buta huruf 15 tahun ke atas pada tahun 2012
mencapai 7,03% . Dengan hal tersebut pemerintah berusaha melakukan berbagai hal
strategi untuk menuntaskan masalah tersebut. Banyak program-progam yang
dilakukan oleh pemerintah, seperti Sekolah gratis, Dana BOS, Sosialisasi
pentingnya sekolah dan sebagainya. Pada tahun 2012 pemerintah mulai merintis
program Wajib Belajar 12 tahun dengan memberikan Bantuan Operasional Siswa SMA
(BOS SMA), dengan harapan tidak ada lagi remaja usia sekolah tidak
bersekolah/putus sekolah. Sebab dapat dilihat bahwa penduduk yang termasuk
angkatan kerja adalah penduduk remaja usia 15-24 tahun. Dengan adanya program-program
pemerintah dalam mengentaskan buta huruf, maka peneliti mencoba untuk memantau
taraf penduduk buta huruf di Indonesia dan meneliti presentase penduduk buta
huruf di Indonesia menurut umur tahun 2007-2013, khususnya mengenai “Perbandingan
Presentasi Penduduk Buta Huruf Umur 15+ Tahun 2012-2013” dengan tujuan untuk
progress pendidikan tahun berikutnya.
B. Rumusan
Masalah
Berapakah perbandingan presentase penduduk buta
huruf di Indonesia yang berusia 15+ tahun 2012-2013?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka
tujuan masalah penelitian antara lain:
Mendeskripsikan perbandingan presentase penduduk
buta huruf di Indonesia yang berusia 15+ pada tahun 2012-2013.
D. Kegunaan
Penelitian
Adapun
kegunaan penelitian diharapkan dapat:
a. Menjadi
referensi bagi instansi-instansi terkait perbandingan penduduk buta huruf di
Indonesia
b. Menjadi
bahan pertimbangan dan penentu kebijakan untuk memberantas penduduk buta huruf
c. Sebagai
tambahan pengetahuan dan perkembangan untuk masyarakat Indonesia
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KAJIAN
PUSTAKA
1. Perbandingan
Dalam kamus bahasa Indonesia perbandingan adalah
perbedaan (selisih) kesamaan sebagai pedoman pertimbangan dalam pengalaman yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Dalam matematika perbandingan adalah
membandingkan dua nilai atau lebih dari suatu besaran yang sejenis dan
dinyatakan dengan cara yang sederhana. Perbandingan a : b atau
. Perbandingan juga bisa
dinyatakan dalam pecahan. Contoh soal perbandingan :

Perbandingan antara uang Rahmi dengan uang Mirza
adalah 4:5 . Jumlah uang mereka adalah Rp. 72.000,00 . Berapakah jumlah uang
yang diterima masing-masing.
Jumlah uang Rahmi :
x 72 =
x72 = 32


Jumlah uang Mirza :
x 72 =
x 72 = 40


(sumber : id.Wikibooks.org)
2. Presentase
Presentase adalah sebuah angka atau perbandingan
untuk menyatakan pecahan dari seratus. Presentasi sering ditunjukkan dengan
symbol % .
3. Konsep
Buta Huruf dan Melek Huruf
Pengertian buta huruf menurut Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) tahun 2006, yaitu ketidakmampuan yang dimiliki seseorang
untuk membaca dan menulis dengan huruf latin dan angka arab dalam bahasa
Indonesia, serta tidak memiliki keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Terdapat pula pengertian buta huruf fungsional menurut Depdiknas, yang berarti
ketidakmampuan melakukan kegiatan yang memerlukan kecakapan keaksaraan,
misalnya membaca, menulis dan berhitung untuk bidang usaha yang menjadi mata
pencaharian. Sebaliknya pengertian melek huruf fungsional adalah kemampuan
seseorang paling tidak dapat membaca dan menulis dengan huruf latin dan
berhitung dengan angka arab dalam setiap kegiatannya yang memerlukan kecakapan
tersebut dan juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan
membaca, menulis dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat. Buta
huruf menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) (2007)
terbagi menjadi dua bentuk, yaitu buta huruf murni dan buta huruf praktis. Buta
huruf murni yaitu dimana penduduk sama sekali tidak dapat membaca, menulis dan
berhitung dengan huruf apapun. Sedangkan buta huruf praktis dialami penduduk
yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dengan huruf latin dan angka
arab, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar. 7 Pada konferensi
UNESCO tahun 1978, pengertian melek huruf merupakan penggunaaan keaksaraan
dalam seluruh aktivitas seseorang dan berfungsi efektif bagi kelompoknya dan
masyarakat, yang juga memberi kemungkinan bagi dia untuk menggunakannya dalam
membaca, menulis dan berhitung bagi perkembangan dirinya sendiri maupun
masyarakat. Setelah tahun 1980-an dan 1990 keaksaraan atau melek huruf
diperluas maknanya untuk mengakomodasi tantangan globalisasi termasuk dampak
teknologi baru dan media informasi serta pengetahuan ekonomi (UNESCO, 2006).
Secara mantap digariskan bahwa keaksaraan adalah hak dan kunci menuju hak yang
lain, serta memberikan bukti tentang multipersonal, manfaat sosial dan ekonomi
(UNESCO, 2006). Pengukuran melek huruf seseorang yang digunakan dalam sensus
nasional adalah kemampuan membaca dan menulis sebuah pernyataan sederhana
tentang keaksaraannya sehari-hari (Djalal, 2006). Melek huruf di Indonesia
memainkan peranan penting dalam dalam meningkatkan kehidupan perekonomian
individu yang aman dan kesehatannya bagus serta memperkaya masyarakat dengan
pembangunan modal manusia, pengembangan identitas budaya dan toleransi, serta
mempromosikan partisipasi warga negara (Djalal, 2006).
Angka melek huruf adalah proposisi penduduk usia 15
tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan
huruf lainnya, tanpa harus mengerti apa yang dibaca/ditulisnya terhadap
penduduk usia 15 tahun ke atas. Sedangkan Angka buta huruf adalah proposisi
penduduk usia 15 tahun keatas yang tidak mempunyai kemampuan membaca dan
menulis huruf latin dan huruf lainnya terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas.
Rumusan :




Keterangan
:
AMHt 15 adalah jumlah penduduk 15 yang melek huruf
tahun ke t
Pt adalah jumlah penduduk 15 tahun ke t
BHt 15 adalah jumlah penduduk yang buta huruf pada
tahun ke t.
Kegunaan : untuk melihat pencapaian indikator yang
telah dicapai oleh suatu daerah, karena membaca merupakan dasar utama dalam
memperluas ilmu pengetahuan. AMH merupakan indicator penting untuk melihat
sejauh mana penduduk suatu daerah terbuka terhadap pengetahuan.
Selain dari Susenas, variable indicator AMH dan ABH
juga didapat dari sensus penduduk (SP), survey penduduk antar sensus (SUPAS)
dan survey angkatan kerja nasional (sakernas) .
Interpretasi : tingkat melek huruf yang tinggi
(tingkat buta huruf yang rendah) menunjukan adanya sebuah sistem pendidikan
dasar yang efektif dan program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar
penduduk untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam
kehidupan sehari-hari dalam kehidupan sehari-hari dan melanjutkan
pembelajarannya.
(sumber
: sirusa.bps.go.id)
4.
Penduduk
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah
geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.
5.
Usia
Informasi tentang tanggal, bulan dan tahun dari waktu
kelahiran responden menurut sistem kalender Masehi. Informasi ini digunakan
untuk mengetahui umur dari responden. Penghitungan umur harus selalu dibulatkan
kebawah, atau disebut juga umur menurut ulang tahun yang terakhir. Apabila
tanggal, bulan maupun tahun kelahiran seseorang tidak diketahui, pencacah dapat
menghubungkan dengan kejadian-kejadian penting baik nasional maupun daerah.
(sumber : bps.go.id).
6.
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf,
pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IMP digunakan
untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara
adalah negara maju, negara
berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari
kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Pendidikan merupakan sector utama dalam pembangunan
sumber daya manusia, kinerja pendidikan yang merupakan indicator kemajuan suatu
negara. Sehingga urusan pendidikan merupakan urusan wajib dipemerintah dan
mendapatkan alokasi dana cukup besar.
IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai
rata-rata sederhana dari tiga indeks yang terdiri dari indeks harapan hidup yang
diukur dengan harapan hidup pada saat lahir.
Indeks pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf
pada penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah, serta indeks standar hidup
layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan atau
paritas daya beli.
Berdasarkan kajian aspek status pembangunan manusia,
tinggi rendahnya status pembangunan manusia menurut UNDP dapat dibedakan
menjadi 3 golongan :
1.
Tingkatan rendah,
jika IPM < 50
2.
Tingkatan menengah,
jika 50 < IPM <80
3.
Tingkatan tinggi,
jika IPM >80
Namun untuk perbandingan antar daerah di Indonesia, yaitu
perbandingann antar kabupaten/kota, maka kreteria kedua, yaitu tingkatan
menengah dipecah menjadi 2 golongan, sehingga gambaran status akan berubah
menjadi sebagai berikut :
1.
Tingkatan rendah,
jika IPM < 50
2.
Tingkatan menengah
bawah jika 50 < IPM< 66
3.
Tingkatan menengah
atas jika 66 < IPM < 80
4.
Tingkatan atas, jika
IPM > 80
Berdasarkan kajian aspek tingkat pertumbuhannya IPM dapat
digunakan sebagai ukuran kemajuan pembangunan, melalui dua cara, yaitu :
1.
Perbandingan antar
wilayah yaitu suatu posisi relatif dari satu wilayah terhadap wilayah lain
berdasarkan peringkatnya dalam suatu kawasan tertentu.
2.
Pengukuran tingkat
kemajuan. Yaitu untuk mengkaji pencapaian tingkat kemajuan setelah berbagai
program di implementasikan dalam suatu periode tertentu, yang dinotasikan
kedalam rumus reduksi shortfall pertahun. Semakin besar reduksi shortfall
disuatu wilayah menunjukkan semakin besar kemampuan yang dicapai oleh wilayah
tertentu dalam periode tertentu. Kecepatan pencapaian dalam hal ini mengukur
perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus
ditempuh untuk mencapai titik idela IPM, yakni IPM =100, kecepatan pencapaian
(r) terbagi kedalam 4 tingkatan :
1.
Kecepatan pencapaian
sangat lambat, jika r < 1,30
2.
Kecepatan pencapaian lambat, jika 1,30< r
< 1,50
3.
Kecepatan pencapaian
menengah, jika 1,50 < r < 1,70
4.
Kecepatan pencapaian
cepat, jika r > 1,70
Beberapa faktor rendahnya pencapaian kinerja pendidikan disebabkan oleh :
1.
Tingkat keakuratan
dan akumulasi data yang masih belum mantap dibanyak kasus, pendataan merupakan hal yang sangat berat, sulit
dikumpulkan, terlambat dan kurang valid. Sehingga melahirkan data final yang
kurang akurat. Manajemen database yang belum naik, terlebih dilini bawah
sekolah, kurang didukung oleh teknologi dan sumber daya yang memadai.
2.
Topografi wilayah
Indonesia yang terdiri dari banyak pulau, perbukitan dan daerah sulit
dijangkau. Sehingga akses pendidikan masih terlalu rendah, siswa masih harus
berjalan kaki sekian kilo meter.
3.
Penyebaran guru yang
belum merata sesuai dengan analisi kebutuhan. Guru masih menumpuk didaerah
perkotaan, sementara guru didaerah pinggiran sangat minim.
4.
Sarana dan prasarana
pendidikan yang belum memadai, alat praktik, perpustakaan terutama di jenjang pendidikan dasar. Keterbatasan akan akses
informasi dan komunikasi dan bahkan
ketersediaan jaringan listrik yang belum ada.
5.
Pada sekolah
menengah, didaerah angka putus sekolah masih cukup tinggi. Hal ini lebih
dominan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial dan budaya suatu daerah. Di
daerah sekolah menengah kejuruan membutuhkan
biaya operasional maupun biaya personal yang cukup tinggi, sementara
siswa yang di SMK menurut pengamatan penulis banyak pula masyarakat yang
berpenghasilan rendah.
6.
Angka melek huruf
merupakan faktor sangat penting. Angka ini merupakan indikator kinerja kunci
dibidang pendidikan.
B. PENELITIAN YANG RELEVAN
Studi mengenai penduduk buta huruf di indonesia telah
banyak dilakukan oleh banyak peneliti. Berikut adalah penelitian-penelitian
sejenis yang menjadi referensi dalam penelitian ini :
1. Amanda
tiara pravitasary, dkk melakukan penelitian mengenai pemodelan faktor –faktor
yang berpengaruh terhadap angka buta huruf di provinsi jawa barat dengan
geographically weighted logistic regression. (prosiding penelitian spesia 2015)
2. Novi
Widiastuti 2013 Penerapan metode pembelajaran transliterasi dalam meningkatkan
hasil belajar keaksaraan (sumber : reporsitory.upi.edu)
3. Atik
Ismuningsih faktor pertumbuhan penduduk, tingkat melek huruf, dan distribusi
pendapatan terhadap kemiskinan di provinsi DIY , 2004-2009
C. KERANGKA BERPIKIR
Angka
melek huruf adalah proposisi penduduk usia 15 tahun ke atas yang mempunyai
kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya, tanpa harus
mengerti apa yang dibaca/ditulisnya terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas.
Sedangkan Angka buta huruf adalah proposisi penduduk usia 15 tahun keatas yang
tidak mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya
terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas. Perbandingan persentase penduduk buta
huruf berusia 15 + tahun 2012 dengan tahun 2013 adalah membandingkan proposisi
penduduk usia 15 tahun ke atas pada tahun 2012 dengan 2013 yang tidak mempunyai
kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lain. Hal ini untuk melihat
pencapaian indikator yang telah dicapai oleh suatu daerah, karena membaca
merupakan dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan.
Indonesia
merupakan negara yang masih tergolong penduduk buta huruf yang tinggi di setiap
provinsinya. Padahal melek huruf adalah modal awal dalam memperoleh informasi
didunia. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan
bahwa penduduk butah huruf saat ini masih belum bisa diatasi semaksimal
mungkin, ditambah semakin majunya teknologi global yang membuat penduduk
Indonesia semakin tergeser dari ekonomi dunia.
D. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan
masalah, kajian teoritis,
penelitian penelitian yang relevan dan
kerangka berpikir diatas,
maka dapat dikemukakan
hipotesis penelitian sebagai
jawaban sementara permasalahan
yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan, sebagai
berikut :
1. Perbandingan
Persentase penduduk buta huruf 15+ tahun 2012 dengan 2013 dapat dipengaruhi dan
mempengaruhi bidang pendidikan dan pembangunan sebuah Negara
2. Persentase
penduduk buta huruf yang tinggi secara dominan dipengaruhi oleh kondisi
pendidikan (banyaknya angka putus sekolah di usia 15+)
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Metode
Dasar
Penelitian
ini menggunakan pendekatakan kuantitatif dengan metode dasar survei. Metode
survei adalah metode yang bertujuan mengambil sejumlah besar data dengan
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat
pengumpulan data tersebut. Dalam
metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap
hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang
serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan
keputusan di masa mendatang.
B.
Lokasi
dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia. Penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015 sampai bulan Januari 2016.
C.
Jenis
dan Sumber Data
1.
Data
Primer
Pengambilan data primer yang diambil langsung
dari sumbernya, diperoleh dari responden di lapangan. Data primer yang
dibutuhkan misalnya data buta huruf diambil dari sebagian narasumber yang
terdapat dalam masyarakat diberbagai daerah.
2.
Data
Sekunder
Data sekunder diambil pengumumpulan
informasi-infomarsi, arsip, data-data hasil perhitungan dan sejenisnya yang
dimiliki oleh instansi-intansi terkait. Data sekunder yang dibutuhkan misalnya data
diperoleh dari instansi resmi pemerintah daerah dalam penghitungan penduduk
buta huruf dan buku-buku maupun dokumen resmi yang telah teruji kebenarannya
serta diperoleh dari instansi terkait yang dapat di percaya kebenarannya.
3.
Cara
Pengambilan Data
Cara
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
·
Teknik Wawancara
Wawancara sering digunakan dalam metode
penelitian survei, merupakan bentuk komunikasi verbal, percakapan untuk dapat
mengumpulkan informasi. Metode wawancara ini dengan acuan kuisioner yang telah
dibuat. Data yang diambil dengan teknik ini yaitu meliputi karakteristik
responden (nama, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, jumlah anggota
keluarga dan lain-lain).
Teknik pengambilan sample yang dilakukan denganteknik purposive sampling, yaitu dengan
dilakukan secara sengaja dimana peneliti menentukan sendiri sample yang diambil
dengan pertimbangan tertentu. Sampel atau responden yang ditentukan terdiri
dari Masyarakat. Jumlah responden ditentukan berdasarkan
pertimbangan kebutuhan penelitian akan data dan waktu, biaya dan tenaga yang
terbatas.
·
Content
Analysis
Weber
(dalam Zulfahmi, 2010) menjelaskan bahwa analisis isi merupakan metodologi
penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang
sahih dari sebuah buku atau dokumen. Metode analisis ini digunakan dengan
mempertimbangkan jenis data dan informasi yang dioleh berupa dokumen resmi atau
transkrip wawancara. Analisis ini dilakukan untuk membantu dalam mengolah data
dan informasi yang didapatkan menjadi temuan studi yang mengarahkan pada
penyimpulan hasil analisis stakeholder mengenai perbandingan presentase
penduduk buta huruf di Indonesia.
4.
Analisis
Data
Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang telah dinyatakan sebelumnya. Analisis data adalah proses
penyederhanaan data dan penyajian data dengan mengelompokannya dalam suatu
bentuk yang mudah dibaca atau diterapkan (Silalahi, 2009).
5.
Teknik Validasi Data
Validasi data
diperoleh dengan cara intepretasi
data yang telah di analisis oleh program tertentu, kemudian mencoba
menghubungkan keadaan awal data dengan hasil analisis data.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN
PERBANDINGAN
PRESENTASI PENDUDUK BUTA HURUF DI INDONESIA YANG BERUSIA 15 +
Provinsi
|
15+
|
45+
|
|||||||||||||
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011**)
|
2012
|
2013
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011**)
|
2012
|
2013
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Aceh
|
5.49
|
4.06
|
3.61
|
3.12
|
4.37
|
3.96
|
3.34
|
14.81
|
14.48
|
11.71
|
10.79
|
9.30
|
12.55
|
11.74
|
10.49
|
Sumatera Utara
|
3.27
|
2.96
|
2.85
|
2.68
|
3.22
|
2.69
|
2.19
|
7.90
|
7.41
|
7.85
|
7.80
|
7.65
|
6.80
|
6.30
|
5.09
|
Sumatera Barat
|
3.90
|
3.34
|
3.19
|
2.91
|
3.88
|
3.38
|
2.62
|
9.43
|
7.97
|
7.99
|
7.68
|
7.29
|
8.79
|
7.80
|
6.40
|
R i a u
|
2.72
|
2.24
|
1.89
|
1.65
|
2.60
|
2.35
|
2.12
|
7.85
|
6.85
|
7.52
|
6.40
|
5.99
|
7.24
|
6.75
|
6.49
|
Kepulauan Riau
|
4.33
|
4.19
|
3.92
|
2.81
|
2.69
|
2.40
|
2.09
|
15.34
|
15.12
|
12.60
|
12.53
|
11.12
|
8.51
|
8.40
|
7.56
|
Jambi
|
5.17
|
4.69
|
4.49
|
4.12
|
4.63
|
4.21
|
3.28
|
13.79
|
13.38
|
14.01
|
13.66
|
12.67
|
12.61
|
11.32
|
9.29
|
Sumatera Selatan
|
3.34
|
2.95
|
2.79
|
2.64
|
3.48
|
3.20
|
2.76
|
9.29
|
8.05
|
8.00
|
8.27
|
8.10
|
8.96
|
8.63
|
7.68
|
Kep Bangka Belitung
|
5.13
|
4.66
|
4.59
|
4.54
|
4.54
|
4.30
|
3.59
|
12.99
|
11.46
|
12.00
|
13.25
|
14.03
|
10.43
|
10.74
|
9.26
|
Bengkulu
|
6.09
|
5.40
|
5.10
|
4.70
|
4.98
|
4.44
|
3.52
|
17.08
|
15.76
|
16.15
|
14.95
|
14.27
|
13.77
|
12.66
|
10.42
|
Lampung
|
6.87
|
6.37
|
5.63
|
5.36
|
5.20
|
5.11
|
4.19
|
19.64
|
17.15
|
18.08
|
16.13
|
15.53
|
13.87
|
13.82
|
11.77
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DKI Jakarta
|
1.24
|
1.26
|
1.06
|
0.87
|
1.19
|
1.00
|
0.86
|
5.22
|
3.63
|
3.89
|
3.07
|
2.77
|
3.20
|
3.08
|
2.71
|
Jawa Barat
|
4.68
|
4.47
|
4.02
|
3.82
|
4.39
|
4.05
|
3.30
|
13.03
|
11.25
|
11.99
|
11.25
|
11.54
|
11.70
|
10.79
|
9.08
|
Banten
|
4.76
|
4.79
|
4.05
|
3.80
|
4.16
|
3.72
|
3.36
|
14.99
|
12.94
|
15.15
|
13.23
|
13.01
|
12.70
|
11.55
|
11.00
|
Jawa Tengah
|
11.38
|
10.76
|
10.54
|
10.05
|
10.25
|
10.07
|
8.73
|
28.29
|
25.13
|
24.92
|
24.49
|
23.52
|
23.41
|
23.03
|
20.45
|
DI Yogyakarta
|
12.22
|
10.55
|
9.82
|
9.16
|
8.96
|
8.00
|
7.18
|
31.34
|
28.76
|
24.87
|
22.81
|
21.95
|
21.06
|
19.17
|
17.53
|
Jawa Timur
|
12.58
|
12.69
|
12.20
|
11.66
|
12.20
|
11.18
|
9.86
|
29.13
|
26.48
|
28.24
|
27.20
|
26.22
|
26.86
|
25.12
|
22.22
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
B a l i
|
14.02
|
13.06
|
12.78
|
11.60
|
11.31
|
10.08
|
9.16
|
33.18
|
31.59
|
30.69
|
29.31
|
28.40
|
25.84
|
24.14
|
22.88
|
Nusa Tenggara Barat
|
20.25
|
20.15
|
19.82
|
18.95
|
17.35
|
17.08
|
15.33
|
48.03
|
45.38
|
47.61
|
47.19
|
46.33
|
42.55
|
42.17
|
38.58
|
Nusa Tenggara Timur
|
12.75
|
12.34
|
12.04
|
11.41
|
12.15
|
11.23
|
9.64
|
29.04
|
26.15
|
28.89
|
27.55
|
26.70
|
25.56
|
23.38
|
20.91
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kalimantan Barat
|
10.60
|
11.48
|
10.30
|
9.74
|
10.36
|
9.28
|
8.66
|
27.71
|
24.22
|
29.83
|
26.42
|
25.46
|
25.24
|
24.33
|
23.16
|
Kalimantan Tengah
|
3.36
|
2.73
|
2.61
|
2.52
|
3.34
|
2.57
|
2.07
|
10.74
|
8.89
|
8.33
|
8.58
|
8.54
|
9.03
|
6.84
|
6.04
|
Kalimantan Selatan
|
5.95
|
4.92
|
4.59
|
4.06
|
4.54
|
3.80
|
2.96
|
14.85
|
15.22
|
14.54
|
13.36
|
12.36
|
11.69
|
10.78
|
8.86
|
Kalimantan Timur
|
4.30
|
3.64
|
3.11
|
2.95
|
3.32
|
2.66
|
2.49
|
13.61
|
11.93
|
11.40
|
9.36
|
9.27
|
9.18
|
8.21
|
7.76
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sulawesi Utara
|
1.05
|
0.85
|
0.78
|
0.70
|
1.23
|
1.17
|
0.87
|
1.79
|
1.74
|
1.83
|
1.62
|
1.43
|
2.18
|
2.05
|
1.66
|
Gorontalo
|
4.25
|
4.49
|
4.29
|
4.00
|
5.39
|
4.88
|
3.17
|
7.75
|
6.63
|
11.01
|
9.91
|
10.58
|
10.52
|
9.61
|
7.28
|
Sulawesi Tengah
|
5.14
|
4.32
|
4.22
|
3.92
|
5.77
|
5.34
|
4.05
|
12.61
|
11.37
|
11.34
|
11.07
|
10.94
|
12.07
|
11.89
|
9.30
|
Sulawesi Selatan
|
13.76
|
13.47
|
12.98
|
12.25
|
12.34
|
11.50
|
9.84
|
32.87
|
29.49
|
31.34
|
30.02
|
29.21
|
28.00
|
26.59
|
23.55
|
Sulawesi Barat
|
13.60
|
12.69
|
12.41
|
11.52
|
12.25
|
11.07
|
9.21
|
31.57
|
29.91
|
28.82
|
29.43
|
29.29
|
27.72
|
25.21
|
21.23
|
Sulawesi Tenggara
|
9.50
|
8.85
|
8.49
|
8.15
|
9.21
|
8.82
|
7.39
|
28.69
|
22.94
|
26.67
|
25.37
|
24.43
|
25.12
|
24.74
|
21.38
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Maluku
|
3.15
|
2.69
|
2.58
|
2.54
|
3.41
|
2.91
|
2.17
|
6.98
|
6.19
|
6.29
|
5.87
|
6.58
|
6.94
|
6.06
|
4.22
|
Maluku Utara
|
5.35
|
4.56
|
4.26
|
3.92
|
4.21
|
3.65
|
2.63
|
14.25
|
14.63
|
14.70
|
13.24
|
13.11
|
10.62
|
9.65
|
7.07
|
Papua
|
24.94
|
27.53
|
29.71
|
31.73
|
35.47
|
34.70
|
32.69
|
38.52
|
32.93
|
32.94
|
31.70
|
36.14
|
38.89
|
39.61
|
37.22
|
Papua Barat
|
9.68
|
7.85
|
7.06
|
4.88
|
7.42
|
6.38
|
4.41
|
22.65
|
17.15
|
16.15
|
13.40
|
9.91
|
14.03
|
12.42
|
9.21
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Indonesia
|
8.13
|
7.81
|
7.42
|
7.09
|
7.56
|
7.03
|
6.08
|
21.09
|
18.94
|
19.59
|
18.68
|
18.25
|
18.15
|
17.17
|
15.15
|
Catatan
: * data tidak tersedia
**
kenaikan angka buta huruf perbandingan tahun 2010 dan 2011 disebabkan :
1. Perbedaan
metodologi perhitungan estimasi. Pada tahun 2010, perhitungan inflate tidak
didasarkan pada kelompok sedangkan pada tahun 2011, perhitungan inflatenya
berdasarkan kelompok umur 5 tahunan.
2. Pengumpulan
data pada tahun 2010 dilakukan 1 (satu) kali dalam setahuan yaitu pada bulan
juli, sedangkan pada triwulanan karena tahun ajaran sekolah yang dimulai pada
tahun juli berakhir pada tahun juni tahun berikutnya.
3. Data
tahun 2011-2013 diestimasi dengan menggunakan inflate hasil back-casting
berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035
B.
ANALISIS DATAT-TEST (PAIRED SAMPLES - T-TEST) DALAM
MENGANALISIS RUMUSAN MASALAH
Hasil
Analisis
Paired
Samples Statistics
|
|||||
|
|
Mean
|
N
|
Std. Deviation
|
Std. Error Mean
|
Pair 1
|
TAHUN
|
1.5000
|
66
|
.50383
|
.06202
|
BUTAHURUF
|
6.2259
|
66
|
6.07374
|
.74763
|
Paired
Samples Correlations
|
||||
|
|
N
|
Correlation
|
Sig.
|
Pair 1
|
TAHUN & BUTAHURUF
|
66
|
-.079
|
.528
|
Paired
Samples Test
|
|||||||||
|
|
Paired Differences
|
T
|
Df
|
Sig. (2-tailed)
|
||||
|
|
Mean
|
Std. Deviation
|
Std. Error Mean
|
95% Confidence
Interval of the Difference
|
||||
|
|
Lower
|
Upper
|
||||||
Pair 1
|
TAHUN BUTA HURUF
|
-4.72591
|
6.13417
|
.75506
|
-6.23388
|
-3.21794
|
-6.259
|
65
|
.000
|
Histogram

HASIL PEMBAHASAN
A.
INTEPRETASI HASIL ANALISIS DATA
Berdasarkan analisis dengan Paired Samples Test dapat dilihat bahwa ada perbandingan presentase penduduk
buta huruf usia 15+ tahun 2012 dengan 2013. Table pertama menunjukkan hasil analisis statistik deskripsinya seperti
rata-rata pasangan, standar deviasi, dan standar error.
Table kedua menampilkan hasil analisis
korelasi antara kedua pasangan data. Koefisien korelasinya
adalah sebesar –0,079 dengan sig 0.528. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
pasangan data tersebut berkorelasi menampilkan hasil perbandingan presentasi
penduduk buta huruf tahun 2012 dengan 2013 usia 15+.
Kemudian table ketiga menunjukkan
hasil pengujian ditemukan bahwa nilai t sebesar -6.259 dengan sig (2 tailed)
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbandingan presentasi penduduk buta
huruf antara tahun 2012 dengan 2013 di
usia 15+ dan oleh karena nilai t yang ditemukan negatif, maka hal ini
menunjukkan bahwa presentasi penduduk buta huruf tahun 2013 lebih kecil
daripada tahun 2012.
B.
DISKRIPSI
PEMBAHASAN
Dari data penelitian yang telah penulis
lakukan, dapat dilihat persentase penduduk buta huruf di Indonesia masih tinggi. Sejumlah provinsi dengan
tingkat penyandang buta huruf cukup tinggi diantaranya adalah Papua, Sulawesi
Barat, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor penyebab penduduk buta huruf di
Indonesia adalah :
1.
Kurangnya pasrtisipasi bersekolah
atau putus sekolah yang dilakukan anak sebab faktor ekonomi dan budaya.
2.
Kesmiskinan. Faktor ini membuat
seseorang menjadi buta huruf karena untuk makan sehari-hari juga masih sulit
apalagi untuk mengenyam bangku sekolah.
3.
Jauh dengan Layanan Pendidikan.
Layanan pendidikan yang jauh menyebabkan seseorang sulit untuk menjalankan
dalam mengeyam pendidikan. Daerah terpencil yang jauh dari sekolah membuat
seseorang untuk berfikir ulang apabila ingin melajutkan sekolah.
4.
Faktor budaya dan orang tua. masih
banyaknya budaya dan orang tua mengnggap bahwa sekolah adalah perbuatan yang
sia-sia, todak penting dan lebih baik menyuruh mereka untuk berjualan ataupun
bahkan berladang untuk membantu ekonomi orang tua.
Angka Buta Huruf menunjukkan
ketertinggalan sekelompok penduduk tertentu dalam mencapai pendidikan. Cerminan
besar kecilnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan penduduknya . Angka
Putus Sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah
lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu . Hal ini
sering digunakan sebagai salah satu indikator berhasil/tidaknya pembangunan di
bidang pendidikan.
Penyebab
utama putus sekolah antara lain:
• Kurangnya
kesadaran orang tua
akan pentingnya pendidikan anak
sebagai investasi masa depannya;
• kondisi
ekonomi orang tua yang miskin; dan
• Keadaan
geografis yang kurang menguntungkan.
Solusi Penyelesaian Penduduk Buta Huruf
Penduduk
buta huruf dapat diselesaikan dengan berbagai cara, seperti berikut :
1. Mengurangi
jumlah anak yang tidak bersekolah.
2. Membuat
metode pembelajaran yang menyenangkan agar peserta didik tidak merasa bosan
denga materi yang diajarkan.
3. Adanya
niat baik dan sungguh-sungguh yang dilakukan pemerintah.
4. Pemerintah
pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk keberhasilan pelaksanaan
program pengentasan buta huruf.
5. Pemerintah
bekerjasama dengan dinas pendidikan dimana upaya pemberantasan buta huruf
dilaksanakan oleh perguruan tinggi, terutama oleh mahasiswa. Sebab mahasiswa
memiliki kemampuan akademis dan usia yang masih muda, sehingga mempunyai
idealism yang tinggi.
6. Pemerintah
mengeluarkan instruksi presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional
percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun dan
pemberantasan buta huruf.
7. Pemerintah
menerapkan strategi untuk pemberantasan buta huruf seperti yang diusulkan oleh
UNESCO, yaitu pemetaan jumlah penyandang buta huruf secara tepat, perluasan
informasi dan sosialisasi pentingnya melek huruf, pemberdayaan sekolah formal
dan non formal bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat.
8. Sosialisasi
program pendidikan keaksaraan kepada masyarakat luas, terutama pada masyarakat
pedesaan agar jumlah penduduk buta huruf menurunkan melalui berbagai media.
9. Memperbesar
alokasi dana penuntasan buta huruf pada APBN dan APBD yang saat ini terkesan
sangat kecil.
10. Mempersiapkan dan meningkatkan kapasitas
penyelenggara pendidikan keaksaraan fungsional seperti ketenagaan, baik tenaga
pelaksana maupun tutor, meningkatkan insentif atau kesejahteraan bagi pelaksana
dan penyelenggara pendidikan keaksaraan fungsional lainnya, menyediakan sarana
dan prasarana pendidikan keaksaraan.
11. Meningkatkan
kinerja pendidikan dasar bagi kelompok usia sekolah guna menghindari penambahan
jumlah buta huruf akibat bertambahnya angka putus sekolah.
12. Menata
sistem manajemen pendidikan keaksaraan fungsional yang berbasis pada
masyarakat, meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
13. Menyelenggarakan
proses pembelajaran bagi orang dewasa secara efektif dan partisipatif.
Pemberantasan buta huruf tidak saja
tugas pemerintah, namun tugas masyarakat luas sebagai penerus bangsa..
Dari aspek pendidikan, pemerintah mulai merintis
program Wajib Belajar 12 tahun pada 2012 dengan memberikan Bantuan Operasional
Siswa SMA (BOS SMA), dengan harapan tidak ada lagi remaja usia sekolah tidak
bersekolah/putus sekolah. Sebab dapat dilihat bahwa penduduk yang termasuk
angkatan kerja adalah penduduk remaja usia 15-24 tahun. Berdasarkan data Sensus
Penduduk 2010, Jumlah angkatan kerja sebanyak 172.070.339 jiwa, 66,06 persen
diantaranya adalah remaja usia 15-24 tahun, jumlah tersebut menunjukkan bahwa
penduduk remaja cukup besar yang termasuk dalam angkatan kerja yang perlu
ditingkatkan kualitasnya agar dapat bener-benar sebagai aset pembangunan yang
potensial dalam menggerakkan perekonomian.
Secara umum jumlah angkatan kerja usia 15-24 tahun meningkat
dari tahun ke tahun. Penduduk usia 15-24 tahun yang bekerja diperkotaan jauh
lebih besar dibandingkan dengan diperdesaan,. Sebaliknya mereka yang mencari
pekerjaan diperkotaan lebih sedikit dibandingkan mereka yang tinggal dipedesaan
jiwa. Hal ini kemungkinan terjadi karena mereka yang tinggal dipedesaan
kesulitan mendapatkan pekerjaan atau remaja tersebut memilih-milih lapangan
pekerjaan yang sesuai/diinginkannya atau keterbatasan dalam menyediaan lapangan
pekerjaan.
Dilihat
dari perbandingan yang peneliti lakukan telah menunjukkan bahwa penduduk buta
huruf usia 15+ dari tahun ketahun mengalami penurunan. Hal ini bisa dikatakan
pemerintah berhasil dalam menyelenggarakan program-programnya untuk memberantas
buta huruf. Upaya pemerintah dalam program pengentasan butra huruf ini antara
lain pada tahun 2005, Depdinas telah menyusun Rencana Stategi Pembangunan Pendidikan
Nasional (Restra Depdiknas) untuk tahun 2005-2009 yang menitik beratkan kepada
terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun
dan damai, serta terwujudnya masyarakat bangsa yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan, dan hak asasi manusia, juga terwujudnya perekonomian yang
menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan
pondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan, yang dilandasi keimanan,
ketaqwaan dan akhlak mulia.
Guna
mewujudkan tujuan pengentasan pendidikan. Menteri pendidikan nasional pada
tahun 2006 sampai sekarang menetapkan 3 pilar kebijakan pembangunan pendidikan
agar setiap pengambilan keputusan dan operator pendidikan di pusat maupun
daerah memiliki komitmen bersama tentang pemerataan dan perluasan akses yang
diarahkan pada upaya memperluas daya tamping satuan pendidikan sesuai dengan
prioritas nasional, serta memberikan kesempatan yang sama abgi semua peserta
didik dari golongan masyarakat yang berbeda, baik secara sosial, ekonomi,
gender, lokasi tempat tinggal dan kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan tersebut
ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia agar dapat belajar
sepanjang hayat dalam rangka pemenuhan hak warga negara terhadap pendidikan.
Dalam hal ini pendidikan
sangatlah diutamakan, demi terwujudnya esensi dari pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sangat jelas di sini
bahwa Pemerintah Indonesia sangat menjunjung tinggi pendidikan dan selalu
berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pengentasan
buta aksara, mulai dari Wajib Belajar 9 tahun hingga sekolah gratis dan program
pemberantasan buta aksara yang diperuntukkan warga yang bukan anak-anak lagi.
Namun pemberantasan buta aksara tidak lagi cukup pada membuat warga yang belum
melek huruf mampu membaca dan menulis. Program itu mesti diarahkan
dan diintegrasikan untuk memberdayakan masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Upaya pemberantasan buta aksara diintegrasikan juga untuk membuat
warga berdaya dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan kehidupan berbangsa.
Tantangan sekarang bukan sekadar buta aksara hilang, tapi membuat warga berdaya
untuk memperbaiki taraf hidup. Sebab
pemberantasan buta aksara merupakan salah satu fokus penting untuk memperbaiki
indeks pembangunan manusia di tiap-tiap daerah. Berhasilnya program
pemberantasan buta aksara akan membuat warga percaya diri dan berdaya untuk
keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Buta huruf adalah ketidakmampuan seseorang untuk membaca
dan menulis. Indonesia mempunyai banyak masyarakat yang masih buta
huruf. Angka buta huruf di Indonesia masih tergolong tinggi
mengingat banyaknya angka putus sekolah serta masyarakat yang belum mampu untuk
membiayai sekolah. Pemerintah sendiri mempunyai berbagai cara untuk mengurangi
angka buta aksara di Indonesia. Dilihat
dari perbandingan yang peneliti lakukan telah menunjukkan bahwa penduduk buta
huruf usia 15+ dari tahun ketahun mengalami penurunan. Hal ini bisa dikatakan
pemerintah berhasil dalam menyelenggarakan program-programnya untuk memberantas
buta huruf. Seperti sekolah geratis, Beasiswa Prestasi, Dana BOS, dan
sebagainya.
B.
SARAN
1.
Bagi pemerintah
Pemerintah diharapkan membuat cara strategi yang positif,
seperti model pembelajaran yang menarik untuk anak dalam belajar, kemudian
dalam pemberantasan buta huruf diharapkan pemerintah lebih menekankan dan
menoptimalkan program-program yang telah dibuat, serta meningkatkan kinerja
dalam program yang telah terlah berhasil terlaksana.
2. Bagi masyarakat
Masyarakat
diharapkan berfikir secara rasional bahwa melek huruf sangatlah penting bagi
kehidupan mereka. kesadaran orang tua dan masyarakat dibutuhkan sebab pentingnya pendidikan anak sebagai investasi masa depannya;
DAFTAR PUSTAKA
Lincolin
Arsyad, 1997, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta.
Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan,
Teori, Masalah dan Kebijakan, UPPAMP YKPN, Yogyakarta.
Amanda tiara pravitasar. 2015. Pemodelan faktor –faktor yang berpengaruh terhadap angka buta huruf
di provinsi jawa barat dengan geographically weighted logistic regression.
(prosiding penelitian spesia 2015)
Novi Widiastuti 2013 Penerapan metode pembelajaran transliterasi dalam meningkatkan hasil
belajar keaksaraan (sumber : reporsitory.upi.edu)
Atik Ismuningsih faktor pertumbuhan penduduk, tingkat melek
huruf, dan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan di provinsi DIY , 2004-2009.
(Jurnal)
Http:// id.Wikibooks.org (diakses 24 januari 2016
pukul 09.20)
Http:// Sirusa.bps.go.id (diakses 24 januari 2016
pukul 09.40)
Http:// Bps.go.id (diakses
24 januari 2016 pukul 10.00)
Http ://Postlitbang
Kependudukan BKKBN (diakses 24 januari 2016 pukul 09.20)