BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 13.487 pulau. Selain itu, Indonesia memiliki ragam budaya yang
tidak kalah banyaknya. Indonesia menganut 6 Agama yang telah diakui,
diantaranya Islam, Kristen, Katholik, Hindhu, Budha, dan Konghuchu.
Dalam hal cara pandang
menangani suatu masalah masyarakat di Indonesia memiliki beberapa perbedaan,
misal saja dikarenakan bedanya latar belakang suku bangsa. Secara umum
perbedaan kompleks dalam masyarakat majemuk tidak hanya perbedaan horizontal,
tetapi ada pula perbedaan vertikal.
Istilah Multikultural
akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di
berbagai kalangan berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini.
Multikultural yang dimiliki Indonesia dianggap menjadi faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau SARA yaitu
suku, agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang,
Maluku dan berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam
integrasi bangsa di satu sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam
penyelesaiannya di sisi lain. Hingga muncullah konsep multikulturalisme.
Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat
multikultural yang damai.
Maka
dari itu, penulis menyusun paper untuk mengkaji tentang Pendidikan Multikultural
Sebagai Upaya mempertahankan Integrasi Bangsa Indonesia
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana ruang lingkup
pendidikan multikultural ?
2.
Bagaimana pentingnya
pendidikan masyarakat multikultural ?
3.
Bagaimana pendidikan
multikultural memberikan upaya dalam mempertahankan integrasi masa depan bangsa
Indonesia?
C. Tujuan
1.
Untuk mendeskripsikan ruang
lingkup pendidikan multikultural
2.
Untuk mendeskripsikan
pentingnya pendidikan multikultural
3.
Untuk mendeskripsikan
pendidikan multicultural memberikan uppaya dalam mempertahankan integrasi masa
depan bangsa indonesia
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Multikulturalisme
Pendidikan multikultural adalah
proses penyadaran yang berwawasan sosial edukatif mencakup keragaman hidup
beragama, sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan ini harus dilihat sebagai
bagian dari usaha yang komprehensif untuk menanamkan pemahaman nilai-nilai
toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial dalam kerangka hidup bersama
dalam suatu komunitas masyarakat multikultural. Sikap toleransi tidak mungkin
tertanam dengan sendirinya tanpa adanya usaha sadar untuk
menginternalisasikannya, dalam bentuk sosialisasi yang terus menerus dalam
pendidikan. Menurut Paul Gorski (2000), terdapat tujuan pendidikan
multikultural yaitu mempengaruhi perubahan sosial yang melibatkan tiga pokok
transformasi yaitu:pertama, transformasi diri, yang bertujuan mengenal identitas
diri merupakan “begining point” yang menghubungkan guru, siswa, dan
lingkungan yang menjadi pilar dasar dalam proses pembelajaran yang menuntut
pemahaman tentang seluk beluk materi yang diajarkan. Kedua, sekolah dan
persekolahan merupakan “point of focus” untuk mengerti dan menghargai
identitas etnik yang melekat pada dirinya. Ketiga, transformasi masyarakat
menuju pada perkembangan identifikasi global yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memandang bagaimana sebagai bangsa mereka membaur dalam masyarakat
dunia.
Pendidikan multikultural mempunyai
dua tujuan, yaitu tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan
sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan
akhirnya dapat dicapai dengan baik. Tujuan awal pendidikan multikultual yaitu
membangun wacana pendidikan multikulturan dikalangan guru, dosen, ahli
pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan
ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum. Adapun tujuan akhir pendidikan
multikultural ini adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai
materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi juga diharapkan bahwa peserta
didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis,
pluralis, dan humanis.
Pendidikan multikultural sebagai
proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan
multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa
menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah
retak. Multkulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaan
budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya
pluralisme budaya sebagai suatu corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme
dapat menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan
termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat
multikultural. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat
kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat
mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai
dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan
menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan
James Banks (1994) mendefinisikan
pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color.
Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasikan perbedaan sebagai
suatu keniscayaan (anugerah Tuhan/sunatullah). Selanjutnya bagaimana masyarakat
mampu menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.
Ruang pendidikan sebagai media transfer of knowledge hendaknya mampu
memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan
menghormati atas realitas yang beragam, baik latar belakang maupun basis
sosio-budaya yang melingkupinya. Pemikiran selanjutnya adalah tentang beberapa
dimensi pendidikan multicultural yang saling berkaitan yaitu: pertama, content
integration adalah mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk
mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran
atau disiplin ilmu. Kedua, the knowledge construction process, yaitu
membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran
(disiplin). Ketiga, an equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode
pembelajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya maupun sosial. Keempat, prejudice
reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan
metode pembelajaran. Kemudian melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan seperti olah raga, seni, berinteraksi dengan seluruh staf dan
siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang
toleran dan inklusif (Mahfud, 2008). Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat
Paulo Freire (2000), bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang
berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan, menurutnya harus
mampu menciptakan tatanan masyarakat terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah
masyarakat yang hanya mengagungkan prestis sosial sebagai akibat kekayaan
B.
Pentingnya
pendidikan masyarakat multikultural
Hal terpenting yang perlu di catat
dalam pendidikan multikultural ini adalah seorang guru tidak hanya dituntut
untuk menguasai dan mampu secara professional mengajarkanmata pelajran atau
mata kuliah yang dijarkannya. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu
menanamkan nilai – nilai inti dari
pendidikan multicultural. Pada akhirnya, diharapkan bahwa permasalahan yang dihadapi bangsa ini,
lambat laun dapat diminimalkan, karena generasi kita di masa yang akan dating
adalah ‘generasi multikultural’ yang menghargai perbedaan, selalu menegakkan
nilai – nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan.
-
Kultur, Kulturasi dan
Multikultural
Langkah pertama yang perlu
dilakukan untuk memahami arti kultur di dalam pendidikan multicultural adalah
membangun pemahaman kita terlebih dahulu tentang karakteristik.
-
Karakteristik kultur
Pertama,
kultur adalah sesuatu yang general dan
spesifik sekaligus. General artinya setiap manusia di dunia ini mempunyai
kultur, dan spesifik berarti setiap kultur pada kelompok masyarakat adalah
bervariasi antara satu dan lainnya, tergantung pada kelompok masyarakat mana
kultur itu berada.Kedua, kultur
adalah sesuatu yang di pelajari. Seorang bayi atau anak kecil akan mudah meniru
kebiasaan orang tuannya. Ketiga, kultur
adalah sebuah symbol. Dalam hal ini symbol dapat berbentuk sesuatu yang verbal
dan non-verbal, dapat juga berbentuk bahasa khusus yang hanya dapat diartikan
secara khusus pula atau bahkan tidak dapat diartikan ataupun dijelaskan. Keempat, kultur dapat membentuk dan
melengkapi sesuatu yang alami. Secara alamiah, manusia harus makan untuk
mendapatkan energy, kemudian kultur mengajarkan pada manusia untuk makan apa,
kapandan bagaimana. Kultur
juga dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam secara alamiah dimana mereka
berada. Kelima, kultur adalah sesuatu
yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai
anggota kelompok masyarakat.Keenam. kultur
adalah sebuah model. Artinya, kultur bukan kumpulan adat istiadat dan
kepercayaan yang tidak ada artinya sama sekali. Kultur adalah sesuatu yang
disatukan dan system-sistem
yang tersusun dengan jelas. Adat istiadat, institusi, kepercayaan, dan
nilai-nilai adalah sesuatu yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketujuh, kultur adalah sesuatu yang
bersifat adaptif. Artinya, kultur merupakan sebuah proses bagi sebuah populasi
untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya sehingga
semua anggotanya melakukan usaha maksimal untuk bertahan hidup dan melanjutkan
keturunan.
Berdasarkan beberapa karakteristik
kultur di atas maka secara umum dapat dijelaskan bahwa kultur adalah ciri-ciri
dari tingkah laku manusia yang di pelajari, tidak di turunkan secara genetis
dan bersifat sangat khusus, sehingga kultur pada masyarakat “A” berbeda dengan
kultur masyarakat “B” dan seterusnya. Dengan kata lain, kultur dapat di artikan
sebagai sebuah cara dalam bertingkah-laku dan beradaptasi dengan lingkungan di
sekitarnya.
Demokrasi menuntut pengakuan
perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh karena itu,
pendidikan multikultural merupakan jawaban atas problematika kemajemukan. Hal
tersebut senada dengan paradigma tentang proses pendidikan yang didefinisikan
sebagai proses pembudayaan dan cita-cita persatuan bangsa merupakan unsur
budaya nasional. Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud
kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia, serta
pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka untuk membangun suatu
kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat
dijadikan sebagai strategi dalam mengembangkan kesadaran atas kebanggaan
seseorang terhadap bangsanya.
Pendidikan multikultural di
Indonesia belum menjadi kajian bidang ilmu pendidikan. Multikulturalisme baru
menjadi wacana utama bidang antropologi, politik, dan sosiologi. Wacana dalam
bidang pendidikan belum dikenal sebagai kajian substansial yang memberikan
bobot fundamental dari sisi ontologi (objek kajian ilmu) dan aksiologi, karena
ilmu pendidikan selama ini baru disikapi sebagai kajian normatif dari relasi
hubungan guru dan siswa serta masyarakat dalam lembaga pendidikan. Pendidikan
multikultural harus berhasil membangun pemahaman dan upaya untuk hidup dalam
konteks perbedaan agama dan budaya, baik secara individual maupun kolektif dan
tidak terjebak dalam primordialisme budaya dan eksklusifisme kelompok agama
atau budaya yang sempit.
Urgensi pendidikan multikultural
belum nampak dari sisi pengembangan masyarakat ke arah penyadaran akan
perbedaan-perbedaan yang ada. Menjunjung kemanusiaan dalam semua tindakan dan
agenda aksi yang nyata dan bersifat membebaskan, harus menjadi esensi dari pendidikan
multikultural. Jadi, urgensi pendidikan multikultural sangat penting karena
berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahan konflik; hal lain dari pendidikan
multikultural adalah agar siswa tidak tercabut dari akar budayanya; pendidikan
multikultural juga dinilai relevan dengan alam demokrasi seperti saat ini.
Untuk mewujudkan multikulturalisme dalam dunia pendidikan maka sangat dirasa
perlu memasukkannya ke dalam kurikulum nasional.
C. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS
MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
Amandemen untuk konstitusi Indonesia
yang diperkenalkan sejak tahun 1999 telah menghasilkan perubahan
artikel-artikel tertentu, yang dapat disajikan sebagai pondasi hukum yang perlu
untuk implementasi pendidikan multikultural. Konstitusi Indonesia berisi bab
hak asasi manusia yang terdiri dari 10 artikel yang antara lain menjamin hak
kebebasan perlindungan dari perlakuan diskriminasi pada segala situasi, dan
menghormati identitas kebudayaan dan hak komunitas tradisional. Gambaran lebih
jelas dari hak asasi manusia dapat ditemukan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang juga meliputi artikel pada perlindungan berbagai bentuk
diskriminasi dan perlindungan identitas kebudayaan dan hak kepemilikan tanah
tradisional. Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban langsung
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan pada berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatis dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa.
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik ddalam proses pembelajaran.
Pusat
pengembangan kurikulum departemen pendidikan nasional “Kurikulum Berbasis
Kompetensi” yang digunakan pada tahun 2004 pada SD dan SMP di seluruh Indonesia
(untuk keterangan lebih detail tentang kurikulum berbasis Kompetensi Indonesia,
lihat Pusat Kurikulum Depdiknas 2002). Namun dalam perkembangannya kurikulum
berbasis kompetensi ini kemudian dikembangkna lagi menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kemudian pada isi kurikulum mengindikasikan bahwa
porsi yang signifikan untuk pelajaran ilmu sosial tertentu akan disediakan
untuk sifat multikultural masyarakat Indonesia. Dokumen Pusat Kurikulum
menyatakan: “pendidikan multikultural dan multi bahasa” sebagai prinsip dari
pengembangan kurikulum tersebut (lihat, Pusat Kurikulum Depdiknas, 2001).
Dalam implementasinya, paradigma
pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada beberapa prinsip
seperti; menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan
perspektif banyak orang, didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran
tunggal terhadap kebenaran sejarah, kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan
analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda,
mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras,
budaya dan agama.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam
melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak
adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan
terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan
terhadap perbedaan budaya, diantaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan
hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh
terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis. Bisa digarisbawahi, nilai dasar dalam
pendidikan multikultural adalah toleransi. Maka toleransi harus dididikkan,
tidak cukup berhenti pada wacana. Sebagai konsekuensinya, agar pendidikan lebih
multikultural, maka pendidikan dan pengajaran harus memperkokoh pluralism dan
menentang adanya rasisme, diskriminasi gender dan bentuk-bentuk lain dari
intoleransi dan dominasi sosial. Pada konteks ini tentu harus dilakukan
transformasi kurikulum, model pembelajaran, suasana sekolah, kegiatan
ekstrakurikuler dan peran guru menjadi multikultural. Menurut Gay’s dalam
Koentjaraningrat (1996), prinsip-prinsip penting dalam menerapkan pendidikan
multikultural adalah kurikulum berdasarkan sejarah dan berpusat pada keragaman,
berorientasi pada perbaikan, pengajaran mengarah pada keragaman, kurikulum
tergantung pada konteks, bersifat menyerap keragaman dan dapat diterapkan
secara luas dan bersifat komprehensif serta mencakup semua level pendidikan.
Seorang pendidik bias menggunakan “payung multikultural” dalam membantu anak
didik untuk memahami keterlibatan banyak kelompok dan keinginan di masyarakat.
Singkatnya, paradigma pendidikan
multikultural perlu mewarnai model pembelajaran yang diterapkan dalam kelas.
Sesuai prinsip pendidikan multikultural, maka aktivitas pembelajaran di sekolah
disarankan untuk memberi perhatian pada kompleksitas dinamis dari berbagai
faktor yang mempengaruhi interaksi manusia, seperti fisik mental, kemampuan,
kelas, gender, usia, politik agama, dan etnisitas. Para pendidik pada konteks
ini disarankan menggunakan metode-metode yang bersifat antropologis untuk
mengidentifikasi kelompok sosio budaya, nilai-nilai serta praktiknya yang
mempengaruhi proses berkaryanya. Pada intinya pengajaran yang diharapkan adalah
pengajaran “bebas dari prasangka” atau “Kurikulum Tanpa Prasangka”.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendidikan
multikultural adalah proses penyadaran yang berwawasan sosial edukatif mencakup
keragaman hidup beragama, sosial, ekonomi, dan budaya. Pendidikan ini harus
dilihat sebagai bagian dari usaha yang komprehensif untuk menanamkan pemahaman
nilai-nilai toleransi, empati, simpati dan solidaritas sosial dalam kerangka
hidup bersama dalam suatu komunitas masyarakat multikultural.
Pendidikan
multikultural dapat menjadi salah satu model untuk mengatasi konflik SARA. Hal
itu dapat dilakukan melalui kurikulum, pembelajaran di kelas dengan menggunakan
mata pelajaran ilmu-ilmu sosial budaya dan keagamaan yang diharapkan mampu
mencegah timbulnya konflik antar suku, agama, ras dan antar golongan.
B.
SARAN
Pemerintah
melalui tenaga pendidik ikut mengajarkan pentingnya pendidikan multikultural
Tenaga
pendidik hendaknya mendalami akan pentingnya multikultural dan disosialisasikan
kepada masyarakat, agar terhindar dari konflik yang ada (SARA)
DAFTAR PUSTAKA
Freire, Paulo.
2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3ES
Education.http://www.edchange.org/multicultural/initial.html
Koentjaraningrat.
1996. Pengantar Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Nasikun.1984. Sistem
Sosial Budaya Indonesia. Jakarta: Rajawali
JURNAL
505-740-1-SM (mempertahankan integrasi bangsa Indonesia melalui pendidikan
multicultural)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar