Selasa, 15 November 2016

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN INTEGRASI BANGSA INDONESIA





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
 Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau. Selain itu, Indonesia memiliki ragam budaya yang tidak kalah banyaknya. Indonesia menganut 6 Agama yang telah diakui, diantaranya Islam, Kristen, Katholik, Hindhu, Budha, dan Konghuchu.
Dalam hal cara pandang menangani suatu masalah masyarakat di Indonesia memiliki beberapa perbedaan, misal saja dikarenakan bedanya latar belakang suku bangsa. Secara umum perbedaan kompleks dalam masyarakat majemuk tidak hanya perbedaan horizontal, tetapi ada pula perbedaan vertikal.
            Istilah Multikultural akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini. Multikultural yang dimiliki Indonesia dianggap menjadi faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau SARA yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, Maluku dan berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa di satu sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Hingga muncullah konsep multikulturalisme. Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat multikultural yang damai. 
Maka dari itu, penulis menyusun paper untuk mengkaji tentang Pendidikan Multikultural Sebagai Upaya mempertahankan Integrasi Bangsa Indonesia

B.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ruang lingkup pendidikan multikultural ?
2.      Bagaimana pentingnya pendidikan masyarakat multikultural ?
3.      Bagaimana pendidikan multikultural memberikan upaya dalam mempertahankan integrasi masa depan bangsa Indonesia?


C.      Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan ruang lingkup pendidikan multikultural
2.      Untuk mendeskripsikan pentingnya pendidikan multikultural
3.      Untuk mendeskripsikan pendidikan multicultural memberikan uppaya dalam mempertahankan integrasi masa depan bangsa indonesia


BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Pendidikan Multikulturalisme
Pendidikan multikultural adalah proses penyadaran yang berwawasan sosial edukatif mencakup keragaman hidup beragama, sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan ini harus dilihat sebagai bagian dari usaha yang komprehensif untuk menanamkan pemahaman nilai-nilai toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial dalam kerangka hidup bersama dalam suatu komunitas masyarakat multikultural. Sikap toleransi tidak mungkin tertanam dengan sendirinya tanpa adanya usaha sadar untuk menginternalisasikannya, dalam bentuk sosialisasi yang terus menerus dalam pendidikan. Menurut Paul Gorski (2000), terdapat tujuan pendidikan multikultural yaitu mempengaruhi perubahan sosial yang melibatkan tiga pokok transformasi yaitu:pertama, transformasi diri, yang bertujuan mengenal identitas diri merupakan “begining point” yang menghubungkan guru, siswa, dan lingkungan yang menjadi pilar dasar dalam proses pembelajaran yang menuntut pemahaman tentang seluk beluk materi yang diajarkan. Kedua, sekolah dan persekolahan merupakan “point of focus” untuk mengerti dan menghargai identitas etnik yang melekat pada dirinya. Ketiga, transformasi masyarakat menuju pada perkembangan identifikasi global yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memandang bagaimana sebagai bangsa mereka membaur dalam masyarakat dunia.
Pendidikan multikultural mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan akhirnya dapat dicapai dengan baik. Tujuan awal pendidikan multikultual yaitu membangun wacana pendidikan multikulturan dikalangan guru, dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum. Adapun tujuan akhir pendidikan multikultural ini adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi juga diharapkan bahwa peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.
Pendidikan multikultural sebagai proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah retak. Multkulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai suatu corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan
James Banks (1994) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasikan perbedaan sebagai suatu keniscayaan (anugerah Tuhan/sunatullah). Selanjutnya bagaimana masyarakat mampu menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter. Ruang pendidikan sebagai media transfer of knowledge hendaknya mampu memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan menghormati atas realitas yang beragam, baik latar belakang maupun basis sosio-budaya yang melingkupinya. Pemikiran selanjutnya adalah tentang beberapa dimensi pendidikan multicultural yang saling berkaitan yaitu: pertama, content integration adalah mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu. Kedua, the knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Ketiga, an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pembelajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya maupun sosial. Keempat, prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pembelajaran. Kemudian melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti olah raga, seni, berinteraksi dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif (Mahfud, 2008). Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Paulo Freire (2000), bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan, menurutnya harus mampu menciptakan tatanan masyarakat terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestis sosial sebagai akibat kekayaan
B.     Pentingnya pendidikan masyarakat multikultural
Hal terpenting yang perlu di catat dalam pendidikan multikultural ini adalah seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mampu secara professional mengajarkanmata pelajran atau mata kuliah yang dijarkannya. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu  menanamkan nilai – nilai inti dari pendidikan multicultural. Pada akhirnya, diharapkan  bahwa permasalahan yang dihadapi bangsa ini, lambat laun dapat diminimalkan, karena generasi kita di masa yang akan dating adalah ‘generasi multikultural’ yang menghargai perbedaan, selalu menegakkan nilai – nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan.
-          Kultur, Kulturasi dan Multikultural
Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk memahami arti kultur di dalam pendidikan multicultural adalah membangun pemahaman kita terlebih dahulu tentang karakteristik.
-          Karakteristik kultur
Pertama, kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus. General artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai kultur, dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat adalah bervariasi antara satu dan lainnya, tergantung pada kelompok masyarakat mana kultur itu berada.Kedua, kultur adalah sesuatu yang di pelajari. Seorang bayi atau anak kecil akan mudah meniru kebiasaan orang tuannya. Ketiga, kultur adalah sebuah symbol. Dalam hal ini symbol dapat berbentuk sesuatu yang verbal dan non-verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan secara khusus pula atau bahkan tidak dapat diartikan ataupun dijelaskan. Keempat, kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami. Secara alamiah, manusia harus makan untuk mendapatkan energy, kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan apa, kapandan bagaimana. Kultur juga dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam secara alamiah dimana mereka berada. Kelima, kultur adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota kelompok masyarakat.Keenam. kultur adalah sebuah model. Artinya, kultur bukan kumpulan adat istiadat dan kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang disatukan dan system-sistem yang tersusun dengan jelas. Adat istiadat, institusi, kepercayaan, dan nilai-nilai adalah sesuatu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang bersifat adaptif. Artinya, kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya sehingga semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan melanjutkan keturunan.
Berdasarkan beberapa karakteristik kultur di atas maka secara umum dapat dijelaskan bahwa kultur adalah ciri-ciri dari tingkah laku manusia yang di pelajari, tidak di turunkan secara genetis dan bersifat sangat khusus, sehingga kultur pada masyarakat “A” berbeda dengan kultur masyarakat “B” dan seterusnya. Dengan kata lain, kultur dapat di artikan sebagai sebuah cara dalam bertingkah-laku dan beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Demokrasi menuntut pengakuan perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu, pendidikan multikultural merupakan jawaban atas problematika kemajemukan. Hal tersebut senada dengan paradigma tentang proses pendidikan yang didefinisikan sebagai proses pembudayaan dan cita-cita persatuan bangsa merupakan unsur budaya nasional. Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia, serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat dijadikan sebagai strategi dalam mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya.

Pendidikan multikultural di Indonesia belum menjadi kajian bidang ilmu pendidikan. Multikulturalisme baru menjadi wacana utama bidang antropologi, politik, dan sosiologi. Wacana dalam bidang pendidikan belum dikenal sebagai kajian substansial yang memberikan bobot fundamental dari sisi ontologi (objek kajian ilmu) dan aksiologi, karena ilmu pendidikan selama ini baru disikapi sebagai kajian normatif dari relasi hubungan guru dan siswa serta masyarakat dalam lembaga pendidikan. Pendidikan multikultural harus berhasil membangun pemahaman dan upaya untuk hidup dalam konteks perbedaan agama dan budaya, baik secara individual maupun kolektif dan tidak terjebak dalam primordialisme budaya dan eksklusifisme kelompok agama atau budaya yang sempit.

Urgensi pendidikan multikultural belum nampak dari sisi pengembangan masyarakat ke arah penyadaran akan perbedaan-perbedaan yang ada. Menjunjung kemanusiaan dalam semua tindakan dan agenda aksi yang nyata dan bersifat membebaskan, harus menjadi esensi dari pendidikan multikultural. Jadi, urgensi pendidikan multikultural sangat penting karena berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahan konflik; hal lain dari pendidikan multikultural adalah agar siswa tidak tercabut dari akar budayanya; pendidikan multikultural juga dinilai relevan dengan alam demokrasi seperti saat ini. Untuk mewujudkan multikulturalisme dalam dunia pendidikan maka sangat dirasa perlu memasukkannya ke dalam kurikulum nasional. 

C.     PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS MASA DEPAN BANGSA INDONESIA

Amandemen untuk konstitusi Indonesia yang diperkenalkan sejak tahun 1999 telah menghasilkan perubahan artikel-artikel tertentu, yang dapat disajikan sebagai pondasi hukum yang perlu untuk implementasi pendidikan multikultural. Konstitusi Indonesia berisi bab hak asasi manusia yang terdiri dari 10 artikel yang antara lain menjamin hak kebebasan perlindungan dari perlakuan diskriminasi pada segala situasi, dan menghormati identitas kebudayaan dan hak komunitas tradisional. Gambaran lebih jelas dari hak asasi manusia dapat ditemukan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang juga meliputi artikel pada perlindungan berbagai bentuk diskriminasi dan perlindungan identitas kebudayaan dan hak kepemilikan tanah tradisional. Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban langsung kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan pada berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatis dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik ddalam proses pembelajaran.
Pusat pengembangan kurikulum departemen pendidikan nasional “Kurikulum Berbasis Kompetensi” yang digunakan pada tahun 2004 pada SD dan SMP di seluruh Indonesia (untuk keterangan lebih detail tentang kurikulum berbasis Kompetensi Indonesia, lihat Pusat Kurikulum Depdiknas 2002). Namun dalam perkembangannya kurikulum berbasis kompetensi ini kemudian dikembangkna lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kemudian pada isi kurikulum mengindikasikan bahwa porsi yang signifikan untuk pelajaran ilmu sosial tertentu akan disediakan untuk sifat multikultural masyarakat Indonesia. Dokumen Pusat Kurikulum menyatakan: “pendidikan multikultural dan multi bahasa” sebagai prinsip dari pengembangan kurikulum tersebut (lihat, Pusat Kurikulum Depdiknas, 2001).

Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada beberapa prinsip seperti; menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang, didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah, kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda, mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, diantaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.  Bisa digarisbawahi, nilai dasar dalam pendidikan multikultural adalah toleransi. Maka toleransi harus dididikkan, tidak cukup berhenti pada wacana. Sebagai konsekuensinya, agar pendidikan lebih multikultural, maka pendidikan dan pengajaran harus memperkokoh pluralism dan menentang adanya rasisme, diskriminasi gender dan bentuk-bentuk lain dari intoleransi dan dominasi sosial. Pada konteks ini tentu harus dilakukan transformasi kurikulum, model pembelajaran, suasana sekolah, kegiatan ekstrakurikuler dan peran guru menjadi multikultural. Menurut Gay’s dalam Koentjaraningrat (1996), prinsip-prinsip penting dalam menerapkan pendidikan multikultural adalah kurikulum berdasarkan sejarah dan berpusat pada keragaman, berorientasi pada perbaikan, pengajaran mengarah pada keragaman, kurikulum tergantung pada konteks, bersifat menyerap keragaman dan dapat diterapkan secara luas dan bersifat komprehensif serta mencakup semua level pendidikan. Seorang pendidik bias menggunakan “payung multikultural” dalam membantu anak didik untuk memahami keterlibatan banyak kelompok dan keinginan di masyarakat.

Singkatnya, paradigma pendidikan multikultural perlu mewarnai model pembelajaran yang diterapkan dalam kelas. Sesuai prinsip pendidikan multikultural, maka aktivitas pembelajaran di sekolah disarankan untuk memberi perhatian pada kompleksitas dinamis dari berbagai faktor yang mempengaruhi interaksi manusia, seperti fisik mental, kemampuan, kelas, gender, usia, politik agama, dan etnisitas. Para pendidik pada konteks ini disarankan menggunakan metode-metode yang bersifat antropologis untuk mengidentifikasi kelompok sosio budaya, nilai-nilai serta praktiknya yang mempengaruhi proses berkaryanya. Pada intinya pengajaran yang diharapkan adalah pengajaran “bebas dari prasangka” atau “Kurikulum Tanpa Prasangka”.



BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Pendidikan multikultural adalah proses penyadaran yang berwawasan sosial edukatif mencakup keragaman hidup beragama, sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan ini harus dilihat sebagai bagian dari usaha yang komprehensif untuk menanamkan pemahaman nilai-nilai toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial dalam kerangka hidup bersama dalam suatu komunitas masyarakat multikultural.
Pendidikan multikultural dapat menjadi salah satu model untuk mengatasi konflik SARA. Hal itu dapat dilakukan melalui kurikulum, pembelajaran di kelas dengan menggunakan mata pelajaran ilmu-ilmu sosial budaya dan keagamaan yang diharapkan mampu mencegah timbulnya konflik antar suku, agama, ras dan antar golongan.

B.     SARAN
Pemerintah melalui tenaga pendidik ikut mengajarkan pentingnya pendidikan multikultural
Tenaga pendidik hendaknya mendalami akan pentingnya multikultural dan disosialisasikan kepada masyarakat, agar terhindar dari konflik yang ada (SARA)


DAFTAR PUSTAKA


Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3ES

Education.http://www.edchange.org/multicultural/initial.html

Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Nasikun.1984. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: Rajawali

JURNAL 505-740-1-SM (mempertahankan integrasi bangsa Indonesia melalui pendidikan multicultural)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar